Mataram (NTBSatu) – Matahari kian bergerak ke ufuk barat. Burung-burung laut terbang mengitari rimbunnya hutan mangrove. Meski sore, udara pesisir Kuranji, Desa Paremas, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur terasa panas.
Air laut mulai menjauhi bibir pantai, bergerak ke tengah. Kondisi itu dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk “memadaq”, mencari kerang, kepiting, dan ikan kala air mulai surut.
Harniati (49) bersama beberapa perempuan lainnya nampak begitu cekatan menyusuri rapatnya akar mangrove.
Tatapan mereka begitu tajam, seakan tak ingin melewatkan satu inci pun dari pengamatannya. Satu persatu, kepiting bakau yang tertangkap ia masukan ke dalam ember.
Hari kian temaram, tangkapan pun berhasil dikumpulkan. Ember yang tadinya kosong, kini berisi berbagai jenis biota laut, kebanyakan kepiting bakau.
Berita Terkini:
- Mahasiswa STKIP Taman Siswa Bima Gelar Kegiatan Kepramukaan di Taman Kalaki
- Resmi Jadi Universitas, UNBIM Siapkan 100 Beasiswa – Gratis SPP Selama Setahun
- Fahri Hamzah Bertemu Menteri Trenggono, Bahas Penataan Tempat Tinggal Nelayan
- Ternyata Segini Gaji Paus Leo XIV yang Baru Terpilih Gantikan Paus Fransiskus
Ketika warga lain lebih senang jika banyak mendapatkan ikan, Harniati dan teman-temannya justru senang jika banyak dapat kepiting bakau, karena cangkangnya bisa dijadikan bahan baku membuat kerupuk.
Kerupuk cangkang kepiting merupakan salah satu produk komunitas perempuan pesisir “Mele Maju” yang dia dirikan beberapa tahun sebelumnya.
Harniati merupakan perempuan yang lahir dan besar di Desa Paremas, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
Tujuh tahun yang lalu ia ditinggal suaminya Syaāban (55) untuk merantau ke Malaysia. Syaāban meninggalkan dia bersama tiga orang anaknya yang kala itu masih duduk di bangku sekolah.
Mereka adalah Eli Marsana (24), Busyairi (22) dan Leli Sagita (10) yang saat itu masih berusia tiga tahun.
Harniati menceritakan, keputusan suaminya untuk merantau ke Malaysia sebenarnya berat, karena harus meninggalkan istri dan anak-anaknya yang kala itu masih membutuhkannya.
“Suami saya dulunya nelayan. Tapi belakangan hasil tangkapan laut menurun dan tak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga kami. Kedua anak kami juga butuh biaya sekolah,” kata Harniati.
Karena itu, membulatkan niat Syaāban untuk mengadu nasib ke rantau. Di sana, Syaāban dijanjikan bekerja di perkebunan sawit milik salah satu perusahaan negara Malaysia. Ia pun dijanjikan gaji yang menggiurkan.