Mataram (NTB Satu) – Hari Raya Idul Adha sebentar lagi. Tahun ini perintah menetapkan Hari Raya pada 29 Juni 2023 mendatang.
Sejatinya, kurban tidak hanya seremonial belaka untuk menjaga tradisi, melainkan tersimpan makna mendekatkan diri kepada Allah. Selain menaati perintah Tuhan, kurban Idul Adha juga sebagai ajang berbagi daging kepada fakir miskin yang membutuhkan.
Mungkin banyak umat Islam familiar bahkan sudah khatam dengan kurban. Meskipun begitu, ada 6 fakta yang masih jarang diketahui atau sering tertukar tentang apa itu kurban, baik sebagai ibadah dan tradisi. Berikut penjelasannya.
Baca Juga:
- Imbas Perampingan OPD, Sejumlah Pejabat Pemprov NTB Dipastikan Kehilangan Jabatan
- Interpelasi DAK 2024 Akhirnya Masuk Paripurna, Selanjutnya Tergantung Fraksi
- Kesulitan Intervensi Ponpes Bermasalah, Kanwil Kemenag NTB Dorong Aparat Proses Hukum
- Lantik 83 PPIH Embarkasi Lombok, Wakil Gubernur Apresiasi Pelayanan Haji di NTB
1. Qurban secara bahasa artinya bukan menyembelih
Melansir dari Dompet Dhuafa, kurban berasal dari kata qariba yaqrobu qurbanan wa wirbanan yang artinya mendekat. Kurban mengandung makna sebagai ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana Nabi Ibrahim mengorbankan anaknya untuk patuh pada perintah Allah.
Lalu, kurban dilaksanakan pada hari raya Idul Adha berasal dari kata “udhiyyah” yang merupakan bentuk jamak dari “dhaniyyah” artinya waktu dhuha. Hal tersebut berkaitan dengan waktu penyembelihan hewan kurban yang dilakukan setelah shalat Idul Adha.
Penyembelihan hanya dilakukan pada tanggal tertentu, yaitu pada 10 Dzulhijjah dan tiga hari tasyrik 11,12,13 Dzulhijjah. Secara praktiknya, kurban artinya sembelihan. Kemudian, kurban merupakan syiar Islam yang Allah syariatkan dalam Al Quran.
2. Pertanian sempat jadi bahan kurban
Sebelum Allah menguji keimanan Nabi Ibrahim, Allah telah menurunkan tanda untuk berkurban pada anak-anaknya Nabi Adam, yakni Qabil dan Habil. Saat itu Allah memerintahkan Nabi Adam agar anak-anaknya menikah secara silang, bukan dengan saudara kembarnya sendiri. Susunannya, Habil dengan Iqlima, Qabil bersama Labuda. Akan tetapi Qabil menolak karena Labuda tidak secantik Iqlima.