Pemerintahan

Pelaku Hotel Resah, Gubernur Iqbal Kaji Penerapan Royalti Musik di NTB

Mataram (NTBSatu) – Banyak pelaku usaha hotel dan restoran di Mataram merasa resah, atas kebijakan tagihan royalti musik yang diberlakukan saat ini. Bahkan, sejumlah pengusaha merasa keberatan ketika menerima surat tagihan royalti.

Menyikapi persoalan, Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal akan mengkaji ulang penerapan royalti musik di hotel dan restoran.

Langkah ini ia ambil, menyusul banyaknya keluhan dari pelaku usaha yang merasa terbebani dengan kewajiban tersebut.

“Kita telah menerima banyak masukan terkait aturan itu. Yang menyampaikan kegelisahan tentang ini banyak sekali,” kata Iqbal, Jumat, 15 Agustus 2025.

Sebelum mengambil keputusan, lanjut Iqbal, pihaknya akan menampung terlebih dahulu semua pandangan dan masukan yang ada, sebelum memutuskan langkah selanjutnya.

“Kita tidak ingin tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Kita mau dengar dulu pandangan dari berbagai pihak. Mudah-mudahan nanti kita bisa mencari jalan tengahnya,” terangnya.

Royalti musik selama ini diberlakukan bagi pelaku usaha yang memutar lagu di ruang publik, termasuk hotel dan restoran.

Namun, sebagian pengusaha menilai kewajiban tersebut tidak sepenuhnya relevan, terutama jika musik yang diputar tidak memiliki tujuan komersial.

Kebijakan ini juga memunculkan kekhawatiran di sektor pariwisata, khususnya industri perhotelan yang bergerak di bidang Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE).

Iqbal menilai dampaknya mungkin tidak langsung terasa, namun tetap berpotensi mempengaruhi sektor tersebut dalam jangka panjang.

IKLAN

“Mungkin tidak langsung berdampak, tapi tidak menutup kemungkinan pasti berdampak. Makanya kita akan dengarkan pandangan dari berbagai pihak dulu,” pungkas Iqbal.

Belakangan kebijakan pengenaan royalti untuk pemutaran musik dengan tujuan komersil menjadi sorotan, bahkan ramai pengusaha dan musisi nasional dan daerah memberikan komentar. 

Di Mataram sendiri, sejumlah pengusaha sudah menerima surat tagihan tersebut. Besaran tagihannya bervariasi. Mulai Rp2 juta hingga Rp4,4 juta per tahun. (*)

Muhammad Yamin

Jurnalis NTBSatu

Berita Terkait

Back to top button