Lombok Barat

Kisah Irma Lestari, Berjuang Tembus Jadi PMI Turki, Keluarga Terima Kabar Jadi Mayat

Mataram (NTB Satu) – Kepergian Irma Lestari, WNI asal Lombok akibat gempa Turki meninggalkan duka bagi keluarga. Sebagai tulang punggung keluarga, Irma jadi salah satu tumpuan sumber pendapatan. Namun takdir berkata lain, ia meninggal tertimpa runtuhan gempa di Kota Dyarbakir, Turki.

Bagaimana kisah hidupnya? Berikut wawancara ntbsatu.com dengan keluarganya di RT 08 Dusun Perampuan Desa Perampuan, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat.

Irma merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, buah hati dari pasangan Nahrawai dan Renah. Dia lahir di Dusun tersebut, Kabupaten Lombok Barat pada 19 Januari 1990.

Namun, sejak kedua orang tuanya berpisah beberapa tahun lalu, Irma memilih untuk mengikuti ibunya dan tinggal di Denpasar, Bali.

“Sedangkan saya beserta kakaknya Kasdianto dan adiknya Oskar Yamani tetap tinggal di Lombok,” ungkap ayah Irma Lestari, Nahrawi, kepada ntbsatu.com, Minggu, 19 Februari 2023.

Di Bali, lanjut Nahrawi, Irma menikah dengan seorang pria asal Jombang, Jawa Timur. Dari hasil pernikahan tersebut, melahirkan dua orang anak.

IKLAN

Pertama, Alwi Putra Bali Sandi yang masih duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar dan adiknya, Salwa yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak.

Namun, hubungan Irma dengan suaminya tidak bertahan lama. Keduanya kemudian bercerai. “Nah, setelah bercerai, dia bilang ke saya kalau dia mau pergi ke Turki,” ungkap Nahrawi.

Keinginan Irma untuk pergi ke negara berjulukan transkontinental tersebut sempat tidak direstui oleh sang ayah. Namun karena alasan demi melanjutkan kehidupan dan masa depan kedua anaknya, Irma tetap melanjutkan keinginannya.

“Jadi sebelum ke sana, dia (Irma, red) pergi kursus berbagai bahasa negara lain di Bali untuk mendapatkan sertifikat,” jelas Nahrawi.

Setelah mendapatkan sertifikat, Irma berangkat ke Turki tanpa sepengetahuan sang ayah. “Saya tidak tau dia pergi hari apa, tanggal berapa, tiba-tiba ada informasi dia sudah di Turki,” lanjutnya.

Nahrawi mengaku, sejak kepergian Irma ke Turki, dirinya tak pernah menjalin komunikasi dengan anak perempuan satu-satunya tersebut. “Dia jarang, bahkan tidak pernah berkomunikasi dengan saya. Paling dengan kakak atau ibunya di Bali,” kata Nahrawi.

Beberapa hari sebelum gempa denga kekuatan magnitudo 7,9 melanda Turki, Nahrawi mengaku beberapa kali merasakan isyarat yang tidak baik. “Batin saya seperti bergejolak begitu,” ungkapnya.

Selain itu, kelopak mata kiri Nahrawi juga bergetar selama dua hari, kemudian turun ke lengannya. Kejadian serupa juga dirasakan kakak Irma, Kasdianto. “Dan ternyata benar, ada musibah datang ke kami,” lanjutnya.

Bagaimana sosok Irma Lestari di mata sang kakak?

Kasdianto menjelaskan, sang adik merupakan sosok perempuan yang ceria. Dalam pergaulannya dengan masyarakat, Irma tidak diam, juga tidak banyak berbicara.

Mengetahui Turki dilanda gempa, Kasdianto menghubungi ibunya dan menanyakan daerah tempat adiknya. “Setelah saya tahu bahwa Kota Dyarbakir adalah tempat Irma bekerja, saya browsing dan di kota itu juga terjadi gempa,” ungkapnya.

Setelah itu, Kasdianto hanya bisa menyerahkan nasib adiknya tersebut kepada Tuhan, dan berharap Irma akan selamat. “Namun takdir Allah berkata lain, saya dihubungi Lalu Muhammad Iqbal (Dubes Indonesia untuk Turki, red) bahwa dia ditemukan pada pembongkaran terakhir,” lanjutnya.

Rencananya, jenazah Irma akan dimakamkan di Desa Perampuan, di pemakaman keluarga. Sedangkan kedua anaknya akan tinggal bersama Renah di Bali.

“Nanti anak-anaknya dan ibu (Renah, red) akan datang ke Lombok selama beberapa minggu, ikut pemakaman dan acara zikiran,” ungkap Kasdianto.

Keluarga Irma juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden RI Joko Widodo dan duta besar (Dubes) Indonesia untuk Turki, Lalu Muhammad Iqbal karena telah membawakan jenazah Irma ke Lombok. “Kami juga sudah mengikhlaskan kepergian anak kami,” pungkas Nahrawi.

Diberitakan sebelumnya, Irma Lestari ditemukan di reruntuhan Apartemen Galeria di Kota Dyarbakir, Jumat 17 Februari 2023 bersama rekannya, Ni Wayan Supini asal Bali.

Kedua korban merupakan pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai spa therapis professional di Dyarbakir. Jenazah akan diberangkatkan dari Adana ke Jakarta tanggal 22 Februari 2023. (KHN)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button