Ekonomi BisnisHEADLINE NEWS

Kredit Macet PT BPR NTB Melonjak, Pemprov Buka-bukaan Penyebab dan Solusinya

Mataram (NTBSatu) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB mengungkap, penyebab utama tingginya kredit macet (Non Performing Loan/NPL) di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) NTB.

Data per Maret 2025 menunjukkan tingkat kredit macet (Non Performing Loan/NPL) sebesar 12 persen, namun melonjak tajam menjadi 15,8 persen pada Agustus 2025.

Berdasarkan kajian teknis internal BPR dengan Pemprov, kondisi tersebut muncul karena mayoritas penerima kredit merupakan petani dengan pola usaha musiman.

Kepala Biro Perekonomian Setda NTB, Najamuddin Amy menyebut, kredit bermasalah paling banyak terjadi di Pulau Sumbawa, khususnya Dompu dan Bima.

Nasabah di wilayah itu sebagian besar petani jagung dan bawang yang baru bisa membayar cicilan setelah masa panen.

“Petani kita kan tidak kabur atau hilang, mereka tetap ada di tempat. Hanya saja, mereka harus menunggu panen untuk melunasi pinjaman. Jadi jangan samakan dengan debitur besar yang tiba-tiba hilang,” ujar Najamuddin, Senin, 29 September 2025.

Najamuddin menegaskan, tingginya NPL tidak serta-merta menandakan bank dalam kondisi buruk. Untuk itu, Pemprov mendorong BPR NTB menyesuaikan produk keuangan dengan siklus usaha petani.

“BPR harus melakukan diversifikasi produk pembiayaan agar lebih adaptif terhadap karakter nasabah, dengan begitu, risiko NPL bisa ditekan,” tegasnya.

Kinerja Keuangan Tetap Positif

Meski menghadapi persoalan kredit macet, BPR NTB tetap mencatat kinerja keuangan yang solid. Perusahaan menyetor dividen kepada Pemprov NTB sebesar Rp7,67 miliar pada 2022, naik menjadi Rp8,13 miliar pada 2023, dan mencapai Rp9,71 miliar pada 2024. Tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

BPR NTB juga mencatat kenaikan laba bersih, dari Rp26,99 miliar pada 2022 menjadi Rp28,85 miliar pada 2023, lalu melonjak ke Rp35,32 miliar pada 2024.

IKLAN

Dana Pihak Ketiga (DPK) ikut tumbuh stabil, dari Rp577,16 miliar pada 2022 menjadi Rp680,30 miliar pada 2023, dan Rp752,46 miliar pada 2024.

Rasio keuangan BPR NTB pun menunjukkan tren sehat. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) tetap berada di kisaran 49–52 persen dalam tiga tahun terakhir, jauh di atas ketentuan.

Profitabilitas juga meningkat, dengan Return on Asset (ROA) naik dari 3,04 persen pada 2022 menjadi 4,47 persen pada 2024, serta Return on Equity (ROE) dari 8,47 persen pada 2022 menjadi 13,92 persen pada 2024.

Komitmen Bertransformasi ke Syariah

Selain itu, Pemprov NTB menegaskan komitmen untuk mengonversi BPR NTB menjadi BPR Syariah pada akhir tahun ini. Langkah tersebut selaras dengan BUMD lain yang lebih dulu menerapkan prinsip syariah, seperti Bank NTB Syariah dan Jamkrida Syariah.

“Pemprov NTB berkomitmen, BPR akan bertransformasi menjadi BPR Syariah akhir tahun ini,” kata Najamuddin.

Saat ini, BPR NTB masih menunggu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk menetapkan direksi dan komisaris baru. Pemprov berharap manajemen baru bisa memperkuat tata kelola, menjaga kinerja tetap solid, dan mengurangi risiko kredit macet. (*)

Berita Terkait

Back to top button