BERITA NASIONAL

Kemenag Tanggapi Penempatan Jemaah di Tenda Arafah Bermasalah

Mataram (NTBSatu) – Kementerian Agama (Kemenag) melalui Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mengklarifikasi kendala penempatan jemaah haji Indonesia di tenda Arafah saat puncak ibadah wukuf pada 9 Zulhijjah 1446 Hijriah.

Jemaah haji asal Indonesia berangkat dari hotel-hotel di Makkah menuju Arafah. Namun, dalam proses pemberangkatan tersebut, beberapa jemaah sempat mengalami kendala karena belum mendapatkan tempat di tenda Arafah.

Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis M Hanafi, meminta maaf kepada sebagian jemaah selama di Arafah. Ia menjelaskan, permasalahan penempatan jemaah dipicu oleh berbagai faktor. Baik teknis, sosial, maupun kultural, yang menyebabkan kepadatan tenda hingga terganggunya distribusi logistik.

Beberapa tenda dilaporkan masih memiliki ruang kosong. Namun tidak dapat dimanfaatkan secara optimal karena terikat oleh sistem kloter dan kelompok jemaah yang berbeda.

IKLAN

“Misalnya, tenda berkapasitas 350, sebenarnya baru dihuni 325 jemaah dari satu kelompok, namun tidak dapat diakses jemaah lain, bahkan meski dari markas yang sama,” ujar Muchlis dalam keterangan Kementerian Agama RI, Minggu, 8 Juni 2025.

Selain itu, skema pemberangkatan dari hotel ke Arafah yang berbasis hotel, bukan berdasarkan markaz atau syarikah turut memperumit proses penempatan.

Sebut alasan pribadi

Perpindahan jemaah antarhotel dengan alasan pribadi. Termasuk penggabungan dengan pasangan, turut memicu ketidaksesuaian antara data penempatan dan kondisi di lapangan.

“Karena sistem keberangkatan dari Mekkah ke Arafah menggunakan pendekatan berbasis hotel, bukan berdasarkan markaz atau syarikah, maka tenda-tenda tertentu terisi penuh lebih dulu. Bahkan sebelum jemaah yang jadwalnya menempati tenda tersebut tiba di lokasi,” sebut Muchlis.

IKLAN

“Dengan jumlah tidak terlalu banyak, petugas harus berjibaku melayani lebih dari 203 ribu jemaah yang tersebar di 60 markaz di Arafah. Ini menyebabkan kesulitan dalam membantu petugas Markaz dalam mengatur penempatan secara disiplin. Bahkan, banyak petugas yang kelelahan,” sambungnya.

Mobilitas jemaah yang tinggi juga menjadi tantangan tambahan. Banyak dari mereka berpindah tenda secara mandiri untuk berkumpul dengan kerabat atau kelompok bimbingan. Sehingga menyebabkan ketimpangan kapasitas tenda dan mengacaukan distribusi layanan.

“Perpindahan ini memperburuk distribusi beban tenda dan menyulitkan kontrol layanan secara keseluruhan,” paparnya.

Dampak langsung dari situasi ini terlihat dalam distribusi konsumsi jemaah. Selama di Arafah, jemaah jadwalnya menerima lima kali makan dalam dua hari. Namun karena penempatan yang tidak sesuai rencana, sebagian jemaah mengalami keterlambatan mendapatkan makanan, lantaran data distribusi di syarikah/markaz tidak sesuai dengan realitas di lapangan.

“Sebagian jemaah tidak mendapatkan jatah makan tepat waktu karena data distribusi di Markaz/Syarikah tidak cocok dengan kondisi riil,” ujar Muchlis. (*)

IKLAN

Berita Terkait

Back to top button