Mataram (NTBSatu) – Praktik politik uang yang terjadi di Pemilu 2024 terasa terang-terangan. Meski sulit dibuktikan, tetapi praktik ini diduga benar-benar terjadi di sekitar kita.
Bahkan, yang seharusnya para Calon Anggota Legislatif (Caleg) menonjolkan kapasitasnya agar dipilih masyarakat. Malah, terkesan mengumbar ‘isi tasnya’.
Alhasil, praktik politik uang ini membuat generasi muda, terutama generasi Y (milenial) dan generasi Z dapat menjadi apatis ke depan dalam penyelenggaraan kegiatan politik.
“Dengan kondisi politik uang yang semakin hari menjadi kebiasaan dan bila terus berulang sehingga dijadikan sebuah kebenaran, maka bisa aja generasi muda Indonesia ke depannya apatis terhadap dunia politik,” ungkap Sosiolog Universitas Mataram (Unram), Azhar Evendi, S.Sos., M.A., kepada NTBSatu, Selasa, 27 Februari 2024.
Berita Terkini:
- Polisi Tetapkan Sembilan Tersangka Dugaan Korupsi KUR BNI Kota Bima, Rugikan Negara Capai Rp39 Miliar
- Bangun Pemahaman Publik, STKIP Taman Siswa Bima Jelaskan Keterpisahan Insiden di Depan Kampus
- Belum Sebulan Menjabat, Wakapolda NTB Dimutasi Kapolri
- Profil Mendiang Paus Fransiskus dan Kenangan di Indonesia Pilih Naik Mobil Innova Zenix Ketimbang Alphard
Bila generasi muda ke depannya menjadi apatis akibat maraknya praktik politik uang, jelasnya, akan menjadi bahaya besar bagi masa depan Indonesia. Sebab, identitas anak muda yang identik dengan idealismenya akan hilang.
“Begitu idealisme hilang, maka muncul materialisme. Memilih berdasarkan apa yang ia dapatkan. Kalau itu terjadi, negara harus secara serius memikirkan ini,” kata Azhar.
Dosen pengampu mata kuliah Sosiologi Politik ini memaparkan, sebenarnya dalam politik semua tindakan adalah sebuah hal yang pragmatis. Seperti, bila ingin yang mencalonkan diri maka tujuannya sebuah kekuasaan.