Daerah NTB

Beri Dukungan Moral, Bang Zul Jenguk Ibu yang Ditahan dengan Balitanya

Mataram (NTB Satu) – Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah menjenguk para ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan dengan bayinya, ditahan di Lapas Praya, Lombok Tengah (Loteng), Sabtu, 20 Februari 2021. Selain untuk memberikan dukungan moral, kunjungan Gubernur ini juga untuk membantu agar para IRT tersebut bisa keluar dari tahanan.

Hal itu disampaikan oleh Gubernur yang akrab disapa Bang Zul tersebut, saat dikonfirmasi NTB Satu usai mengunjungi langsung para IRT tersebut.

Menurut Bang Zul, paraIRT tersebut ditahan karena tuduhan melempari pabrik tembakau yang beroperasi di tempat mereka. Aksi tersebut dilakukan secara spontan oleh warga di Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah ini.

Penahanan terhadap para IRT ini memicu kemarahan publik karena mereka ditahan bersama dengan balitanya yang masih menyusui. Padahal, dalam sejumlah kasus, perempuan yang masih menyusui balitanya bisa saja diberikan keringanan untuk tidak ditahan selama kasusnya sedang berproses.

Untuk memberikan dukungan moral, Bang Zul pun langsung menyambangi para ibu tersebut. Disana, Bang Zul mengaku mendapati bahwa para IRT dan anaknya berada dalam kondisi yang baik. Mereka juga mendapatkan perlakuan baik.

“Di Lapas Praya, keadaan dan kondisi empat ibu-ibu ini sehat dan baik-baik saja. Begitu juga dengan anak-anaknya, mereka tak kekurangan satu apapun, apalagi teman-teman di Lapas sangat membantu,” ujarnya.

Bang Zul ini menjamin bahwa empat IRT tersebut akan ditangguhkan penahanannya. Sebenarnya, ia berharap mereka bisa segera menghirup udara bebas. Namun, pihak aparat mengaku terkendala karena keputusan semacam ini tidak bisa diambil di hari libur. Walhasil, diperoleh komitmen dari pihak aparat bahwa mereka bisa dibebaskan pada Senin pekan depan.

“Tadinya mau ditangguhkan hari ini, tapi pengadilan tidak bisa memutuskan penangguhan karena hari ini hari libur,” jelas Bang Zul. Ia juga menambahkan, dirinya akan segera mengunjungi dan berbicara dengan pemilik pabrik tembakau tersebut.

Dukungan Publik

Penangkapan dan penahanan empat IRT atas tuduhan pengerusakan tersebut mengundang simpati dan dukungan dari publik. Bahkan, puluhan advokat siap memberikan bantuan hukum.

Berdasarkan rilis Tim Hukum “Nyalakan Keadilan untuk IRT” yang diterima redaksi NTB Satu, Sabtu, 20 Februari 2021, diketahui bahwa keempat IRT tersebut melakukan protes karena pemilik pabrik tidak pernah mendengar aspirasi mereka. Banyak anak-anak yang sakit akibat polusi dari pabrik. Bahkan, warga sekitar sama sekali tidak dipekerjakan di pabrik.

Diketahui, masing-masing IRT asal Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah adalah Nurul Hidayah (38), Martini (22), Fatimah (38) dan Hultiah (40). Mereka merupakan warga Dusun Eat Nyiur yang diancam pasal 170 KUHP ayat (1) dengan ancaman pidana lima sampai tujuh tahun kurungan penjara atas tuduhan pengerusakan.

Menyikapi kasus tersebut para advokat yang tergabung pada Tim Hukum “Nyalakan Keadilan untuk IRT” tergerak untuk memberikan pendampingan hukum kepada empat IRT yang tengah tersandung masalah hukum tersebut. Tidak tanggung-tanggung ada sekitar 50 advokat yang ikut bergabung dalam Tim Keadilan untuk IRT tersebut. Itu belum termasuk praktisi, pegiat perempuan, NGO, akademisi dan elemen lainnya.

“Banyak, ada sekitar 50 orang advokat yang sudah menyatakan kesiapan untuk ikut dalam gerakan ini,” ungkap Koordinator Tim Keadilan untuk IRT, Ali Usman Ahim, Sabtu, 20 Februari 2021.

Sebagai langkah awal, pihaknya sudah mulai turun melakukan investigasi, mengumpulkan keterangan yang dibutuhkan dari para pihak terkait untuk mengetahui kronologis kejadian serta duduk persoalan sesungguhnya yang terjadi.

Selain menjenguk empat IRT di Rutan Praya, pihaknya juga sudah menemui pihak keluarga serta melakukan olah TKP di lokasi kejadian kasus dugaan pengerusakan yang menjadi dasar kasus hukum tersebut.

Nantinya juga ada rencana mengajukan permohonan pra peradilan terkait kasus tersebut. Persetujuan kuasa hukum dari pihak keluarga para IRT terkait rencana itu, saat ini tengah diurus.

“Karena ini berkaitan dengan kasus hukum, tentu langkah-langkah yang akan ditempuh sesuai dengan ketentuan hukum yang ada,” tandasnya.

Sekretaris DPD Partai Gerindra NTB yang juga mantan Direktur Eksekutif WALHI NTB ini mengatakan, pihaknya tergerak untuk ikut membantu para IRT bukan karena apa-apa. Tapi lebih sebagai bentuk gerakan moral dan kemanusiaan.

Menurutnya kasus yang membelit para IRT tersebut aneh sampai harus diproses hukum. Karena ada langkah-langkah restoratif justice yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Tanpa harus melalui proses hukum. Apalagi penyebabnya hanya persoalan sepele.

Anggota tim hukum lain, Apriadi Abdi Negara yang juga Ketua LBH Pencari Keadilan menegaskan bahwa hukum dibuat untuk menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat. Bukan malah untuk melanggengkan penindasan.

“Kalau penegakan hukum model seperti ini, jelaslah tidak berkesesuaian dengan tujuan penciptaan hukum itu sendiri,” katanya.

“Ini ada ibu yang anaknya sedang sekarat harus ditahan. Ada juga yang terpaksa harus membawa serta anaknya yang masih balita ikut ke penjara, di mana rasa keadilan dan kemanusiaan itu?” ujar Abdi dengan nada prihatin.

Hal itulah yang kemudian menggerakkan hati berbagai elemen masyarakat di daerah ini untuk membantu upaya penyelesaian terhadap kasus yang menimpa empat IRT beserta keluarganya tersebut.

Anggota tim hukum lainnya, Ikhsan Ramdhani yang juga Ketua FORMAPI NTB menambahkan, berdasarkan hasil investigasi tim, empat IRT tersebut ditahan lantaran dituduh melakukan pengerusakan dengan melemparkan batu ke gudang pabrik tembakau, UD. Mawar Putra.

Dua di antara IRT itu memiliki anak balita yang usianya sekitar 1 tahun dan 1,5 tahun ikut bersama ibunya berada di sel karena harus diberikan ASI. “Setelah kami olah TKP sama sekali tidak kami temukan ada kerusakan, pelapor terlalu mengada-ada dan membual mengenai kerusakan yang timbul akibat perbuatan empat IRT tersebut,” cetusnya.

Ia tidak habis pikir apa yang menjadi dasar pertimbangan obyektif pihak jaksa sehingga menahan mereka. Dan kenapa penyidik seperti memaksakan perkara diproses. (red/r)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button