Mataram (NTBSatu) – Ratusan sapi kurban dari Bima dan Dompu terancam mati sia-sia di Pelabuhan Gili Mas, Lombok Barat. Truk-truk pengangkut yang memuat hewan kurban itu menumpuk dalam antrean panjang.
Belum ada kepastian jadwal keberangkatan kapal menuju Jakarta dan sekitarnya. Sementara, suhu panas siang hari dan dingin malam menghantam kondisi fisik sapi maupun peternak.
Hingga Minggu, 20 April 2025, sudah 12 ekor sapi mati di dalam truk. Puluhan lainnya sakit, dan ratusan sapi lain dalam kondisi kritis.
Para peternak mengungkapkan situasi ini sebagai bencana tahunan yang selalu menghantui menjelang Iduladha.
“Kami merawat sapi-sapi ini berbulan-bulan. Kami rela berhemat demi beli pakan. Tapi kini, mereka mati sebelum sempat dikurbankan,” ujar Ketua Gapehani Kabupaten Bima, Muziburrahman.
Para petani tak menuntut banyak. Mereka hanya meminta pemerintah menyediakan kapal pengangkut yang cukup dan tepat waktu.
Ketua Asosiasi Peternak dan Pedagang Sapi Bima Indonesia, Furkan Sangiang menyebut, setiap tahun, NTB mengirim ribuan sapi ke Jabodetabek. Tujuannya, memenuhi kebutuhan kurban. Namun, masalah klasik berupa kekurangan kapal selalu menghambat pengiriman.
“Ini bukan soal rugi semata. Ini soal harapan hidup. Banyak dari kami punya utang di bank, berharap hasil penjualan sapi bisa bayar cicilan, beli kebutuhan rumah tangga, dan menyekolahkan anak,” katanya kepada NTBSatu.
Berharap ada kapal mengangkut hewan ternak
Di lokasi antrean, para peternak bertahan hidup seadanya. Mereka tidur di atas tikar, bahkan langsung di atas kerikil pelabuhan.
Mereka tidak bisa meninggalkan truk karena khawatir kondisi sapi semakin memburuk. Sementara keluarga mereka di rumah hanya bisa berharap dan menahan tangis.
Data menunjukkan NTB merupakan salah satu daerah penghasil sapi kurban terbesar di Indonesia.
Setiap Iduladha, nilai ekonomi pengiriman sapi dari NTB ke Jawa bisa mencapai ratusan miliar rupiah. Namun, lemahnya dukungan logistik mengancam keberlangsungan usaha peternakan rakyat.
“Kami hanya ingin pemerintah membuka mata dan hati. Tolong bantu kami, petani kecil di pelosok yang berjuang bukan untuk menjadi kaya, tapi untuk hidup layak,” tegasnya.
Hingga saat ini, mereka masih menunggu kepastian. Para peternak berharap kapal segera datang dan pemerintah segera mengambil langkah konkret sebelum semuanya terlambat. (*)