“Ada 3 isu. Pertama, soal predatory pricing. Kedua, tentang algoritma yang bisa disalahgunakan. Dan ketiga, terkait barang-barang impor dari negara lain,”papar Menteri Budi, melansir Tribunnews, Rabu, 4 Oktober 2023.
Oleh karena penetapan harga yang sangat rendah, yang seringkali di bawah Harga Pokok Produksi (HPP), TikTok Shop dituding predatory pricing. Hal ini dapat memicu persaingan tidak sehat dan memonopoli pasar.
Baca Juga : Daftar Peringkat 10 Besar Media Online di NTB Menurut “Similarweb”
Selain itu, model transaksi jual-beli di TikTok Shop disebut menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang digemari konsumen. Melalui algoritma, TikTok Shop dapat mengetahui minat dan ketertarikan pengguna.
Menkominfo melanjutkan, yang menjadi perhatian serius juga, cukup banyak ditemui barang-barang impor yang dijual pada platform tersebut. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan, TikTok Shop hingga saat ini belum dikenakan pajak e-commerce, namun perusahaan tersebut sudah melakukan transaksi jual-beli.
Pihak TikTok Indonesia menyebut prioritas utama mereka saat ini adalah menghormati dan mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia terkait langkah dan rencana kami ke depan,” pungkas pihak Tiktok. (STA)
Baca Juga : Dewan Tanggapi Keluhan Anggaran KPU dan Bawaslu, Sebut APBD Sedang tak Baik baik Saja