Mataram (NTBSatu) – Tiga terdakwa korupsi Lombok City Center (LCC) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Selasa, 10 Juni 2025.
Ketiga terdakwa itu Mantan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony; Eks Direktur PT Bliss Pembangunan Sejahtera, Isabel Tanihaha; dan Mantan Direktur PT Tripat, Lalu Azril Sopandi. Mereka menjalani sidang secara terpisah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, mendakwa Zaini Arony dan dua lainnya merugikan negara Rp39,4 miliar. Angka itu berdasarkan Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Bliss dengan PT Tripat tahun 2013. Hingga berdiri bangunan Mall LCC yang berada di Jalan Ahmad Yani, Gerimak, Narmada, Lombok Barat.
Kasus bermula ketika Zaini Arony mengajak Lalu Azril bertemu di Kantor Bupati Lombok Barat pada Juni 2013 lalu. Di sana, Isabel Tanihaha, Martin Tanihaha, dan Isac Tanihaha.
Rencananya, di lahan seluas 8,4 hektare tersebut akan dibangun mall, tempat wisata, waterpark, rumah sakit, dan perumahan. Untuk melanjutkan tindakan itu, terdakwa Azril diminta untuk menindaklanjuti proses kerja sama.
“Hasil dari pertemuan itu, PT Bliss bersurat ke PT Tripat yang pada pokoknya berisi PT Bliss berminat untuk mengembangkan lahan milik Pemkab Lombok Barat itu,” kata Ema Muliawati mewakili JPU.
PT Tripat pun menyambut baik surat tersebut. Mereka membalas surat dari PT Bliss atas ketertarikannya berinvestasi. Bentuk tindak lanjutnya, Bupati dua periode tersebut menggelar rapat.
Isinya meminta PT Tripat menyusun langkah persiapan melakukan perjanjian kerja sama. “Pada tanggal 16 Agustus, PT Tripat mengajukan permohonan persetujuan ke bupati. Selanjutnya permohonan itu disetujui,” bebernya.
Surat persetujuan itu selanjutnya disampaikan ke Direktur PT Bliss, Isabel Tanihaha. Kemudian kedua belah pihak menyusul kerangka kerjasama pada 28 Oktober 2013.
Sebelum kontrak kerjasama aset tersebut ditandatangani. Berupa lahan tempat berdirinya bangunan Mall LCC dialihkan ke PT Tripat. Jenisnya, Hak Guna Bangunan (HGB).
Penandatanganan Kerja Sama 2013
Setelah itu, berlanjut dengan penandatanganan KSO di Hotel Sentosa, Senggigi pada tanggal 8 November 2013.
Isi KSO, pihak PT Bliss berkewajiban untuk menyelesaikan pembangunan Mall LCC selama 24 bulan. Terhitung semenjak penandatanganan kerja sama dan setelah izin-izin selesai. Begitu juga dengan pembangunan rumah sakit.
Selain itu, aset tersebut diberikan kepada PT Bliss untuk diagunkan sebagai modal untuk membangun Mall LCC. Tindakan tersebut melanggar peraturan perundang-undangan. “Namun, tetap ditandatangani Bupati Lobar,” bebernya.
Atas persetujuan itu, sekitar awal tahun 2014 Lalu Azril menyerahkan sertifikat lahan Pemda tersebut ke PT Bliss. PT Bliss kemudian mengagunkan sertifikat ke Bank Sinarmas. Dari sana perusahaan tersebut mendapatkan pinjaman Rp263 miliar.
Pencairan kredit itu bisa dilakukan jika mendapat persetujuan dengan tandatangan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony. Hal itu sesuai Akta Nomor 32 Tahun 2014 tanggal 20 Juni 2014.
Berangkat dari modal itu, PT Bliss membangung gedung mall LCC. Proses pengerjaan sekitar Desember 2015. “Mulai beroperasi pada awal tahun 2016 sampai akhir 2017 yang sampai pada akhirnya tutup,” ucap Ema.
Dengan tutupnya LCC, sambung JPU, berpengaruh terhadap pengembalian kredit PT Bliss ke Bank Sinarmas. Kredit macet berdampak pada potensi lahan milik Pemda tersebut dieksekusi pihak bank.
Hingga saat ini, PT Bliss harus membayarkan kredit Rp531 miliar lebih. Rinciannya, hutang pokok Rp260 miliar. Tunggakan bunga Rp169,5 miliar dan denda Rp 101 miliar lebih.
Rugikan Negara Rp39 Miliar
JPU mendakwa bahwa tindakan tersebut melanggar Pasal 49 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang menyatakan barang milik negara atau tidak digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
Jaksa melihat kerugian keuangan negara berdasarkan dari perjanjian kerjasama kedua belah pihak. Pertama, bagian persentase yang harus Pemkab Lombok Barat dapatkan sebesar 0,65 persen dari pengelolaan mall dan hotel LCC. Jika dikalkulasikan Pemkab seharusnya menerima Rp1,3 miliar lebih.
Selanjutnya hilangnya hak penguasaan fisik atas aset Pemda Lombok Barat. Bank Sinarmas bakal melelangnya sebesar Rp38 miliar. Sehingga total kerugian keuangan negara Rp39 miliar. (*)