Hukrim

Polda NTB Tunggu Ekspos Jaksa Terkait Kasus Poltekkes Kemenkes Mataram

Mataram (NTB Satu) – Penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Bantu Belajat Mengajar (ABBM) di Poltekkes Mataram terus berlanjut. Penyidik Dit Reskrimsus Polda NTB kini menunggu ekspos resmi dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB untuk proses selanjutnya.

“Berkas perkara tersebut sudah kami kirim ke Kejati NTB. Jadi kami tunggu dari Jaksa hasil eksposnya,” ungkap Kabid Humas Polda NTB, Lalu Muhamad Iwan M., kemarin.

Kabid Humas secara tegas memastikan penanganan terhadap perkara tersebut akan terus berproses. Terlebih sebelumnya, penyidik sudah mentapkan dua orang sebagai tersangka, inisial Z dan A.

“Kasus ini pasti berlanjut, beberapa waktu lalu juga sudah kami tetapkan dua orang sebagai tersangka,” bebrnya.

Namun, terkait dengan kerugian negara sendiri, Kabid Humas masih enggan menyebutnya. Termasuk dalam hal ini, soal identitas pejabat yang menjadi tersangka tersebut.

Sebagai informasi, pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar (ABBM) bersumber dari APBN Tahun 2017 yang tersalurkan melalui Kementerian Kesehatan RI dengan anggaran Rp19 miliar. Pembelian barang ABBM itu melalui E-Katalog.

Namun ada yang secara langsung melalui sistem tender, di mana ada tujuh perusahaan penyedia memenangkan tender, dengan melibatkan 11 distributor. Salah satu item itu di antaranya boneka maneken. Rencananya alat tersebut akan berguna untuk menunjang praktik di jurusan perawat, bidan, gizi, dan analis kesehatan.

Namun, barang yang bersumber dari pengadaan tersebut, sebagian tidak bisa dimanfaatkan sehingga berstatus mangkrak. Alasan pihak kampus tidak bisa menggunakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan kurikulum belajar.

Dari kasus ini, sebelumnya muncul temuan dari Inspektorat Jenderal Kemenkes RI senilai Rp4 miliar. Angka tersebut masih bersifat umum karena tidak hanya muncul dari Poltekes Kemenkes Mataram saja, melainkan ada dari Poltekkes Banda Aceh dan Tasikmalaya, Jawa Barat.

Penyidik pun pernah meminta salinan dari temuan Itjen Kemenkes RI untuk kebutuhan audit kerugian negara. Namun, Itjen menolak permintaan tersebut sehingga penyidik menelusuri kerugian dengan menggandeng BPKP. Karena terkesan lamban sejak penanganan di tahun 2018, kasus ini sempat mendapat sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (MIL)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button