Daerah NTBISU SENTRAL

Bencana Ekonomi Dampak Krisis Air di Gili

Mataram (NTBSatu) – Krisis air terjadi di kawasan Gili Trawangan dan Meno. Banyak pihak yang nelangsa karenanya. Tak ada kucuran air bersih yang mengalir di Gili membuat semua orang kocar-kacir. Terlebih periode ini merupakan masa ramai pengunjung atau high season.

Belum lagi banyak event internasional yang akan berlangsung di NTB. Tentunya, kawasan Gili yang menjadi destinasi wisata unggulan akan kebanjiran para wisatawan.

Kali ini NTBSatu akan mengulas mengenai dampak krisis air Gili dari sudut pandang lingkungan, pariwisata, ekonomi dan sosial maupun sorotan terhadap langkah yang diambil oleh Pemerintah Daerah.

Penyebab Krisis Air

Dua tersangka dugaan kasus bor air tanah ilegal di Gili Trawangan, Direktur PT Gerbang NTB Emas (GNE), Syamsul Hadi (kiri) dan Direktur PT Berkat Air Laut (BAL) (kanan), William John Matheson. Foto: Istimewa.

Biang penyebab krisis air ini adalah kasus penyalahgunaan izin, yang dilakukan oleh PT Berkah Air Laut (BAL) dan PT Tiara Cipta Nirwana (TCN).

Masalah ini bermula dari terhentinya operasional PT Berkah Air Laut (BAL), pihak ketiga penyedia air bersih di Gili Meno dan Trawangan, akibat tersandung masalah hukum.

Pada 2011 silam, PT BAL menyampaikan akan membangun pabrik air dengan menyampaikan bahwa sumbernya dari air laut. Namun kenyataannya, PT BAL ingkar.

Mereka malah menggunakan sumur bor dari daratan yang memanfaatkan air tanah di Gili Trawangan.

Namun dalam menjalankan aktivitasnya, PT BAL tidak sendiri. Sebab pihak swasta tidak memiliki izin mengelola air tanah. Oleh karenanya, PT BAL bekerjasama dengan PT Gerbang NTB Emas (GNE), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemprov NTB yang memiliki kewenangan melakukan kegiatan itu.

Kedua perusahaan tersebut melakukan eksploitasi air tanah tanpa surat izin pengeboran dan surat izin pemanfaatan. Selain itu, ada dugaan kasus korupsi yang terjadi pada aktivitas operasionalnya.

Demikian pula, PT Tiara Cipta Nirwana (TCN) sebagai pihak ketiga juga memutus aliran air bersih ke Gili Trawangan.

PT. TCN selaku perusahaan yang menyediakan air di Gili Trawangan melakukan pengeboran pipa di dasar laut. Namun pengeboran tersebut berdampak terhadap dugaan pencemaran lingkungan.

Akibat aktivitas pengeboran PT. TCN, luas kerusakan laut yang terdampak sebesar 1600 meter persegi. Kerusakan berada di titik pemasangan pipa. Itu adalah pembuangan hasil produksi. Di mana material lumpur menyembur dan meluas pada galian pengeboran.

Kepala Dusun (Kadus) Gili Trawangan, Muhammad Husni, menerangkan, PT. BAL dan PT. TCN tersebut terindikasi melanggar izin dan merusak ekosistem laut.

“PT BAL itu melakukan pengeboran horizontal di daratan. Sementara PT TCN itu vertikal ke tengah laut. Jadi, ngebornya di pantai vertikal ke tengah laut, makanya kemarin limbahnya kelihatan di tengah laut utara Gili Trawangan dekat Eco Villa,” bebernya.

Masyarakat dan Pelaku Usaha Kocar-kacir

Ratusan properti seperti resort, hotel, bungalow, dan penginapan lainnya terancam tutup akibat krisis air ini.

Belum lagi ancaman PHK yang membayangi para pekerja.

Sudah pasti akan mengancam eksistensi pariwisata dan kunjungan wisatawan.

Ketua Gili Hotel Association (GHA), Lalu Kusnawan amat menyayangkan kondisi ini terjadi lantaran pariwisata sedang berada dalam masa tinggi kunjungan (high season).

“Air kan kebutuhan dasar manusia. Jangankan hotel – hotel, rumah tangga saja kalau tidak ada air pasti susah,” ujar Lalu Kusnawan pada NTBSatu, di Mataram, beberapa waktu lalu.

Imbas dari stok air bersih yang habis, kemarin sudah ada 6 properti di Gili Meno yang tutup dan 5 properti di Gili Trawangan memutuskan untuk tidak beroperasi sementara.

Kusnawan berujar, bila pengusaha tetap melakukan operasional justru akan mengurangi kualitas layanan kepada para konsumen dan mendapatkan rating yang buruk dari wisatawan.

Di samping itu, jika menggunakan air laut untuk membersihkan alat-alat memasak yang ada di restoran misalnya, tentu akan cepat rusak serta kerugian yang menanti menjadi lebih banyak.

Sementara itu, kondisi masyarakat di Meno lebih parah lagi.

Kepala Dusun Gili Meno, Masrun mengungkapkan warganya hanya memanfaatkan air galon untuk melakukan aktivitas selama air bersih krisis air bersih berlangsung.

Namun harganya mahal dan kapasitasnya tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat.

Untungnya bantuan pendistribusian air dari Pemda KLU sedikit bisa membantu warga yang selalu tidak kebagian air galon.

Menurutnya, Pemda memberikan bantuan berupa air bersih yang bersifat jangka pendek.

“Pemda akan mendistribusikan selama 50 hari kedepan, Abis itu kita tidak tau apa tindakan selanjutnya. Kami menginginkan solusi agar Pemda menggunakan sistem pipa bawah laut,” ungkapnya.

Pariwisata Terganggu

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Jamaluddin Malady, ditemui wartawan, Selasa, 2 Juli 2024, angkat bicara terkait krisis air di Gili.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Jamaluddin Malady, mengatakan Gili Trawangan dan Meno merupakan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).

Penyediaan air bersih merupakan kebutuhan dasar yang tidak bisa terabaikan, terutama di daerah yang sangat bergantung pada pariwisata.

“Pariwisata ini sektor utama yang dapat meningkatkan pemasukan negara pasca Covid-19,” ujarnya.

Untuk itu, ia berharap agar Pemerintah Kabupaten Lombok Utara segera mengambil langkah konkrit untuk menyelesaikan krisis air bersih tersebut.

Jamaluddin juga mengungkapkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Utara berencana membeli aset pengolahan air bersih. Yakni, milik PT BAL.

“Dari informasi yang kami dapat, ada rencana Pemkab Lombok Utara membelinya,” ujar Jamal.

Rencana pembelian aset pengolahan air milik PT BAL ini, ia harap dapat mengatasi permasalahan krisis air bersih di Kawasan Gili.

Mengingat, dampak dari kelangkaan air bersih tersebut cukup signifikan bagi masyarakat hingga ratusan pelaku usaha.

“Rencana pembelian aset tersebut tentunya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mudah-mudahan ada realisasi dari kedua belah pihak (PT BAL dan Pemkab Lombok Utara),” terang Jamal.

Pemprov NTB juga sudah berkoordinasi dengan Bappenas, agar tahun depan dapat memasukan pembuatan pengolahan air bersih di Gili Meno ke dalam program strategis.

“Semoga ini bisa terealisasi lewat anggaran APBN KiTa melalui Kementerian PUPR. Gili Air sudah ada PDAM. Jadi Gili Trawangan dan Gili Meno lah yang perlu perhatian,” tukas Jamal.

Ia juga memberikan estimasi total kunjungan pada masa ramai seperti saat ini bisa tiap hari mencapai 2.500 wisatawan.

Artinya, ada Rp8,75 miliar pundi-pundi rupiah yang menguap begitu saja jika permasalahan air bersih ini tidak segera terselesaikan.

Belum potensi pemasukan yang lain. Seperti retribusi, transportasi, tour guide, restoran, bar, diving dan spot wisata lainnya. Jika hitung secara matematis, Ia perkirakan secara agregat mencapai ratusan miliar.

Kerugian itu berasal dari penurunan kunjungan wisatawan, biaya operasional tambahan, dan dampak jangka panjang terhadap citra pariwisata.

Potensi Pajak Menguap Akibat Krisis Air

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak (DJP) Nusa Tenggara, Samingun memberi tanggapan terkait Krisis Air Gili yang ditenggarai berdampak pada sektor pajak. Foto: Sita Saraswati.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak (DJP) Nusa Tenggara, Samingun memberikan tanggapan mengenai hal ini.

Dia jelaskan, Pariwisata berhasil menempati urutan ke-3 dalam penerimaan devisa setelah komoditi minyak dan gas bumi beserta kelapa sawit.

Oleh karenanya, pajak pariwisata bertujuan sebagai penerimaan pajak yang bersumber dari pemungutan tingkat daerah/kabupaten.

Pajak pariwisata ini meliputi pajak hiburan, pajak hotel, hingga pajak restoran. Pengenaan pajak pada sektor ini tentunya bertujuan dalam meningkatkan ataupun sebagai penunjang dalam pendapatan asli daerah (PAD).

Ia menilai jika krisis ini terjadi dalam jangka waktu yang panjang, sudah tentu akan berpengaruh pada pergerakan ekonomi setempat.

Namun jika krisis Hal ini akan berimbas pada pendapatan daerah yang akan mempengaruhi penerimaan pajak.

“Nah, kita harap permasalahan tersebut bisa segera menemui titik terang,” ujar Samingun.

Menurut data Dinas Pariwisata NTB, kawasan Gili Trawangan, Meno, Air (Tramena) tercatat 500 unit lebih properti seperti hotel, penginapan, homestay, cafe, restoran dan lainnya yang berdiri.

Jika menghitung semuanya, maka potensi pendapatan daerah bisa Rp300 miliar lebih.

PJ Gubernur NTB Turun Tangan

Penjabat (Pj) Gubernur Nusa Tenggara Barat ditemui usai Rapat Koordinasi tertutup dengan seluruh jajaran Pemda NTB, Selasa, 2 Juli 2024. Foto: Sita Saraswati.

Penjabat (Pj) Gubernur Nusa Tenggara Barat yang baru beberapa hari menjabat, Mayjen TNI (Purn) Dr. Hassanudin, pun langsung turun tangan membantu sengkarut krisis air agar segera teratasi.

Kepada wartawan, Selasa, 2 Juli 2024, ia mengatakan pihaknya telah melakukan pemantauan langsung di lokasi terdampak, yaitu Gili Meno.

“Gili Trawangan kan sudah mendapatkan pasokan, tinggal satu pulau. Langkah awalnya, dari Pemda akan mengirim air dari darat,” lanjutnya.

Langkah untuk menyelesaikan permasalahan ini ia berharap kepada pemerintah daerah yang mengelola, yaitu Pemda KLU.

“Bupati KLU, Pak Djohan sudah mengambil langkah sesuai alurnya. Sudah on the track. Kita pantau dan lihat follow up secara nyata,” ujar Hassanudin.

Ia menjelaskan bahwa Gili Trawangan telah mendapatkan pasokan air bersih di hari kelima mengalami krisis, sedangkan Gili Meno, sejak sebulan lalu belum mendapatkan penanganan sama sekali.

Sehingga untuk membantu masyarakat Gili Meno mendapatkan pasokan air bersih, Pemerintah akan mengirimkan air PDAM menggunakan mobil tangki.

“Gili Trawangan sudah mendapatkan pasokan, tinggal satu pulau, langkah awalnya dari Pemda adalah dikirim air dari darat,” lanjutnya.

Karena adanya langkah awal dari Pemda KLU ini, Hassan memastikan bahwa keadaan krisis air yang sedang terjadi di Gili Meno ini akan kembali normal.

Setali tiga uang dengan Pj Gubernur, PJ Sekda NTB, Lalu Gita Ariadi, mengatakan bahwa Pemprov akan memberikan dukungan dan pengawalan penuh terhadap penyelesaian permasalahan krisis air yang sudah terjadi sejak bulan Mei.

Namun Pemprov tidak akan mengambil alih untuk menyelesaikan kasus krisis air ini. Lantaran hal tersebut merupakan kewajiban Pemda KLU.

“Pemprov tidak mengambil alih, kan ada otonomi. Kita berikan daerah untuk menangani permasalahannya. Bagus Bupati sudah care, sudah menyelesaikan urusannya sendiri dan kebutuhannya. Kita memberikan support dari provinsi,” tutupnya. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button