Mataram (NTB Satu) – Fenomena kasus investasi bodong Future E-Commerce (FEC) disinyalir terjadi karena teknologi yang semakin canggih dan keinginan masyarakat untuk meraih hasil dengan cara instan.
Kasus FEC yang sudah memakan banyak korban mendapatkan sorotan dari banyak pihak, mulai dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga pengamat ekonomi.
Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram (Unram), Dr. M. Firmansyah mengatakan, kasus FEC ini bisa terjadi karena teknologi dan transaksi online yang semakin canggih.
Berita Terkini:
- Temuan Utang Rp247,97 Miliar di RSUD NTB, Gubernur Instruksikan Inspektorat Lakukan Pemeriksaan
- Putra Presiden Erdogan dan Wakil Presiden Gibran Direncakan Hadir saat Fornas VIII 2025 di NTB
- Borok Toyang Lombok Timur Masuk 5 Terbaik Nasional Desa Perlindungan Pekerja Migran
- Mengenal Baoxia Liu: WN China Buronan FBI yang Dihargai Rp245 Miliar, Diduga Suplai Senjata Perang Iran-Israel
“Fenomena terkait kasus FEC ini terjadi karena teknologi yang canggih, sehingga masyarakat mudah untuk transaksi dengan hp walaupun online. Selain itu, ditambah dengan kebutuhan yang meningkat, dan keinginan mendapatkan penghasilan secara instan,” kata Firmansyah, Selasa, 12 September 2023.
Firmansyah juga menilai FEC tersebut juga menggunakan skema Ponzi, sehingga perputaran uangnya hanya dari dana nasabah saja.
“Kasus seperti ini sudah lama, karena skemanya Ponzi ada kalanya gagal bayar nasabah, katakanlah investor lama dengan yang baru. Pada saat gagal bayar, yang punya investasi panik karena tidak terbayar, sehingga saat itulah orang berani bersuara,” tuturnya.