Mataram (NTBSatu) – Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Provinsi NTB menggelar Musyawarah Besar (Mubes), Kamis 20 Februari 2025 untuk pemilihan ketua baru.
Terpilih secara aklamasi, Dr. Rahmat Sabani sebagai Ketua Forum PRB NTB Periode 2025 – 2030. Pemilihan berlangsung di Hotel Lombok Raya Mataram. Hadir anggota Forum yang terdiri dari berbagai unsur. Pada pembukaan, hadir Kalak BPBD NTB H. Ahmadi, SP-1, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr. H.L Hamzi Fikri.
Mubes kali ini jadi tonggak sejarah, karena baru pertama kali digelar. Rahmat Sabani yang saat ini menjabat Wakil Dekan Fakultas Peternakan Universitas Mataram (Unram) bukan sosok asing. Ia sebelumnya terpilih lewat penunjukan, memimpin PRB selama lima tahun karena dinilai sangat fokus pada isu dan tindakan mitigasi bencana.
Memimpin PRB NTB selama lima tahun mendatang, Rahmat Sabani akan fokus pada tiga isu penting untuk deteksi dini dalam rangka pengurangan risiko bencana. Baginya fokus agenda ini penting di tengah bencana hidrometeorologi yang sedang melanda NTB.
Poin lainnya, sebagai peta jalan kebijakan politik Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, HL Muhammad Iqbal – Indah Dhamayanti Putri Periode 2025 – 2030.
“Tiga hal yang akan jadi fokus ini, akan sejalan dengan visi misi Gubernur dan Wakil Gubernur baru,” katanya menjawab NTBSatu usai Mubes.
Ia mengungkapkan, ada tiga agenda besar dalam membangun sistem ketangguhan bencana NTB di tengah kompelksnya ancaman 11 potensi bencana.
Agenda pertama adalah, tantangan membangun sistem ketangguhan bencana. Pada poin ini meliputi tiga aspek. Pertama, aspek regulatif. Memastikan semua tunduk pada Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, serta aturan turunan lainnya seperti PP dan Permensos. Lebih sepsifik lagi diatur sesuai Perda Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Bencana.
Kedua, aspek kepemimpinan pembangunan di daerah. “Pada aspek ini, bagaimana institusi pemerintahan daerah agar mau melaksanakan kegiatan pembangunan daerah berbasis risiko. Yakni memperhatikan aspek risiko, ketangguhan dan sebagainya,” ujar Rahmat.
Aspek ketiga, harus ada keselarasan. Artinya, kata Rahmat, semua bekerja dalam irama orkestrasi yang jadi fokus daerah. Bukan membuat tujuan pembangunan sendiri sendiri.
“Karena urusan bencana ini adalah urusan koordinasi pembangunan yang menjamin ketangguhan,” jelasnya.

Agenda kedua selanjutnya adalah respons terhadap kondisi di daerah dalam aspek produksi dan konservasi.
Ia mencontohkan bencana hidrometeorologi di Bima, Dompu dan Sumbawa yang dipicu sistem produksi monokultur. Dalam hal ini Jagung. “Memang tidak ada yang salah dengan Jagung. Tapi yang harus kita lakukan, hitung nilai ekonomi dari jagung dengan nilai ekonomi tak tergantikan setelah terjadinya bencana,” paparnya.
Agenda ketiga yang akan jadi fokus adalah membangun sistem informasi kebencanaan satu data. Sehingga jadi referensi dalam proses pengambilan keputusan.
Seperti, instansi perizinan. Mereka harus memperhatikan peta kawasan rawan bencana sebelum mengeluarkan izin pembangunan infrastruktur apapun.
“Nah itu kan sudah kita bangun Sistem Informasi Kebencanaan (SIK). Mudah mudahan jadi panduan ke depan dalam proses pengambilan keputusan,” harapnya.
Di luar tiga poin strategis itu, Forum PRB NTB akan memadukan isu kebencanaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi NTB. (*)