Hukrim

Dituding Nikmati Fee Proyek, Terdakwa Shelter Tsunami Bakal Polisikan Direktur PT BKM

Mataram (NTBSatu) – Terdakwa dugaan korupsi proyek pembangunan gedung tempat evakuasi sementara (TES) atau Shelter Tsunami Lombok Utara, Aprialely Nirmala akan memolisikan Direktur PT Barokah Karya Mataram (BKM), Robinzandhi.

Hal itu terkait pemberian keterangan yang tidak benar atau palsu sebagai saksi.

Penasihat hukum Aprialely Nirmala, Aan Ramadhan menjelaskan, keterangan Robinzandhi tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Isinya, menuding Aprialely menikmati fee proyek Rp1 miliar lebih dari permintaan Dwi Agustianto kepada PT Waskita Karya sebagai pemenang lelang. Harga penawarannya Rp19,6 miliar.

Aan menegaskan, tudingan itu tidak benar. “Tidak ada bukti yang menyatakan klien kami ini menerima,” katanya, Jumat, 14 Maret 2025.

IKLAN

Pada BAP penyidikan KPK, Robinzandhi sebagai Direktur PT BKM mengikutkan perusahaannya dalam lelang proyek tersebut. Kemudian menyebut, semua kontraktor di Lombok mengetahui Aprialely yang juga PPK proyek, merupakan orang kepercayaan Kadis Pekerjaan Umum NTB, Dwi Sugianto.

Kepada penyidik ia juga menyebut, Dwi Sugianto menetapkan fee proyek sebesar Rp1,5 miliar. Angka itu bagi perusahaan yang berminat memenangkan lelang proyek Shelter Tsunami.

Mendengar kabar Teddy Irjanto sebagai Kepala PT Waskita Karya Cabang NTB tersebut, Robinzandhi yakin Aprialely sebagai orang kepercayaan Dwi ikut menerima jatah.

“Dalam persidangan, Robinzandhi ini tidak dapat membuktikan keterangannya dalam BAP itu,” jelas Aan.

JPU dalam persidangan pun mengingatkan Robinzandhi, jika keterangannya tidak mendasar, bisa memberatkan Aprialely Nirmala sebagai terdakwa.

Tanggapan Direktur PT Global Mas

Gematullah, Direktur PT Global Mas, pemilik perusahaan yang ikut lelang proyek bersama PT BKM dan PT Waskita Karya, hadir juga memberikan kesaksian.

Di hadapan hakim, Gematullah menepis bahwa ia memberikan informasi bahwa Aprialely Nirmala menikmati fee proyek dari Dwi Sugianto.

“Jadi, karena keterangan Robinzandhi ini klien kami diberatkan. Ia menganggap klien kami menerima bagian dari fee proyek. Padahal, itu hanya asumsi, ia tidak ketahui secara pasti dan itu terungkap sebagai fakta persidangan Rabu kemarin (12/3),” beber Aan.

Buntutnya, Aprialely Nirmala merasa dirugikan. Aan mengaku akan melaporkan yang bersangkutan atas dugaan memberikan keterangan palsu atau tidak benar.

Penasihat hukum berencana melapor ke Polda NTB setelah lebaran Idulfitri dengan merujuk pada Pasal 242 ayat (2) KUHP.

Pemberian keterangan palsu ini juga ada dalam tindak pidana korupsi sebagaimana teratur dalam Pasal 22 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Sekarang kami sedang siapkan kelengkapan materi laporan,” kata Aan. Salah satunya adalah menyertakan keterangan Robinzandhi dalam BAP penyidikan KPK. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button