Oleh : Anjas (Pengurus HMI Cabang Mataram Bidang Rispet)
Seorang pemimpin, tentulah orang yang dinilai paling mumpuni dan layak. Sejak zaman dahulu telah dirumuskan kriteria-kriteria seorang pemimpin dalam suatu negara. Hal itu berlangsung semakin melekat pada ingatan manusia sebagai bentuk monumen sejarah terindah.
Yang pertama adalah Kepemimpinan Inspiratif. Yaitu kepemimpinan yang mampu mendorong masyarakatnya mencipta dan berinovasi, bukan hanya bermain kata-kata. Sebaliknya ia harus mengalir dan membukit makna yang dibentuk demi kepetingan masyarakat. Di Indonesia, banyak pemimpin yang memiliki karakteristik bervariatif, namun tak dapat membawa masyarakat pada tempat kemuliaan, seperti, pendidikan pangan tercukupi, ekonomi, dan ketentraman. Hal semacam ini terlihat sangat anomali pada internal pemimpin Indonesia.
Munculnya aneka problem tiada henti semakin membuat kedudukan masyarakat terlihat amburadul, baik adab, akhlak, etika, dan pergaulannya sudah tidak lagi berpangkat pada aturan pemerintah, khususnya ajaran Islam, faktornya pemimpin yang kurang inspiratif.
Pemimpin inspiratif adalah dia yang selalu menjadikan dirinya sebagai lokus berkreasi ide, gagasan dan praktek, bukan menanamkan duri sehingga merembet ke akar kehidupan masyarakat. Artinya pemimpin harus termanajerial secara kompleks supaya memahami keadaan kehidupan masyarakat.
Dr. H. Zulkieflimansyah pantas disebut sebagai pemimpin inspiratif. Kepribadiannya lemah lembut, tegas, berwibawa sekaligus orator andal. Sepatutnya penghargaan ini harus didapatkan Gubernur NTB. Sebab cara dia menyajikan dirinya pada dinamika NTB masih tetap berdiri kokoh seperti tiang listrik yang terus menopang aliran arusnya untuk mengisi kebutuhan masyarakat. Kendati pada eksistensi Gubernur NTB juga mendapatkan kritikan pedas seluruh aktivis NTB, kebijaksanaan seorang pemimpin asal Sumbawa ini membuat pemuda dan mahasiswa ingin mengikuti jejak kepemimpinannya. Teruslah menjadi seorang pemimpin berjibaku cerdik, jangan baku hantam dengan fisik.
Yang kedua adalah Pemimpin Visioner. Karakter pemimpin seperti ini akan mengantarkan masyarakatnya pada peradaban sebenarnya. Pemimpin yang memiliki pandangan masa depan pada intisari dirinya terfokus pada kepedulian masyarakat, terkoneksi dengan perkembangan zaman itu yang dinamakan intuisi. Kinerja faktualnya memang benar belum terbentuk, tetapi gambaran kesejahteraan masyarakat sudah terkompleksitas pada konsepsi dan harapan masyarakat (Kombinasi). Karena pemimpin visioner selalu mudah untuk memberikan kebahagiaan yang tiada banding, kendati masalahnya pada proses masih lama, namun masyarakat merasakan.
Maka itulah yang di sebut oleh Plato dalam bukunya “The Republic” yang dituangkan Karen Amstrong pada bukunya “Sejarah Tuhan” yang berbunyi ” Masyarakat yang baik mesti dipimpin kaum filosofi yang mengajarkan dengan prinsip-prinsip rasional dan ia mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat”. Kecakapan pemimpin bukan hanya sekedar berorasi, pencitraan, namun yang paling penting adalah kepercayaan masyarakat pada kinerjanya, walau itu hanya sekedar titipan cintanya.
Penulis yakin dengan cintanya akan menggupal menjadi faktual. Penulis mempercayai bahwa manusia di NTB tidak pernah memikirkan bahwa di Pulau seribu Mesjid menjadi Provinsi digemari oleh orang-orang asing. Ini merupakan salah satu hasil dari pikiran besar Gubernur NTB Dr. Zulkieflimansyah. Ya, inilah putra daerah yang buah pikirannya membentuk citra NTB yang semakin maju. Sampai-sampai di dunia politik, dia digadang-gadang bisa berdampingan dengan Anis Baswedan di perhelatan demokrasi 2024.
Kriteria selanjutnya adalah Pemimpin Taktis. Pemimpin selalu banyak metode dalam mencari solusi untuk kebaikan masyarakat. Dengan cara apapun pasti ia akan melakukan karena menjadi seorang leader (Pemimpin) harus siap untuk menerima segala konsekuensi yang akan terjadi.
Gubernur NTB membangun menara peradaban supaya di kenal oleh negara-negara dunia. Ide dan gagasan Gubernur cukup megah dan tidak dapat diukur dengan apapun karena kehebatan beliau. Penulis bukan ingin memuji Gubernur NTB tanpa landasan fakta. Namun bagaimana event MXGP, WSBK, Beasiswa Luar Negeri menjadi bukti nyata perjuangan beliau ingin menunjukkan pemuda NTB di kancah dunia.
Di balik emas yang berkilau pasti ada coretan tinta. Pemimpin tidak hanya merintis peradaban seperti air yang mengalir di sungai, namun banyak cobaan proses sehingga masa kepemimpinannya menjadi kritis. Gubernur NTB selalu terbuka dengan apapun, namun yang patut menjadi antitesi yaitu saat ada aksi mahasiswa, seharusnya beliau turun menfasilitasi keinginan masyarakat. Sebab tuntutan tersebut pada pusaran kepemimpinannya, baik pada aspek pertanian yang seringkali harga panen, tidak menguntungkan petani.
Pupuk untuk jagung juga tidak menentu bahkan harga sering dimainkan di setiap kabupaten/kota, sehingga Gubernur Dr. H. Zulkieflimansyah harus lebih taktis pada tataran internal NTB, sebelum mengakhiri masa kepemimpinannya.
Pemimpin Reflektif. Program yang tepat tidak cukup. Yang juga diperlukan adalah jaminan, bahwa program itu akan terlaksana, dan tujuannya sungguh tercapai. Maka seorang pemimpin perlu rutin melakukan refleksi, yakni tindakan untuk melihat ulang seluruh proses yang terjadi, baik proses di luar, maupun proses yang terjadi di dalam dirinya. Di Indonesia sulit sekali mencari pemimpin yang reflektif.
Memang ada pemimpin yang inspiratif, visioner, dan memiliki strategi yang jelas serta terukur, walaupun jumlahnya sedikit sekali, namun ia tak memiliki kemampuan untuk melakukan refleksi. Akibatnya program berjalan namun tak ada kontrol kualitas yang jelas. Tujuan dari program yang menggendong inspirasi dan visi itu pun akhirnya tak tercapai.
Seorang pemimpin perlu untuk melihat seluruh proses kinerja organisasinya, sekaligus gerak jiwanya sendiri. Ia perlu menjadi seorang pemimpin yang reflektif. Hanya dengan begini tujuan berbagai program yang menampung inspirasi dan visinya bisa terwujud. Hanya dengan begini berbagai tindakannya bisa bermakna untuk semua. Keberhasilan Gubernur patut diberi penghargaan. NTB sebagai daerah seribu Mesjid menjadi tujuan berwisata turis dari berbagai negara. Hal ini juga memaksakan ia untuk terus mengembangkan model baru pada NTB.
Di bulan-bukan akhir kepemimpinan Dr Zulkieflimansyah, konstruksi nilai perlu dibangkitkan sebagai bentuk tanggung jawab purna kepemimpinannya. Penulis menyakinkan kepada Gubernur untuk mewariskan kinerja kongkret untuk pembangunan sumber daya manusia, khususnya kepada kaum muda.
Pemimpin Terbuka. Pemimpin yang sejati memiliki sikap dan sifat yang terbuka. Ia mampu menerima perbedaan pendapat. Ia mampu menerima perbedaan pandangan hidup. Ia melihat kritik sebagai tanda cinta yang perlu untuk dihargai. Di Indonesia, banyak orang yang sudah menjadi pemimpin berubah menjadi arogan. Ia merasa lebih tinggi daripada orang-orang yang ia pimpin. Ia seolah lupa akan tugasnya untuk melayani organisasi yang ia pimpin.
Indonesia memiliki keuntungan yang amat besar, karena terdiri dari berbagai agama, suku, ras, dan pandangan hidup yang beragam. Para pemimpin harus melihat keberagaman itu sebagai potensi untuk menciptakan kemajuan serta kesejahteraan bersama. Ia harus berpikir dan bersikap terbuka, sehingga mampu menampung aspirasi masyarakat NTB.
Pengembangan ekonomi masyarakat pedalaman perlu disentuh, mereka harus didorong untuk meningkatkan potensi pariwisata sebagai kemandirian ekonomi. Selain itu perbaikan ruas jalan untuk mempermudah akses pendatang pariwisata juga penting dilakukan.
Pemimpin Fleksibel.Salah satu tanda nyata dari sikap terbuka adalah fleksibilitas. Seorang pemimpin harus memastikan, bahwa pemimpin tetap fleksibel untuk berbagai “perkecualian yang masuk akal”. Prinsip yang harus dipegang adalah; birokrasi ada untuk melayani manusia, dan bukan manusia dibuat repot untuk melayani birokrasi yang tanpa makna. Di Indonesia banyak birokrasi justru membuat repot banyak orang. Mereka tercekik oleh berbagai persyaratan yang tak masuk akal.
Walaupun pemimpinnya hebat namun bila birokrasinya justru memberatkan orang, maka semuanya jadi terasa percuma. Tujuan organisasi pun akhirnya menjadi tak terlaksana. Maka sekali perlu ditegaskan, bahwa birokrasi ada untuk melayani manusia. Para pemimpin perlu untuk memastikan, bahwa hal inilah yang terjadi, bukan sebaliknya. Birokrasi perlu untuk mencapai standar kemasuk-akalan, dan tak boleh terjebak pada pola berpikir “karena peraturannya begitu”.
Harapan besar di tahun 2023 adalah tahun yang meninggalkan banyak peristiwa dan kenangan indah bagi pemerintah Provinsi NTB, atas pengabdian yang terbaik kedua pasangan hebat, unggul dan gemilang Zul-Rohmi yang sudah meraih banyak penghargaan dan penganugerahan dari lembaga negara maupun lembaga sosial lannya. Memasuki tahun 2023 juga adalah tahun perpisahan bagi Gubernur NTB yakni 18 September 2023 dan bagi masyarakat NTB sudah menyimpan dengan indah kenangan dan persembahan terbaik yang telah dilakukan oleh Gubernur dan wakil Gubernur NTB. Semoga jalan keberhasilan dan kebaikan yang sudah ada di tahun 2022 menjadi modal bagi daerah untuk lebih progresif dan berlari lebih cepat lagi untuk sebuah kemajuan dan kesejahteraan yang diimpikan selama NTB berdiri dan sudah berusia 64 tahun
(Baca:Ketua Komisi Informasi Prov NTB).
Masa kepemimpinan Zul-Rohmi berakhir dengan indah telah mewariskan banyak modal untuk NTB, dan perlu juga direflektif dekat berakhirnya ia harus memberikan ketegasan untuk pihak pemerintah di NTB agar lebih responsif atas keadaan masyarakat.
Penulis ingin sampaikan, setidaknya, catatan sekitar kepemimpinan itu terumus dalam gagasan dan pemikiran Plato. Salah satu sumbangan berharga dari murid Socrates ini adalah rumusan syarat yang harus dicapai untuk menjadi Pemimpin. Dalam bukunya yang populer berjudul The Republic (1936), karya ini menyulut gagasan tentang rancang-bangun persemakmuran ideal dalam jajaran paling awal karya-karya utopia. The Republic adalah sebuah upaya keras untuk mendefinisikan keadilan dengan membayangkan kemungkinan adanya negara terbaik yang harus direalisasikan untuk mewujudkan nilai (value) keadilan dan kemanusiaan.
Menjadi Pemimpin rakyat, Plato perlu memberi syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang calon pemimpin. Syarat-syarat itu kembali pada kualitas manusia yang disandarkan kepada akal manusia, dan tidak kembali pada “jasad” manusia. Sebab akal inilah yang nantinya menuntun pemimpin dalam empat kebajikan pokok yang sepanjang masa terus dibutuhkan oleh rakyat, yakni memiliki pengendalian diri, keberanian, kearifan dan keadilan.(*)