Mataram (NTB Satu) – Supriadi, 49 tahun, merasakan hidup terkurung. Rumah pekerja serabutan ini tidak ada lagi akses keluar masuk. Gang menuju rumahnya ditembok tetangganya sendiri.
Rumah Supriadi di Lingkungan Gerung Butun Barat, Kelurahan Mandalika, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram. Ia dan tetangganya menjadi perbincangan lantaran konflik soal akses keluar masuk.
Sebelumnya Supriadi bisa bebas keluar masuk rumahnya lewat sebuah gang di timur dan barat rumahnya. Sekarang, dua jalur itu sudah dibangun tembok tinggi.
Ditemui ntbsatu,com, Supriadi mengaku kini kesulitan beraktivitas lantaran akses gang di sebelah barat rumahnya dihalangi bangunan rumah milik Musbah sejak Sabtu, 26 Desember 2021.
Tetapi untungnya, Musbah masih menyisakan tempat keluar masuk untuk keluarga Supriadi di tembok rumah yang sedang dalam proses pembangunan itu.
“Ada semacam pintu kecil keluar masuk di bangunan rumah Musbah, nah jalan itu kami gunakan sementara. Tapi, nantikan pasti ditutup lagi,” ujar Supriadi cemas.
Sementara akses gang di sebelah timur depan rumahnya telah ditembok sekitar lima atau enam tahun lalu oleh Sarisah.
Supriadi mengklaim, gang yang sekarang ditembok oleh Sarisah merupakan tanah miliknya.
Sebab menurut dia, lahan yang ditembok itu dibelinya dari warga bernama Mahir sejak tahun 1989 silam.
Namun kini Sarisah menutup gang tersebut untuk dimanfaatkan sebagai dapur. Supriadi keukeh, lahan itu adalah kepunyaannya.
Oleh karena itu, Supriadi yang disapa akrab Pak Dadi ini, meminta agar gang yang ditutup oleh Sarisah dibuka kembali.
“Minta tolong hak saya dikembalikan. Kenapa dia berani memiliki sendiri digunakan untuk dapur. Sedangkan saya orang tak berada,” sesalnya.
Namun konflik tetangga itu kabarnya sudah melibatkan unsur pemerintah. Ini diakui Surpiadi.
Ia mengatakan, permasalahan tersebut sedang ditangani pemerintah melalui Camat setempat. Sertifikat-sertifikat pihak terkait dikumpulkan untuk ditelaah dan diperiksa lebih detail, siapa yang lebih berhak atas akses tersebut.
Sementara Sarisah, pemilik tembok rumah enggan berkomentar. Ia menyarankan kakak kandungnya, H. Muhtar angkat bicara. Namun Muhtar enggan merespon keluhan tetangganya Supriadi, kecuali menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah Kecamatan Sandubaya.
“Kami tak mau berkomentar, takutnya salah-salah nanti. Kami serahkan ke pemerintah (Kecamatan, red) saja untuk menyelesaikannya,” pungkasnya.
Sedikit tentang Dadi, dia adalah seorang buruh tukang batu yang memiliki empat orang anak.
Dengan keterbatasan ekonomi keluarga yang dihadapi, ia berharap ada jalan keluar dari permasalahan akses jalan keluar masuk di rumahnya itu.
“Iya mudah-mudahan ada jalan keluar,” harapnya. (DAA)