DLHK NTB Gagas Inovasi Energi Terbarukan dari Air Lindi TPA Kebon Kongok
Mataram (NTBSatu) – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB melalui UPT TPA Regional Kebon Kongok, tengah mengembangkan riset energi terbarukan berbasis pemanfaatan air lindi, limbah cair hasil pembusukan sampah.
Riset ini menjadi langkah strategis untuk mengubah sumber pencemar lingkungan menjadi energi bernilai guna tinggi.
Kepala UPT TPA Kebon Kongok, Radius Ramli mengatakan, riset ini merupakan bagian dari program Riset Konsorsium Unggulan Berdampak (RIKUB) yang melibatkan kolaborasi tiga perguruan tinggi.
Universitas Mataram (Unram), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Lambung Mangkurat (ULM) bersama Yayasan Rumah Energi.
Riset tersebut berfokus pada pemisahan dan penangkapan gas metana dari air lindi untuk dikonversi menjadi biogas.
“Selama ini air lindi hanya diolah dan digunakan untuk penyiraman saja. Padahal, kandungan gas metana di dalamnya bisa kita manfaatkan menjadi sumber energi. Kami ingin mengubah sudut pandang bahwa lindi bukan hanya masalah, tapi bisa menjadi aset energi,” ujar Radius kepada NTBSatu, Kamis, 6 November 2025.
Saat ini instalasi biogas sudah dibangun dan mulai beroperasi dalam skala kecil dengan kapasitas sekitar dua meter kubik per hari, yang telah dimanfaatkan untuk kebutuhan memasak di kawasan TPA.
“Kalau tahap awal ini berjalan stabil, kami akan lanjut ke upscaling, targetnya bisa mencapai 50 meter kubik per hari. Yang berarti cukup untuk mendukung operasional pengeringan RDF, penerangan, bahkan kebutuhan energi masyarakat sekitar,” paparnya.
Pengolahan air lindi menjadi biogas juga harapannya mampu menekan pencemaran, mengurangi emisi gas rumah kaca. Serta, membantu menjaga kualitas air tanah dan lingkungan sekitar TPA.
Sejalan dengan Visi NTB Net Zero Emission 2050
Sementara itu, Project Manager Yayasan Rumah Energi, Krisna Wijaya menjelaskan, proses konversi lindi menjadi biogas juga berkontribusi pada penurunan emisi. Hal tersebut mendukung visi NTB menuju Net Zero Emission 2050.
“Selama ini lindi sering dipandang sebagai sumber pencemaran bau, air, dan udara. Tapi kalau kita kelola dengan teknologi, dampak negatif itu bisa berubah menjadi manfaat nyata,” ujar Krisna.
Krisna mengatakan, pada tahap awal, riset ini baru berjalan sejak Oktober 2025. Proses masih berada pada fase monitoring, khususnya untuk menguji efektivitas produksi biogas dari lindi murni tanpa campuran bahan lain.
“Sekarang kami sedang fokus mengisi dan memproses lindi saja. Kami ingin melihat dulu sejauh mana kemampuan lindi menghasilkan gas metana secara mandiri,” jelas Krisna.
Riset ini juga lengkap dengan pengembangan sensor monitoring oleh tim dari Unram. Tujuannya, untuk mendeteksi kandungan metana secara real-time, sehingga proses produksi gas dapat terkontrol lebih presisi.
Jika dalam tahap ini produksi gas belum optimal, tim akan melakukan co-digestion. Yaitu, metode pencampuran lindi dengan bahan organik lain, seperti kotoran sapi untuk meningkatkan proses fermentasi.
“Kalau ternyata hasil gasnya belum maksimal, kami akan campur dengan kotoran sapi sebagai penguat fermentasi. Metode ini sudah banyak digunakan dan efektif meningkatkan produksi metana,” tambahnya.
Setelah tahap uji efektivitas selesai, pihaknya akan menyampaikan hasil riset kepada Pemerintah Provinsi melalui Bappeda NTB, untuk melihat potensi penerapan lebih luas.
“Jika hasilnya bagus, tentu kami ingin ini direplikasi. Bukan hanya untuk kebutuhan TPA, tapi bisa menjadi sumber energi alternatif bagi masyarakat sekitar,” kata Krisna.
Ia berharap, hasil riset ini dapat menjadi model pengolahan limbah cair TPA yang berkelanjutan dan mendorong NTB menuju pemanfaatan energi terbarukan yang ramah lingkungan. (*)



