Mataram (NTBSatu) – Matahari kian bergerak ke ufuk barat. Burung-burung laut terbang mengitari rimbunnya hutan mangrove. Meski sore, udara pesisir Kuranji, Desa Paremas, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur terasa panas.
Air laut mulai menjauhi bibir pantai, bergerak ke tengah. Kondisi itu dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk “memadaq”, mencari kerang, kepiting, dan ikan kala air mulai surut.
Harniati (49) bersama beberapa perempuan lainnya nampak begitu cekatan menyusuri rapatnya akar mangrove.
Tatapan mereka begitu tajam, seakan tak ingin melewatkan satu inci pun dari pengamatannya. Satu persatu, kepiting bakau yang tertangkap ia masukan ke dalam ember.
Hari kian temaram, tangkapan pun berhasil dikumpulkan. Ember yang tadinya kosong, kini berisi berbagai jenis biota laut, kebanyakan kepiting bakau.
Berita Terkini:
- Ombudsman NTB Dalami Rentetan Masalah Pelayanan Kesehatan di NTB
- Bank NTB Syariah Umumkan 10 Syarat Calon Komisaris Independen
- Connie Bakrie Serahkan Dokumen Pembubaran PDIP dan Isu Kapolri ke DPP
- Setelah Antrean Panjang, Kini Izin Jalan Belum Keluar, Peternak ‘Ngamuk’ di Gili Mas
Ketika warga lain lebih senang jika banyak mendapatkan ikan, Harniati dan teman-temannya justru senang jika banyak dapat kepiting bakau, karena cangkangnya bisa dijadikan bahan baku membuat kerupuk.
Kerupuk cangkang kepiting merupakan salah satu produk komunitas perempuan pesisir “Mele Maju” yang dia dirikan beberapa tahun sebelumnya.
Harniati merupakan perempuan yang lahir dan besar di Desa Paremas, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
Tujuh tahun yang lalu ia ditinggal suaminya Sya’ban (55) untuk merantau ke Malaysia. Sya’ban meninggalkan dia bersama tiga orang anaknya yang kala itu masih duduk di bangku sekolah.
Mereka adalah Eli Marsana (24), Busyairi (22) dan Leli Sagita (10) yang saat itu masih berusia tiga tahun.
Harniati menceritakan, keputusan suaminya untuk merantau ke Malaysia sebenarnya berat, karena harus meninggalkan istri dan anak-anaknya yang kala itu masih membutuhkannya.
“Suami saya dulunya nelayan. Tapi belakangan hasil tangkapan laut menurun dan tak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga kami. Kedua anak kami juga butuh biaya sekolah,” kata Harniati.
Karena itu, membulatkan niat Sya’ban untuk mengadu nasib ke rantau. Di sana, Sya’ban dijanjikan bekerja di perkebunan sawit milik salah satu perusahaan negara Malaysia. Ia pun dijanjikan gaji yang menggiurkan.