Hukrim

Dr Imam Sofian: Penegak Hukum Harusnya Lebih Peka pada Kasus Siti Zubaedah dkk.

Mataram (NTB Satu) – Tiga hari lagi tepatnya 13 Mei 2023, Siti Zubaedah bersama enam rekannya sesama pedagang kaki lima harus menjalani hukuman penjara.

Hukuman yang harus dijalani berdasar pada putusan hakim Pengadilan Negeri Mataram nomor 5/Pid.C/2023/PN Mtr tanggal 16 Maret 2023.

Putusan hakim ini banyak diperbincangkan publik karena dinilai cukup mencederai perasaan banyak masyarakat. Lagi-lagi penegakan hukum di negeri ini harus berbenturan dengan hati nurani masyarakat banyak.

Kasus Siti Zubaedah dan kawan-kawan yang dilaporkan secara pidana karena tindak penggeregahan lahan, diproses hukum dan dijatuhi pidana 14 hari kurungan penjara.

“Kasus ini mendapat perhatian banyak pihak karena tampaknya upaya penegakan hukum seperti sedang berhadap-hadapan dengan hati nurani dan kemanusaiaan,” ungkap praktisi hukum NTB, Dr Imam Sofian, SH.,MH.

Menurut Imam, upaya penegakan hukum tidak jarang terasa tidak manusiawi. Terlebih jika keputusan hakim harus dihadapkan pada realita dimana kondisi terdakwa akan menjadi sorotan masyarakat.

Seperti pada kasus Siti Zubaedah yang dikabarkan sedang dalam kondisi hamil 5 bulan dan juga harus merawat 3 anaknya yang lain.

“Aparat penegak hukum akan langsung tampak tidak berperasaan saat berhadapan dengan kasus seperti ini. Terlebih saat banyak yang mem-framing kasus ini tampak seperti pertarungan tak seimbang antara si miskin pedagang kaki lima dan si kaya pemilik lahan,” sambung Imam.

Menurutnya, hukum harus bertindak dan berjalan sesuai aturan yang baku dan jelas. Karena jika tidak, akan terjadi ketidak pastian hukum di tengah masyarakat.

Namun praktik upaya penegakan hukum juga tidak wajib berjalan seperti berkacamata kuda. Karena banyak alternatif yang bisa ditempuh oleh aparat penegak hukum, termasuk oleh hakim saat menjalankan tugas mulianya.

“Walau bagaimanapun juga putusan telah diucapkan dan kita harus menganggapnya benar, meskipun mungkin kita tidak peru menghormatinya,” sambung Imam.

“Seharusnya kasus tersebut dapat diselesaikan dengan pendekatan restorative justice yang lebih menitik beratkan pada kondisi terciptanya keadilan, keseimbangan bagi para pelaku serta korbannya sehingga sebisa mungkin tidak sampai ke Pengadilan,” papar pria yang juga menahkodai Bidang Hukum di Partai Demokrat tersebut.

Imam berharap agar para hakim memiliki terobosan hukum yang terkadang tidak bisa dipenuhi oleh peraturan perundang-undangan yang ada.

“Dengan pendekatan Politic Judicial Activism, putusan-putusan yang dibuat dapat menjadi alternatif untuk mewujudkan keadailan yang dapat diterima oleh masyarakat,” pungkas Imam. (HAK)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button