HEADLINE NEWSISU SENTRALLiputan Khusus

LIPSUS – Gagal Pecah Telur Proyek Rp44 Miliar Ayam Petelur Disnakeswan NTB

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB mengguyur peternak ayam petelur di Pulau Lombok dan Sumbawa dengan anggaran Rp44 Miliar Tahun 2021. Niatnya untuk pecah telur’ swasembada telur dalam daerah. Alih alih memenuhi 443.260 tray per bulan dari panen 103 kelompok, banyak peternak tutup kandang alias merugi. Penerima bantuan tidak tepat sasaran. Ada tukang ojek hingga ASN.

———————————————————-

Mustiadi kaget. Sekitar Januari 2022 lalu lima orang datang ke rumahnya dan mengaku sebagai vendor pemenang tender pengadaan kandang ayam tahun 2021. Warga Desa Malaka, Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara ini mood-nya terganggu. Padahal bantuan 500 ekor ayam petelur piaraan, sedang menunjukkan tanda tanda akan berhasil.    
 
“Ini program 2021, bantuannya datang akhir tahun. Tetapi setelah beberapa minggu penyerahan, pihak yang membangun kandang datang untuk membongkar,” kata Ketua Kelompok Petani Unggas Mama Berdaya KLU ini kepada NTBSatu, Senin, 22 Juli 2024.

Mustiadi mendebat para utusan vendor, bergeming menolak pembongkaran kandang ukuran sekitar 9 x 8 meter pesegi itu. Sempat terjadi ketegangan melibatkan warga sekitar. Anggota Bhabinkamtibmas turun melerai. Pembongkaran kandang ayam petelur batal. Mustiadai beralasan, pembayaran jadi urusan Dinas Peternakan Provinsi NTB sebagai penanggung jawab pengadaan dengan vendor.

“Saya hanya penerima bantuan. Bahkan, saat membangun kandang, dua sak semen saya terpakai, tidak ada ganti,” kesalnya.

Ketua Kelompok Petani Unggas Mama Berdaya KLU, Mustiadi menunjukkan kandang kosong bekas bantuan Disnakeswan NTB.
Foto: Zhafran Zibral

Klaim Berhasil 60 Persen

Ia termasuk dalam 103 kelompok penerima bantuan ayam pullet atau ayam petelur, pakan dan kandang dari Pemprov NTB tahun 2021, dengan nilai total Rp44 Miliar.

Sebagai salah satu dari 103 penerima bantuan Pengadaan Ayam petelur, Mustiadi tentu saja senang sebagai peternak ayam petelur. Ia punya pengalaman panjang memelihara unggas dan untung dari panen telur. Kesuksesan Mustiadi membuat senang Pejabat Dinas Peternakan Provinsi NTB. Ia termasuk jadi percontohan.

“Ada juga kelompok ternak di Batukliang Lombok Tengah. Cukup berhasil dan jadi rule model. Saya beberapa kali mampir ke sana,” kata Yuyun Umi Kalsum, Koordinator Fungsional pada Dinas Peternakan Provinsi NTB kepada NTBSatu, Senin 15 Juli 2024.  

Persentase berhasil cukup besar jika melirik hasil panen telur. Meski Yuyun tak menyebutkan angka, tapi hasil monitoring setidaknya ada 47 kelompok yang terus terjaga konsistensinya. Seperti di Kota Mataram 1 kelompok, Lombok Barat 7 kelompok, KLU 1 kelompok, Loteng 11 kelompok, Lotim 5 kelompok, KSB 3 kelompok, Sumbawa 15 kelompok, Kota Bima 3 Kelompok, Kabupaten Bima 1 Kelompok, Dompu kosong.

Jika memadukan dengan data ril realisasi penerima bantuan dengan kelompok yang masih hidup, presentase gagal terjadi di sejumlah daerah. Di Mataram dari 4 kelompok, 1 masih bertahan, Dompu dari 2 kelompok, tak ada yang berlanjut. Namun klaim Disnakeswan NTB mengklaim, persentase keberhasilan mencapai 60 persen.

“Sesunggunya mereka ini berhasil, cuma dia tidak berlanjut,” kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB, Ahmad Riadi.

Sebaran Bantuan Ayam Petelur, kandang dan pakan Disnakeswan NTB. Sumber: Disnakeswan NTB

Cari Untung Malah Buntung

Cerita sukses Mustiadi memang tidak sempurna akibat konflik soal pembayaran yang ia tak tahu nilai pagunya. Tapi di kalangan peternak, angkanya mencapai Rp200 juta per kelompok. Nilai yang cukup besar bagi Fathi Dikla, salah satu kelompok ternak di Desa Selanglet Lombok Tengah.  

Ketua Kelompok Ternak “Sehati Fathi Dikla” ini menyebut, total ayam petelur yang ia terima sebanyak 500 ekor. Dari ratusan ayam itu yang tersisa hanya 150 ekor.

Program penyaluran tak berlanjut. Ayam petelur sudah habis. Yang tersisa hanya kandang saja.

Rupanya, usia ayam yang pemerintah serahkan berbeda-beda. Seharusnya, seminggu hingga dua minggu setelah kelompok peternakan menerima bantuan, ayam sudah bisa dipanen. Namun, hingga dua bulan, ayam tak juga bertelur.

“Harusnya paling lama satu bulan bertelur. Tapi ini sampai dua bulan tidak,” jelasnya kepada NTBSatu saat di Madrasah Mi’rajussibyan Selanglet, Lombok Tengah.

Karena itu, dia menduga bahwa ayam petelur tersebut tidak sesuai spesifikasi. Karena kelompok peternakan lain di Lombok Tengah mengalami masalah serupa. Bahkan sempat mencuat pada kelompok peternakan di Sumbawa.

Jika usia semua ayam rata, kemungkinan besar tidak akan terjadi kegagalan.

“Kalau seragam, ya tidak begitu. Ini kan yang datang usianya beda-beda. Kayaknya tidak sesuai spesifikasi,” kata Fathi.

Kelompok tak bisa menikmati bantuan Dinas Peternakan. Dari 500 ekor ayam petelur hanya 150 ekor yang tersisa. Pun panen, angka kesuksesannya tak mencapai 50 persen.

Tak hanya kelompok Ternak Sehati yang gagal. Fathi mengungkap, kelompok lain juga mengalami hal serupa. “Di Lombok Tengah gagal semua,” ungkapnya.

Kandang Tanpa Ternak

Kandang kelompok ternak Sedin Kokoq Farm, di Gegutu Timur, Kelurahan Rembiga, Kota Mataram. Foto: IGA Pramesita

Pengalaman apes juga hinggap di salah satu kelompok peternak Sedin Kokoq Farm, di Gegutu Timur, Kelurahan Rembiga, Kota Mataram. Hasil penelusuran NTBSatu, kandang yang berbahan utama baja ringan kosong. Di Sekitarnya ada beberapa kandang kecil berisi ayam kampung dan pakan.

Penuturan Fatmawati, penjaga kandang, ketua kelompok ini bernama Fitria. Kelompok ini beranggotakan 10 orang. Sepengetahuannya lahan itu milik salah seorang petinggi partai dengan status sewa.

“Ada yang minta kita buat proposal dari kelompok ternak ini. Anggotanya kan ada 10 orang, mayoritas ibu – ibu yang ingin mencoba bisnis ayam petelur,” jelasnya Fitria, Senin 22 Juli 2024 malam.

Pemerintah akhirnya menerima pengajuan proposal kelompoknya, dan kegiatan operasional berlangsung pada tahun 2022.

Kelompoknya pun mendapatkan bantuan awal berupa 500 ekor pullet ayam petelur sekaligus kandang dan pakannya.

Fitria mengaku, awalnya persentase ayam yang bisa bertelur sekitar 90 persen. Saat harga telur sedang bagus dan panen banyak. Omset tertinggi berada pada kisaran Rp15 juta per bulan.

“Waktu itu juga sempat beli ayam lagi dari biaya sendiri sekitar 200 ekor lagi untuk nambah produksi,” ungkapnya.

Namun lambat laun usaha mandek lantaran mengalami kesulitan dalam memenuhi pakan dan biaya perawatan peternakan tersebut.

“Selain itu, ayamnya sudah afkir (ayam petelur yang sudah tidak produktif dan telah berumur lebih kurang 2 tahun). Kita mau lanjut cuma pemasukan yang ada tidak menutupi untuk membeli pakan dan vitamin,” jelasnya.

Sejumlah Kandang tak Ditemukan 

Ketua Kelompok Tani Ternak Perhatani NW Desa Anjani, Hadi Kusmawan alias Awan, kelompoknya menerima bantuan kandang ayam kapasitas 500 ekor. Luas kandang pun sekitar 9 x 8 meter persegi.

Selain itu, kelompoknya juga menerima bantuan 500 ekor pullet ayam petelur serta pakan dalam sekali pemberian.

Pantauan langsung NTBSatu, kandang ayam berbaris itu terbuat dari kawat besi. Strukturnya pun cukup kokoh dan rapi.

“Terbilang bagus kalau kandangnya,” ucap Awan. Namun  kandang tersebut sedang kosong. Tidak satu pun kandang yang berisi ayam.

Bantuan ayam yang bertahan hidup terpaksa ia jual semua. Saat ini kelompoknya tengah melakukan restock ayam.

“Ayamnya sudah kita pesan, hanya saja belum datang,” ungkapnya.

Sejauh ini, lanjut Awan, program bantuan ayam petelur itu masih bisa bertahan meski banyaknya kendala dalam bisnis ayam petelur. Terutama soal mahalnya harga pakan.

Per harinya, peternakan ayam tersebut rata-rata menghasilkan 11 tray telur yang siap masuk pasaran.

“Kadang kalau pakan mahal atau harga telur anjlok, kita tidak dapat untung, bahkan sampai nombok. Tapi kita tutup dengan keuntungan fase berikutnya,” ucap Awan.

Awan mengatakan, kelompoknya sendiri terdiri dari lima orang. “Basic kita semua memang peternak. Kalau saya awalnya peternak sapi, kemudian pindah ke unggas,” tuturnya.

Terbanyak di Lombok Timur

Kandang kosong milik Kelompok Tani Ternak Perhatani NW Desa Anjani Lombok Timur. Foto: Khairurrizki

Di Lombok Timur tercatat 24 Kelompok Tani Ternak (KTT) yang menerima distribusi bantuan, terbanyak dari daerah lain. 

Penelusuran khusus pada lima sampel. Yaitu KTT Al Kamal di Desa Kembang Kerang Daya, KTT Al Barokah di Desa Masbagik Timur, KTT Mandiri Jaya di Desa Kumbang, KTT Perhatani di Desa Anjani, dan KTT Batu Butir di Desa Ketangga.

Hasilnya, titik koordinat KTT tak terlacak, meski berdasarkan data by name by address dari Dinas Peternakan Provinsi NTB.    
Misalnya KTT Al Barokah. Pihak desa menyebut KTT tersebut tidak terdata di dokumen Kantor Desa Masbagik Timur. Lokasinya pun misterius.

“Kelompok ternak dengan nama itu tidak ada laporan ke kami,” ujar salah satu staf Kantor Desa Masbagik Timur.

Begitupun dengan masyarakat dan pengusaha unggas sekitar yang mengaku tidak mengetahui lokasi kandang milik KTT Al Barokah. Di desa tersebut memang banyak pengusaha unggas dengan skala besar. Namun warga tak mengenal Kelompok Al Barokah. 

Temuan serupa juga terjadi di tiga kelompok tani ternak lainnya, KTT Al Kamal di Desa Kembang Kerang Daya dan  KTT Mandiri Jaya di Desa Kumbang. Warga mengaku tak tahu keberadaan kandang maupun kelompoknya. 

Tak Terlacak di Bima

Keadaan yang sama di dua Kelurahan Kota Bima. Pencarian NTBSatu sesuai data lokasi, tidak teridentifikasi kandang Kelompok Usaha Ayam Pedaging Ayam Kembar di Kelurahan Penaraga dan Kelompok MC Farm and Agriculture di Kelurahan Matakando.

NTBSatu sudah berusaha menanyakan kepada warga setempat. Tak ada yang tahu. Bahkan sebagian warga mengaku tidak ada kandang ayam di dua Kelurahan tersebut.

Kandang hanya di lokasi milik kelompok Unggas Bumi Mandiri di Kelurahan Rabangodu Selatan.

Pengakuan warga setempat, kandang yang tersebut sudah mangkrak, karena masyarakat setempat mengeluhkan bau tidak sedap dari kotoran ayam.

Begitu juga pengakuan warga lainnya. Kandang tersebut sudah lama kosong. Sementara pemiliknya berasal dari kelurahan berbeda.

Itu pun warga setempat tidak berani memastikan apakah kandang tersebut milik kelompok Unggas Bumi Mandiri. Mereka hanya mengetahui pengelolanya satu orang.

Bantah Fiktif, Tapi tidak Tepat Sasaran 

Meski sederet masalah menyertai, Rahmadin memastikan tidak ada yang fiktif. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pengadaan kandang dan pullet ini sudah ekstra ketat saat pengadaan.

Dinas hanya mengecek calon penerima bantuan. Setelah recheck, usulan kembali untuk membuat SK dan Gubernur NTB tanda tangan. Lantas baru bisa eksekusi anggaran. “Kalau pada saat itu, tugas saya sebagai PPK mengadakan barang, ada bukti serah terima, barang itu layak dan cocok sesuai spek,” kata Rahmadin menjawab NTBSatu, Selasa 23 Juli 2024.

Mengenai banyak kandang yang kosong dan bahkan tak hilang fisiknya, Rahmadin tak tahu persis. Sebab setelah bantuan bergulir, jadi kewenangan penuh bidang lain di instansinya untuk melakukan monitoring dan pembinaan. 

Tapi gambaran umum menurut dia, kegagalan program swasembada telur ini pengaruhi besar faktor skill penerima bantuan.  Tidak semua berlatar belakang peternak berpengalaman. 
Akibatnya, peternak secara moral tak peduli lagi dengan pemberian bantuan.

“Ada yang jual ayamnya saja, ada yang jual sama kandang-kandangnya. Karena tidak ada kemampuan skill-nya, daripada tersimpan begitu saja. Masyarakat (kelompok, red) akhirnya menjual,” kata Rahmadin.

Seperti halnya Fathi Dikla. Padahal, ia hanya seorang pengajar di salah satu pondok pesantren. Ia jadi peternak dadakan setelah ada yang minta proposal bantuan untuk diajukan ke Pemprov NTB. Belum lama ini, NTBSatu juga berbincang dengan salah seorang penerima bantuan berstatus ASN di Lombok Tengah. Ia sedikit terkejut ketika dapat tawaran bantuan.

Karena ini rezeki nomplok, mereka cetak proposal sebagai pemenuhan syarat dan ketentuan penerimaan bantuan.   
Rahmadin akui, bantuan tak tepat sasaran ini, sebagai dampak sulitnya menemukan kelompok yang proper dalam urusan peternakan, khususnya Unggas.

“Dari dulu sampai sekarang permasalahannya adalah kelompok penerimanya. Ada yang notabenenya tukang ojek, ya tidak bisa pelihara ternak. Sehingga, sebentar saja pelihara ternak karena tidak mampu, tidak punya keterampilan beternak. Sehingga ya terpaksa jual. Ini yang menjadi kendala pada saat itu,” tutur Rahmadin lagi.

Rahmadin Non Job 

Mantan Sekretaris Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB, Ahmadin. Foto: Inside Lombok

Sumber internal di Dinas Peternakan Provinsi NTB mengungkap sisi kurangnya tata kelola pengadaan kandang dan ayam petelur. Apalagi anggarannya relatif besar, senilai Rp44 Miliar.  Demi mengejar realisasi anggaran 100 persen, tidak selektif menentukan kelayakan lokasi dan kapasitas kelompok ternak.  

Timbul kegaduhan. Indikasinya, inilah yang membuat Gubernur NTB Dr. Zulkieflimansyah mencopot Kadisnakeswan Khairul Akbar. Dampak lainnya, Rahmadin non job dari posisi Sekretaris sebagai konsekwensi pekerjaannya sebagai PPK.

“Saya di-non job-kan,” akunya. Saat ini Rahmadin ditempatkan tanpa jabatan apapun di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) NTB.

Tapi ia percaya pada tugasnya yang sudah sesuai aturan, meski harus berhadapan dengan banyak kepentingan. Apalagi kelompok ternak banyak muncul dari direktif Gubernur Dr. Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur Hj. Sitti Rohmi Djalillah. “Selaku PPK, tugas saya mengeksekusi yang ada di DPA,” tegasnya.

Gagal Swasembada Telur

Data Badan Statistik Provinsi (BPS) NTB tahun 2021, produksi ayam petelur sebesar 15.789.112 butir. Hanya mampu  memenuhi 75 persen kebutuhan masyarakat NTB.

Hajatan program bantuan Dinas ini untuk swasembada telur, menekan suplai 6000 tray dari Jawa dan Bali.

Target minimal, dari 500 ayam bantuan mampu memproduksi 14 tray per hari atau 1.442 tray jika total dari 103 kelompok. Sehingga jika kalkulasi secara sederhana, produksi telur 43.260 tray per bulan.

Faktanya, selama tahun 2022 atau setelah proyek itu turun, produksi butir telur NTB turun 5.836 ton. Rinciannya, tahun 2021 45.991,24 ton, Tahun 2022 turun menjadi 40.154.99 ton.

Pelaku usaha dan peternak merasakan sendiri penurunan produksi ini. Seperti Mustiadi, kelompok Ternak asal Pemenang Lombok Utara. Bukannya untung, ia malah buntung. Selain harga telur waktu itu anjlok, bibit ayam bantuan hanya menghasilkan bulir telur berdiameter kecil, membuat tidak laku di pasaran.

Semakin mengenaskan,  karena 500 ekor ayam itu mampu bertahan hingga pertengahan 2022. Memasuki akhir tahun, baru terdapat beberapa ekor yang mati dan mulai tidak bertelur, sehingga mereka terpaksa jual.

Karena jumlahnya berkurang dan masih ada ruang di kandang, Mustiadi kembali membeli 200-an ekor ayam baru. Jumlahnya pun menjadi 390 ekor dengan sisa ayam sebelumnya hingga Juni 2023.

Ketua Kelompok Ternak di Lombok Tengah, Fathi Dikla juga mengalami nasib serupa. Dari 500 ekor ayam petelur hanya 150 ekor yang tersisa. Pun panen, angka kesuksesannya tak mencapai 50 persen.

“Kita keluarkan uang sekitar Rp17 juta untuk beli pakan. Tapi tidak bertelur juga,” beber Fathi.

Gagal di Tingkat Kelompok

 Kepala Disnakeswan Provinsi NTB, Muhammad Riadi. Foto: Dok. Suara NTB

Pola hibah barang pada proyek ayam petelur ini longgarkan dari segi pertanggungjawaban realisasi. Kewajiban laporan PPK, hanya karena pemenuhan spesifikasi barang. Dinas Peternakan berdalih, tata kelolanya kembali kepada masyarakat.

“Permasalahan utamanya karena itu hibah, barang yang kita serahkan ke masyarakat. Tergantung masyarakat, mau manfaatkan atau malah jual,” pungkasnya.

Begitu juga penyampaian Kadisnakeswan NTB, H. Ahmad Riadi. Peternak atau pelaku usaha terlalu mengandalkan bantuan pemerintah. Padahal penyaluran bantuan sifatnya stimulan. 
Riadi tak ingin spesifik membahas bantuan tahun 2021 karena bukan pada masa jabatannya.

Tapi kondisi secara umum, pelaku usaha ayam petelur banyak yang menjual bantuannya. “Saya tanya kenapa tidak diisi lagi? (ternak), mereka ternyata tunggu bantuan dari pemerintah lagi,” ungkap Riadi.

Dalam pandangannya, kelompok penerima bantuan ini sudah berhasil. Terbukti sebagian besar sudah panen. Hanya saja, tidak ada itikad dari kelompok atau peternak melanjutkan secara mandiri. 
Sisi lain, mantan Kadistanbun NTB ini percaya, pekerjaan tim pengadaan tahun 2021 sesuai sesuai aturan. Meski tidak semua penerima adalah kelompok  ternak profesional, tapi pola pembinaan sudah maksimal.

“Yang namanya pembinaan, ada yang berhasil ada yang tidak. Namanya setiap program, ada potensi berhasil ada juga potensi gagal,” tutupnya. (*)

Tim Liputan:

  • Zulhaq Armansyah
  • Gusti Ayu Pramestia
  • Zifran Zabral
  • Khairurrizki
  • Muhammad Yamin

Koordinator Liputan:

  • Mugni Ilma
  • Gilang Sakti Ramadhan

Editor: Haris Al Kindi

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button