Mataram (NTBSatu) – Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah NTB, Dr. H. Falahuddin, M.Ag., memastikan, belum terdapat informasi resmi dari Pimpinan Pusat (PP) mengenai keputusan pengelolaan izin tambang.
Hal ini merespons pemberitaan di sejumlah media yang menyatakan bahwa Muhammadiyah telah menerima izin untuk mengelola tambang. Pemberian izin itu oleh pemerintah kepada organisasi kemasyarakat atau ormas keagamaan.
“Belum ada informasi resmi yang kami terima,” ungkap Falahuddin kepada NTBSatu, Kamis, 25 Juli 2024.
Pernyataan Anwar Abbas kepada Tempo sebelumnya, PP Muhammadiyah sudah menggelar pleno tanggal 13 Juli lalu. Hasilnya, Muhammadiyah menyetujui menerima tawaran IUP tambang, namun dengan beberapa prasyarat. Seperti, tidak merusak lingkungan dan menghindari konflik dengan masyarakat.
Informasi berbeda yang sampai ke Pimpinan Wilayah Muhammadiyah NTB. Falahuddin melanjutkan, keputusan itu belum final. Guna memutuskan apakah akan menerima atau menolak pengelolaan izin tambang, Muhammadiyah akan menggelar rapat pleno terpusat pada Sabtu 27 Juli 2024.
Opsi Menolak Tawaran
Rapat tersebut merupakan peluasan rapat pleno PP Muhammadiyah sebelumnya. Rencananya, pleno kali ini perluasan melibatkan Pimpinan Wilayah Muhammadiah se-Indonesia.
“Hari Sabtu Insya Allah kami rapat di Jogja untuk membahas hal ini. Kemungkinan, setelah rapat nanti, baru ada keputusan Muhammadiyah akan menerima atau menolak,” jelas Falahuddin.
Ia mengharapkan, sebaiknya Muhammadiyah membuat keputusan untuk tidak menerima izin konsesi tambang tersebut.
“Dengan berbagai pertimbangan PWM NTB akan menyampaikan, saat ini Muhammadiyah sebaiknya tidak menerima konsesi tambang tersebut. Dengan pertimbangan dar’ul mafasid muqqaddamun ala jalbil mashalih,” tegas Falahuddin.
Arti dalil tersebut, yakni lebih mengutamakan menolak sesuatu yang lebih besar mafsadat-nya (sesuatu yang bersifat negatif). Daripada melaksanakan sesuatu yang bersifat masholih (sesuatu yang bersifat positif), tetapi kadarnya tidak lebih besar daripada timbulnya mafsadat.
Sebelumnya, pemberian pengelolaan izin tambang tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Aturan itu mengizinkan ormas keagamaan, termasuk Muhammadiyah untuk mengelola tambang. Sehingga, ormas keagamaan kini bisa memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).