Mataram (NTBSatu) – Pemerintah mulai mendorong pengembangan hilirisasi rumput laut. Hilirisasi tersebut akan dimulai pertama kali di Pulau Lombok, tepatnya Teluk Ekas, Kabupaten Lombok Timur.
Pada kawasan itu akan dibangun sebuah pabrik yang akan membuat aplikasi rumput laut untuk biostimulan (pupuk) dan bioplastik. Serta, dalam jangka panjang akan mengarah pada pengembangan rumput laut untuk biofuel.
Namun, yang perlu menjadi catatan pemerintah, bahwa hampir semua proses budidaya rumput laut di kawasan Teluk Ekas menggunakan sistem ijon.
Para petani tidak bisa menjual rumput lautnya secara bebas, karena modal budidaya diberikan oleh perorangan. Sehingga, mereka harus menjual hasil panennya ke orang yang memberikan pinjaman dan membuat harga jualnya cepat berubah.
Praktik tersebut pun dianggap seperti perangkap bagi petani rumput laut. Sebab, mereka sangat sulit terlepas, karena keuntungan panen tidak pernah cukup menjadi modal awal budidaya. Bahkan hanya untuk membeli benih rumput laut.
Berita Terkini:
- Gubernur NTB Resmi Gelar Mutasi Hari Ini, Sejumlah Pejabat Digeser
- Muazim Akbar Serap Aspirasi Warga NTB, Fokus Isu Buruh Migran dan Perempuan
- Dewan Sayangkan Silang Informasi Pansel Bank NTB Syariah
- Interpelasi DAK 2024: Jalan Terjal Fraksi Pengusul, Tanda Tanya Publik untuk Kubu Penolak
“Modal awal beli bibit biasanya Rp3 juta per ton. Untung bersih kita paling Rp500 ribu. Itupun tidak sebanding dengan tenaga,” kata seorang petani rumput laut di Desa Seriwe, Jerowaru, yang menolak disebutkan namanya kepada NTBSatu, belum lama ini.
Meski keuntungannya tak seberapa, ia dan sebagian besar warga Seriwe pun terpaksa mengulangi rutinitas yang sama. Karena tidak adanya alternatif pekerjaan lain yang tersedia.