Akibat tidak tahan dengan kondisi tersebut, M bersama teman-temannya mengajukan pengunduran diri, tetapi ditolak. Syarat mengundurkan diri adalah harus mengganti biaya yang telah dikeluarkan perusahaan. Besarannya berkisar Rp13-17 juta per orang.
“Waktu itu dikenakan ganti rugi Rp13 juta. Kami minta dirincikan itu biaya apa aja, tetapi tidak pernah diberikan,” ungkap M.
Pasca itu, intimidasi yang diterima semakin besar, handphone mereka pun sampai disita oleh perusahaan. Sudah jenuh mengalami intimidasi, M bersama dengan lima temannya kemudian merencanakan untuk kabur dari kamar yang mereka tempati di lantai 4.
Lalu tepat malam pencoblosan Pemilu 2024 yaitu tanggal 13 Februri lalu, mereka melancarkan aksi tersebut. Mereka mencongkel paku trali hingga terbuka menggunakan pisau. Setelah berhasil, mereka kabur dengan cara melompat dari lantai empat ke lantai tiga menggunakan seutas kain tenun.
“Usaha kami buka trali itu sangat lama, itu dari magrib sampai pukul 03.00 dini hari,” ungkapnya.
Berita Terkini:
- Pengendalian Inflasi NTB Telan Anggaran Rp295,33 Miliar
- Pembalap ARRC 2024 Sempatkan Nikmati Mandalika Sebelum Balapan
- Didampingi Staf Ahli Wapres, Aji Rum Kawal Penuntasan Lahan Pembangunan IAIN Bima
- Inspektorat Audit Investigasi Keuangan Rp32 Miliar PT GNE
Setelah berhasil melarikan diri dari penampungan, mereka kemudian bertemu dengan seorang Babinsa. Mereka pun dibantu melarikan diri dan ditampung di selama 37 hari.
“Perusahan datangi kami disuruh balik ke penampungan, tapi kita tidak mau, lebih memilih balik kampung. Atas dasar itu kami kemudian dilaporkan ke polisi” ucapnya.
Bersama bantuan warga setempat, mereka kemudian melaporkan balik pihak perushaan ke Mapolres Kota Malang. Kini mereka masih menunggu untuk proses persidangan.
“Kami juga menuntut perushaan agar memberikan biaya ganti rugi, serta berkas-berkas yang disita,” ujarnya. (MKR)