ISU SENTRAL

Policy Plus: Etika Jauh Lebih Penting Ketimbang Kemenangan Politik

Mataram (NTBSatu) – Etika politik menjadi pembahasan utama di masyarakat usai debat calon wakil presiden (cawapres) hari Minggu lalu.

Pembahasan ini berawal dari gimik dan gestur yang dilakukan cawapres nomor dua, Gibran Rakabuming Raka saat debat. Masyarakat pun menganggap hal tersebut sebagai sebuah tindakan yang kurang beretika bagi seorang cawapres. Namun, banyak juga yang membelanya, kalau tindakan yang dilakukan hanyalah strategi dalam debat.

Lantas bagaimanakah kedudukan etika ini dalam dunia politik?

Direktur Policy Plus, Dr. Adhar Hakim, S.H., M.H., menyampaikan, dalam sebuah piramida keilmuan, kedudukan etika menjadi paling teratas dibandingkan yang lain.

“Jika kita berbicara politik sebagai ilmu, maka teori dan praktik dari ilmu politik berada pada posisi paling rendah dalam piramida keilmuan. Di atasnya, ada dogma. Lalu, di atasnya atau yang paling atas adalah etika,” katanya kepada NTBSatu, Selasa, 23 Januari 2024.

“Sehingga, setinggi apapun pengetahuan kita dalam hal ini tentang politik atau pada ilmu apapun, akan tidak bagus kalau diterapkan tanpa etika,” tegas Adhar.

Diakuinya, dalam mengukur sebuah etika seseorang berpolitik, tidak bisa menggunakan ukuran politik. Ukuran apakah seseorang memiliki etika, lanjut Adhar, harus dikembalikan kepada publik untuk menilainya dengan rasa etika yang memang hidup di masyarakat.

Baca Juga: Kemendikbudristek Beberkan Strategi Ampuh Lulus SNBP 2024

“Karena kalau menggunakan ukuran politik sebagai tolak ukurnya, ketika antar tokoh politik saling menuduh soal pelanggaran etika, apa yang menjadi landasan argumennya. Itu hanya argumentasi yang dibangun atas dasar politik praktis. Padahal antar sesamanya, tidak ada satu pun yang selama ini tidak melanggar etika-etika politik,” jelasnya.

Adhar berpendapat, kalau etika politik itu adalah hal jauh yang lebih penting daripada sekadar ilmunya. Bahkan, ia menyebut, orang yang menjalankan politik praktis tanpa ada etika, hanya bertujuan untuk kemenangan politik saja.

“Kemenang politik bagi saya hanya jangka pendek dari sebuah kegiatan politik praktis. Yang paling penting adalah jangka panjangnya, yaitu pijakan etika politik yang terbangun di masyarakat dan partai politik,” lanjut Adhar.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB 2012-2022 ini pun mendorong agar semua kekuatan politik di Indonesia mengkaji ulang apa yang menjadi agenda politiknya.

“Apakah masih mengedepankan atau menjadikan etika politik itu sebagai acuan utama atau tidak? Karena kalau tidak, masyarakat pun tidak akan mendapat apa-apa dari adanya kegiatan politik praktis. Serta, tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat,” ungkapnya.

Bila masyarakat nantinya melakukan politik uang atau money politic, kata Adhar, maka jangan disalahkan. Sebab, masyarakat melihat langsung kalau dalam politik tidak ada lagi etika dan tidak ada yang menjadi panutan.

“Mestinya, panutan itu didapat masyarakat dari partai politik dan tokoh politik. Tentunya juga selain itu, aturan hukum yang menjadi acuan. Tetapi, tanpa adanya role model terkait dengan etika politik, maka akan sulit mengharapkan masyarakat hormat kepada nilai-nilai etika politik,” tutupnya. (JEF)

Baca Juga: Bos PT AMG Sudah Divonis, Dua Tersangka Korupsi Pasir Besi Lombok Timur Segera Disidang

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button