Pemerintahan

Pemangkasan Anggaran Ancam NTB: Infrastruktur Rusak Berat, Perbaikan Terhambat

Mataram (NTBSatu) – Forum Transparansi Anggaran (FITRA) NTB mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan para pemangku kepentingan, untuk bersikap tegas menghadapi pemangkasan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik 2025.

Pemangkasan DAK Fisik 2025 tersebut sebesar 41,47 persen, dari Rp 1,15 triliun menjadi Rp 678,6 miliar.

FITRA menilai, kebijakan pemangkasan anggaran mengancam pembangunan infrastruktur di NTB yang selama ini masih jauh dari kata memadai.

Direktur FITRA NTB, Ramli Ernanda mendorong agar pemerintah daerah bersuara lantang menolak pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD). Sebab, kebijakan ini akan semakin memperburuk kondisi infrastruktur dan pelayanan dasar masyarakat.

“Situasi ini bertolak belakang dengan semangat desentralisasi. Jika pemangkasan ini dibiarkan, maka kondisi infrastruktur NTB akan semakin buruk. Tahun lalu saja anggaran infrastruktur sudah sangat terbatas,” kata Ramli kepada NTBSatu, Senin, 10 Februari 2025.

IKLAN

Menurutnya, pemangkasan ini tidak hanya menyasar DAK Fisik, tetapi juga Dana Alokasi Umum (DAU) untuk bidang pekerjaan umum. Tentunya, kondisi tersebut akan semakin menghambat perbaikan jalan, irigasi, sanitasi, serta penyediaan air minum layak.

Saran untuk Pemprov NTB

Menanggapi situasi ini, FITRA merekomendasikan tiga langkah strategis yang harus segera Pemprov NTB ambil agar kebutuhan infrastruktur tetap terpenuhi di tengah keterbatasan anggaran.

Pertama, Fitra NTB menegaskan, Pemprov dan DPRD NTB tidak boleh pasif. Mereka harus segera menyuarakan keberatan atas pemangkasan ini kepada pemerintah pusat.

“Kalau daerah tidak berani bersikap, maka kebijakan pusat akan terus mengorbankan daerah. Pemprov harus tegas memperjuangkan kepentingan NTB,” ujar Ramli.

Apalagi, pemangkasan ini justru menyasar program-program prioritas nasional seperti ketahanan pangan dan irigasi. Ia menilai, keputusan itu bertentangan dengan agenda pembangunan nasional.

Kedua, FITRA menyarankan Pemporv NTB harus berani melakukan realokasi anggaran besar-besaran. Terutama dengan menyisir belanja rutin, operasional, dan infrastruktur perkantoran yang tidak mendesak.

    “Daerah harus berani memangkas belanja yang kurang prioritas dan mengalokasikan ulang anggaran untuk kepentingan publik. Jika tidak, pembangunan infrastruktur akan semakin tertinggal,” tegas Ramli.

    Saat ini, belanja infrastruktur NTB hanya 8,5 persen dari total APBD, jauh dari ketentuan minimal 40 persen sesuai regulasi. Dengan kondisi ini, NTB hanya mampu memenuhi seperempat dari kebutuhan ideal untuk infrastruktur.

    Terkahir, FITRA memperingatkan agar Pemprov NTB tidak gegabah mengambil opsi utang, mengingat risiko keuangan daerah yang semakin besar. Sebagai gantinya, Pemprov harus lebih kreatif dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

    Misalnya dengan mengoptimalkan pajak daerah dan aset daerah yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Tetapi harus tetap dalam pengawasan ekstra guna menghindari kebocoran.

    “Kinerja PAD pasti terganggu karena ekonomi terdampak. Kalau berutang, risikonya besar. Solusinya, Pemprov harus lebih inovatif dalam mencari sumber pendapatan,” tambah Ramli.

    Kondisi Infrastruktur di NTB Prihatin

    Terlebih, data menunjukkan kondisi infrastruktur di NTB masih memprihatinkan. Sebesar 14,89 persen rumah tangga belum memiliki akses sanitasi layak. Kemudian, 3,97 persen masyarakat belum memiliki akses air minum layak.

    Lalu, 498 ribu unit Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Serta, 20 persen dari 1.484 kilometer jalan provinsi dalam kondisi rusak berat.

    “Jika Pemprov NTB tidak segera bertindak, masyarakat akan semakin dirugikan. Infrastruktur yang buruk akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kualitas hidup warga NTB,” pungkas Ramli. (*)

    Berita Terkait

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Back to top button