ADVERTORIAL

Tablig Akbar di Ummat, UAS Sampaikan Teladan Nabi Muhammad yang Mempersatukan Umat

Mataram (NTBSatu) – Ribuan umat Muslim Kota Mataram menghadiri Tablig Akbar bersama Ustadz Abdul Somad yang digelar Universitas Muhammadiyah Mataram (Ummat), pada Jumat malam, 26 April 2024.

Tablig Akbar yang digelar di lapangan kampus Ummat itu bertemakan tentang “Agama dan Budaya sebagai Fondasi Mencerahkan Indonesia’.

Rektor Ummat, Dr. Abdul Wahab, M.A., dalam sambutannya mengucapkan selamat datang kepada Ustadz Abdul Somad yang dapat hadir di kampus Ummat.

“Alhamdulillah Ustadz Abdul Somad dapat hadir pada malam ini di kampus kita semua. Mudah-mudahan beliau bisa dapat kembali,” ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, Rektor juga menyampaikan kepada para jemaah bahwa Ummat akan mendirikan Fakultas Kedokteran.

Berita Terkini:

“Kami mohon izin kepada bapak ibu, Ummat saat ini sedang proses mendirikan Fakultas Kedokteran. Mudah-mudahan dengan doa bapak ibu proses perizinannya cepat keluar,” harapnya.

Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) NTB, Dr. H. Subhan Abdullah Acim, MA., juga turut mengucapkan selamat datang kepada Ustadz Abdul Somad yang dikenal dengan panggilan UAS.

Ustadz Abdul Somad (kedua dari kiri) bersama Rektor Ummat, Abdul Wahab (ketiga dari kiri) saat kegiatan Tablig Akbar yang digelar di lapangan kampus Ummat, Jumat malam, 26 April 2024. Foto: Dok Ustadz Abdul Somad Official

“Nikmat yang luar biasa kita berjumpa dengan beliau dan perjumpaan ini adalah silaturahim. Serta, menjaga keorganisasian masyarakat kita, yakni Universitas Muhammadiyah Mataram maupun Pengurus Wilayah Muhammadiyah,” jelasnya.

Usai sambutan, kegiatan Tablig Akbar pun dilanjutkan dengan penyampaian ceramah oleh Ustadz Abdul Somad. Dalam ceramahnya, ia meminta kepada seluruh umat muslim di Indonesia untuk tidak mudah terpecah-belah hanya karena perbedaan budaya antar sesama umat.

Sebab, menurutnya, saat ini mau dibenturkan antara agama dengan budaya. Kalau seseorang beragama, ia meninggalkan budaya. Kalau seseorang berbudaya, maka sudah tidak beragama.

“Kalau ada yang mempertentangkan itu, maka sesungguhnya dirinya tidak belajar bagaimana ketika Islam datang. Islam datang hanya melarang budaya-budaya yang kira-kira mengganggu, merusak akidah seorang muslim. Adapun yang tidak merusak, maka Islam membiarkan begitu saja,” terang UAS.

Dai kondang asal Sumatera Utara itu mencontohkan, seperti halnya ketika Islam datang, Ka’bah sudah ada kelambunya yang disebut dengan kiswah.

“Itu tidak ada ayat yang menyuruh untuk Ka’bah diberikan kiswah. Itu dibuat oleh Raja Himyar dari Yaman, dia bernazar kalau nanti menang perang, maka Ka’bah itu akan dikasih kelambu dari sutra,” kata UAS.

Ribuan umat muslim Kota Mataram yang hadir dalam kegiatan Tablig Akbar bersama Ustadz Abdul Somad di lapangan Ummat, Jumat malam, 26 April 2024. Foto: Zhafran Zibral

“Kabarnya harga kelambunya dari Rp17 miliar dan tetap sampai saat ini dipasangkan,” sambungnya.

Ketika Nabi Muhammad saw., datang, Nabi pun tak melarang kiswah tersebut karena dianggap bagus. Serta, tidak bertentangan dengan akidah.

Begitu juga saat seorang anak baru lahir, terdapat tradisi tujuh hari disembelihkan atau dipotongkan kambing yang disebut dengan akikah.

“Pada waktu zaman Nabi Muhammad saw., setelah kambingnya dipotong, darahnya dioleskan ke kepala bayi. Ini bertentangan dengan ajaran Islam karena darah termasuk najis. Sehingga, tradisi itu dihilangkan, tetapi menyembelih kambingnya tetap dilanjutkan sampai saat ini,” ujar UAS.

Begitu juga ketika hari raya kurban, menyembelih sapi dan kambing, lalu darahnya diambil dan ditempelkan ke dinding Ka’bah waktu itu. Lalu, kepala kambingnya dipukul-pukul ke Ka’bah.

“Ketika Nabi Muhammad saw., datang turun ayat bahwa darah dan dagingnya tidak sampai ke Allah Swt. Yang sampai hanya ketakwaan. Sehingga, itu dihilangkan, sementara menyembelihnya diteruskan,” tutur UAS.

Memakai peci juga merupakan bagian dari budaya, kreasi, dan hasil cipta, karsa perbuatan manusia. Bukan datang dari Allah Swt.

“Ada yang pakai peci putih sunah, peci hitam yang datang dari budaya Indonesia asli. Tetapi kita tidak pernah saling mengejek maupun mengolok. Ada yang pakai jubah, sarung, celana panjang, dan kita tidak saling mengejek, menghina,” ungkap UAS.

Sebab, yang dilihat bukan kebudayaannya memakai apa, tetapi jubah, celana, dan sarung itu sama-sama digunakan untuk menutup aurat.

“Karena agama Islam mengajarkan, pakailah yang menutup dari pusar sampai lutut. Apapun yang dipakai kalau dia menutup dari pusar sampai lutut, itu sudah menjadi ajaran agama,” tegasnya.

Sehingga, agama dan budaya itu merupakan pondasi untuk mencerahkan Indonesia. “Buktinya, sampai hari ini, Indonesia tetap terjaga dan tetap terpelihara,” pungkas UAS. (JEF/*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button