Pemerintahan

Pengamat: Masalah Birokrasi hingga Ketergantungan Sektor Tambang Jadi Ganjalan Iqbal-Dinda

Mataram (NTBSatu) – Dalam waktu dekat, NTB akan menyambut pemimpin baru. Hasil Pilkada 2024 lalu, menetapkan pasangan Lalu Muhamad IqbalIndah Dhamayanti Putri (Iqbal-Dinda), sebagai peraih suara terbanyak.

Pengamat sekaligus Wadir IV Politeknik Medica Farma Husada (MFH), Dr. Alfisahrin, M.Si memaparkan, dalam transisi kepemimpinan ini, ada sejumlah Pekerjaan Rumah (PR) yang harus Iqbal-Dinda selesaikan. Tantangan ini merupakan peninggalan dari pemimpin sebelumnya. Beberapa di antaranya masalah birokrasi hingga industrialisasi.

Alfisahrin menilai, birokrasi di Pemprov NTB betul-betul belum transparan. Artinya, pemilihan pejabat masih berdasarkan kepentingan politik, titipan orang tertentu yang kemudian mempengaruhi kinerja birokrasi.

“Kita (Pemprov NTB, red) betul-betul masih belum menciptakan apa yang disebut sebagai merit system yang sesungguhnya,” jelas Alfisahrin kepada NTBSatu, kemarin.

Dosen Fisip di Upatma Mataram ini melihat, di beberapa instansi masih terdapat orang yang kurang memiliki kapasitas dalam bidang tersebut. Padahal, menurut Alfisahrin, di era otonomi daerah ini perlu birokrasi yang profesional, akuntabel, dan kridibel, untuk mengatasi persoalan yang ada.

IKLAN

“Orang yang tidak punya track record, tidak punya prestasi dan inovasi kadang-kadang itu terakomodir dalam birokrasi strategis,” ujarnya.

Menyoal keinginan Iqbal menerapkan sistem meritokrasi dalam kepemimpinannya nanti, Alfisahrin sangat setuju. Hal ini untuk mewujudkan birokrasi yang betul-betul profesional. Namun hal itu tidak mudah. Menurutnya, perlu dukungan masyarakat dan internal birokrasi itu sendiri agar terjaring orang-orang yang memiliki kualitas.

“Kalau tidak mendapat dukungan birokrasi di dalam dan masyarakat, maka akan sulit menerapkan birokrasi yang betul-betul mengakomodasi merit system di tengah akomodasi kepentingan politik yang tinggi pasca-terpilihnya sebagai kepala daerah,” ungkapnya.

IKLAN

Selain itu, tantangan pada sektor industrialisasi juga perlu menjadi perhatian. Persoalan ini menjadi legacy dari pemerintah sebelumnya yang tidak teratasi.

Dinikmati Pemilik Modal Menengah ke Atas

Alfisahrin menyebutkan, soal industrialisasi belum dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat di akar rumput. “Jadi industrialisasi ini lebih banyak dinikmati kelompok pemilik modal menengah ke atas. Sementara impact di bawahnya itu tidak terasa. Jadi masih terlihat ekslusifitas,” ujarnya.

Tak hanya itu, lanjut Alfisahrin, sejumlah tantangan yang Iqbal-Dinda hadapi dalam lima tahun ke depan adalah soal ketergantungan NTB terhadap sektor tambang.

Sampai saat ini belum ada komoditas lain yang bisa menggantikan komoditas tambang. Di mana 80 persennya itu menjadi pendaptan andalan masyarakat NTB.

“Sementara kita sangat perlu kapasitas birokrasi di NTB untuk mengkonversi sektor tambang ini bukan sebagai sektor andalan. Jadi ada sektor pertanian, kelautan, dan peternakan,” bebernya.

Kedua, soal ekspor. Menurutnya, di NTB belum ada pelabuhan penopang yang menciptakan kemandirian untuk melakukan ekspor komoditas. Misal komiditas vanili di Lombok Timur, Rumput Laut, dan perikanan banyak menggunakan pelabuhan di Surabaya dan Bali.

“Dan itu tidak memberikan efek untuk pendapatan asli di daerah kita. Karena itu, perlu ada terobosan, bagaiman di NTB ini perlu ada pelabuhan khusus sebagai fasilitas ekspor,” pungkas Alfisahrin. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button