Mataram (NTB Satu) – Agustus mendatang, harta karun Lombok akan diserahkan oleh Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Indonesia. Harta karun berjumlah 355 unit itu, akan langsung disimpan pada Museum Nasional Indonesia.
Menanggapi itu, Politisi Golkar NTB, Lalu Satriawandi mengatakan, pada prinsipnya tidak ada persoalan di mana pun penempatannnya. Asalkan sesuai dengan regulasi. Apalagi menurutnya, ini sebagai langkah perbaikan hubungan antar kedua negara.
“Ya, itu kan sebenarnya kan terkait hubungan negara dengan negara luar, mungkin ada aturan-aturan khusus yang menyatakan seperti itu,” ujarnya Rabu, 12 Juli 2023.
Penempatan harta karun di Museum Nasional itu kemungkinan telah memiliki aturan khusus sehingga harus ditempatkan disana.
“Sehingga mungkin terkait masalah harta karun barangkali regulasi secara nasional sudah ada,” katanya.
Karena itu, ia menilai faktor keamanan pun menjadi salah satu pertimbangan kenapa harta karun Lombok itu akan ditempatkan di sana.
“Yang membuat negara hadir disitu untuk mengamankan, harta karun dari daerah yang lebih-lebih menjadi harta karun negara juga jadi tidak bisa dipisahkan,” tandasnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) belum bisa memastikan, kepastian kepulangan 335 harta karun Lombok ke tanah air. Termasuk juga, 117 benda bersejarah yang dikembalikan lainnya.
Melalui keterangan resminya, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid mengatakan, pihaknya masih membicarakan jadwal kepulangan benda bersejarah tersebut bersama Pemerintah Belanda.
“Terkait kapan pastinya 472 benda bersejarah itu pulang ke tanah air, belum bisa dipastikan kapan. Kami masih membicarakannya dengan Pemerintahan Belanda mengenai jadwalnya dan mekanismenya, agar tetap terjaga,” ujarnya, dikutip dari historia.id, Selasa, 11 Juli 2023.
Pihaknya hanya bisa memastikan, kalau benda-benda tersebut telah tiba di Indonesia, pihaknya akan menggelar sejumlah pameran. Pameran ini bisa menjadi kesempatan napak tilas sejarah yang hilang.
“Yang saya bisa pastikan, ketika benda-benda itu dibawa pulang akan ada pameran-pameran dan akan bisa diakses publik. Karena ini pengembaliannya, bukan sekadar persoalan memulangkan kembali benda-benda itu. Tetapi juga mengintegrasikan kembali pada kisah-kisah yang hilang, mengintegrasikan kembali dengan narasi sejarah Indonesia,” terangnya.
Bahkan, sebelum proses pengembalian ini dilakukan, kata Hilmar, sejak dua tahun lalu, Tim Repatriasi Koleksi asal Indonesia di Belanda terus menjalin komunikasi dengan Komite Koleksi Kolonial Belanda membahas makna dan cerita sejarah dari benda tersebut. (ADH)