BERITA NASIONALPolitik

Pj. Kepala Daerah Diminta Segera Mundur Bila Ingin Maju di Pilkada 2024

Mataram (NTBSatu) – Sejumlah Penjabat (Pj.) Kepala Daerah dari Gubernur, Wali Kota dan Bupati mulai menunjukkan keinginannya ikut berkontestasi, pada Pilkada serentak 27 November 2024 mendatang. Hal ini terlihat dari banyaknya pemberitaan akan majunya Pj. Kepala Daerah yang ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Bahkan untuk di NTB, secara terang-terangan Pj. Gubernur NTB, Drs. H. Lalu Gita Ariadi mendaftar ke sejumlah partai politik (parpol) untuk mendapatkan tiket maju di Pilkada. Sementara, Pj. Kepala Daerah lainnya, seperti Pj. Wali Kota Bima, H. Mohammad Rum baru masuk dalam bursa yang digadang-gadang untuk maju.

Melihat banyak Pj. Kepala Daerah yang ingin maju, Mendagri, Tito Karnavian dikutip dari iNews Lombok, Jumat, 17 Mei 2024 menegaskan, bahwa mereka wajib mundur ketika akan mendaftar ke KPU.

Pihaknya juga akan segera membuatkan surat edaran kepada Pj. Kepala Daerah tersebut, terkait kekosongan jabatan nantinya. Sehingga, bila mundur dapat diisi segera oleh pejabat lainnya.

“Apakah 30 hari, 40 hari, sebelum tanggal 27 Agustus pendaftaran, mereka sudah kita berhentikan nantinya karena perlu waktu untuk mencari pengganti,” jelas Tito.

Menanggapi kebijakan Kemendagri tersebut, Wakil Ketua Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik UIN Mataram, Dr. Agus, M.Si., menyampaikan sebenarnya tidak elok bagi Pj. Kepala Daerah maju di Pilkada 2024.

Menurutnya, hal itu menyalahi secara etik dan administrasi publik. Sebab, dalam Permendagri yang mengatur tentang penunjukkan Pj. Kepala Daerah Tahun 2023, tugas dan fungsi pokok Pj. Kepala Daerah adalah melaksanakan tugas dan fungsi pokok gubernur, serta menyukseskan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada.

“Kalau kemudian sekarang, di beberapa tempat Pj. Kepala Daerah yang justru maju sebagai kontestan, saya pikir kurang tepat secara etik. Karena mereka ditugaskan untuk memfasilitasi dan menyukseskan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada,” jelas Agus kepada NTBSatu, Jumat, 17 Mei 2024.

Bila Pj. Kepala Daerah tersebut sudah memiliki keinginan dan siap mengikuti kontestasi Pilkada, dirinya meminta segera mundur. Hal itu perlu dilakukan agar tidak menimbulkan keresahan publik.

“Maka, mundur dulu dari Pj. Kepala Daerah, baru kemudian melakukan aktivitas politik. Berikan contoh yang baik kepada publik. Karena salah satu esensi Pemilu itu adalah media bagi negara untuk memberikan pendidikan politik,” ujar Agus.

Berita Terkini:

Ketika Pj. Kepala Daerah tidak mampu memberikan pendidikan politik yang baik, akan kurang elok untuk kesehatan demokrasi ke depannya.

“Seharusnya mundur dari sekarang kalau memang ingin maju, perlu ada kesadaran diri sebagai seorang ASN yang profesional. Apalagi, saya kira dipilihnya ASN jadi Pj. Kepala Daerah itu melalui seleksi dan pertimbangan yang matang, mereka dianggap mumpuni secara kepangkatan dan lainnya,” kata Agus.

“Nanti kalau Pj. Kepala Daerah-nya berpolitik, bagaimana dengan ASN yang lain,” tambahnya.

Pengamat Politik UIN Mataram ini juga menyoroti belum adanya aturan yang mengatur Pj. Kepala Daerah, apakah bisa ditindak ketika melakukan kegiatan politik praktis.

Namun, Agus mengatakan, Bawaslu bisa menindaknya dengan menggunakan Undang-Undang ASN. Termasuk, ketika Pj. Kepala Daerah mendaftarkan diri ke parpol.

“Pj. Kepala Daerah itu dari ASN, maka seluruh ASN pasti diikat oleh Undang-Undang ASN. Dalam Undang-Undang tersebut dengan tegas melarang ASN terlibat dalam politik praktis,” terangnya.

Ketika ada Pj. Kepala Daerah mendaftar diri ke parpol untuk menjadi calon gubernur, wali kota, atau bupati, maka itu bagian dari kegiatan politik praktis.

“Jadi sebetulnya Bawaslu bisa masuk lewat Undang-Undang ASN. Kerja Bawaslu tidak harus berpedoman pada Undang-Undang Pilkada saja, tetapi bisa menggunakan Undang-Undang yang lain,” tegas Agus.

Tinggal nanti ketika Pj. Kepala Daerah terbukti melakukan kegiatan politik praktis, Bawaslu dapat memberikan rekomendasi ke Komisi ASN (KASN).

“Nanti KASN yang memberikan sanksi kepada Pj. Kepala Daerah tersebut. Bawaslu tidak punya otoritas memberikan tindakan. Hanya memiliki batas pengawalan administratif terhadap setiap orang dan setiap,” tandas Agus. (JEF)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button