Mataram (NTB Satu) – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 2018 lalu, telah meluncurkan Indeks Pemajuan Kebudayaan (IPK). IPK bertujuan untuk mengukur capaian kinerja pembangunan kebudayaan, bukan mengukur nilai budaya suatu daerah.
Kemendikbudristek pun mencatat IPK di Provinsi NTB terakhir pada 2021 dengan rentang 0-100, sebesar 54,73. Data 2021 ini menunjukkan penurunan poin dari tahun sebelumnya, yaitu 59,92 pada 2018; 62,56 pada 2019; dan 61,26 pada 2020.
Hal tersebut tentu menjadi catatan bagi seluruh pihak untuk melakukan perbaikan pembangunan kebudayaan pada tahun selanjutnya.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Dikbud Provinsi NTB, Lalu Abdurrahim, S.Pd., M.H., menyampaikan perlunya kolaborasi bersama untuk melakukan perbaikan pembangunan kebudayaan.
“Kami tidak bisa sendiri, karena ini tidak hanya tentang sektor pendidikan dan kebudayaan saja. Tetapi, ada aspek ekonomi dan sosial juga,” ungkap Abdurrahim kepada NTBSatu, Jumat, 5 Mei 2023.
Melalui laman resmi ipk.kemdikbud.go.id, terdapat tujuh dimensi yang menjadi indikator penilaian dalam IPK. Ada ekonomi budaya, pendidikan, ketahanan nasional budaya, warisan budaya, ekspresi budaya, budaya literasi, dan kesetaraan gender.
“Dari tujuh dimensi, hanya satu yang mengalami kenaikan poin, yakni pendidikan. Enam lainya turun semua, paling rendah dimensi ekspresi budaya,” jelas Abdurrahim.
Rincian poin IPK NTB 2021, dimensi pendidikan mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, 69,22 pada 2020; 2021 menjadi 71,61. Kemudian, yang poinnya di atas 50, yakni dimensi ketahanan nasional budaya 64,36 dan budaya literasi 54,22.
Kemudian di bawah 50 poin, dimensi ekonomi budaya 47,97; warisan budaya 47,08; kesetaraan gender 43,18; dan ekspresi budaya 31,43.
“Meskipun ada enam dimensi yang poinnya turun pada 2021, hanya tiga dimensi yang masuk kategori merah. Ada dimensi ketahanan nasional budaya, budaya literasi, dan kesetaraan gender. Hal ini karena poinnya masih di bawah poin nasional,” tambah Abdurrahim.
Abdurrahim pun berharap, ke depan poin IPK di NTB, terutama yang masih kategori merah bisa terus meningkat. Sebab, IPK dapat berperan menjawab sejumlah persoalan di daerah, khususnya kebudayaan yang bersifat lintas sektoral.
“IPK merupakan basis data yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Data-datanya memiliki kekuatan dan kepentingan strategis membantu pengambil kebijakan untuk memformulasikan arah pembangunan kebudayaan yang lebih konkret. Serta, tepat sesuai kondisi daerah,” pungkas Abdurrahim. (JEF)