Mataram (NTB Satu) – Setelah sebelumnya sempat tertunda, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB akhirnya bisa melimpahkan tersangka korupsi pengadaan ruang operasi dan Intensive Care Unit (ICU) RSUD Lombok Utara tahun anggaran 2019, inisial SH ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram, Senin 9Mei 2022.
SH terjerat dalam kasus korupsi pengadaan ruang operasi dan ICU RSUD KLU tersebut sewaktu dirinya menjabat sebagai Direktur. Dalam kasus tersebut tidak hanya namanya yang terseret, melainkan juga menyeret tiga rekanan lainnya, yakni masing-masing berinisial EB selaku PPK pada Dinas Kesehatan (Dikes) KLU, DT selaku Kuasa Direktur PT Apromegatama (penyedia) dan DD selaku Direktur CV Cipta Pandu Utama (konsultan pengawas).
Tiga rekanan yang juga terlibat dalam kasus tersebut terlebih dahulu dilimpahkan ke Kejari Mataram dan langsung dilakukan penahanan selama 20 hari di Rumah Tahanan (Rutan) Polda NTB. Sementara tersangka SH saat itu sedang menjalani tugas di Pulau Sumbawa dan mengalami sakit, sehingga pelimpahan baru bisa dilakukan.
Alasan tersangka SH tidak menghadiri panggilan Kejati tersebut diperkuat oleh kuasa hukumnya Herman Surenggana. Dikatakannya, alasan keliennya tidak memenuhi panggilan Kejati beberapa waktu lalu, dikarenakan kliennya sedang berada di Pulau Sumbawa dan sempat mengalami sakit.
“Dari jam 10 kami datang menghadirkan diri, kita kooperatif. Sesuai dengan surat kita kemarin itu, ada atau tidaknya surat panggilan dari Kejati, bahwa hari ini Senin 9 Mei 2022 kita hadir. Panggilan hari ini merupakan tahap dua,” kata Herman.
Pada tahap dua ini, pihaknya mengajukan surat permohonan untuk tidak dilakukan penahanan terhadap kliennya, alasannya karena selalu kooperatif. Andaipun kliennya ditahan, kata dia, pihaknya akan mengajukan penangguhan penahanan atau pengalihan status penahanan kliennya.
“Kita akan ajukan permohonan penahanan atau pengalihan status penahanan. Itu hak tersangka untuk mengajukan permohonn dan juga ada hak penyidik untuk mengabulkan atau tidak,” sebutnya.
Sementara, Kasi Penkum Kejati NTB Efrien Saputera mengatakan, tersangka SH batal dilakukan pelimpahan waktu itu dikarenakan yang bersangkutan sedang dalam keadaan sakit.
“Hal itu disampaikan oleh kuasa hukumnya dengan dibuktikan surat keterangan sakit yang diantarkan langsung oleh kuasa hukum tersangka SH ke pihak penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTB,” katanya.
Sebelumnya, tiga orang tersangka telah dilakukan pelimpahan oleh penyidik Pidsus Kejati NTB ke Penuntut Umum Pidsus Kejari Mataram, serta ketiga tersangka telah dilakukan penahanan oleh Penuntut Umum Kejari Mataram.
Begitu juga dengan tersangka SH, akan dilakukan penahanan oleh Penuntut Umum selama kurang lebih 20 hari ke depan yang dimulai pada tanggal 9 hingga 28 Mei mendatang. Untuk tersangka SH ini tidak dititipkan di Rutan Polda NTB, akan tetapi dititipkan di Lapas Kelas IIA Mataram.
Terkait dengan permohonan penangguhan penahan atas pengalihan status penahan yang diminta oleh tersangka, Efrien menyebutkan bahwa permohonan tersebut ditolak oleh penuntut umum Kejari Mataram. Dengan begitu, tersangka tetap akan dilakukan penahanan.
Adapun pasal yang disangkakan kepada tersangka SH adalah melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
“Alasan dilakukan penahanan terhadap tersangka adalah dikhawatirkan akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan tindak pidana,” pungkas Efrien. (MIL)