Jakarta (NTBSatu) – Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengungkapkan, sejumlah permasalahan sektor pertanahan dan tata ruang saat kunjungan kerja ke Provinsi NTB, Rabu, 28 Mei 2025.
Dalam pertemuan dengan pejabat eselon I, Kepala Kanwil, dan seluruh Kepala Kantor Pertanahan se-NTB, ia prihatin terhadap banyaknya lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU). Serta, Hak Guna Bangunan (HGB) yang dibiarkan terbengkalai.
“Banyak HGU dan HGB sudah diterbitkan, namun tidak dimanfaatkan oleh pemegang hak. Ini disebabkan oleh tingginya biaya investasi atau konflik dengan masyarakat setempat. Yang membuat iklim usaha tidak kondusif,” ujar Rifqi seperti dikutip di laman resmi DPR RI, Senin, 2 Juni 2025.
Salah satu kasus paling mencolok terjadi di Gili Trawangan, yang merupakan destinasi pariwisata unggulan NTB. Menurutnya, banyak hotel dan restoran di sana telah memiliki hak sah sejak tahun 1980-an.
Namun, sejak 2021, kawasan tersebut secara sepihak menjadi kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Sekarang secara yuridis, mereka dianggap menempati kawasan ilegal. Padahal kita semua tahu, kawasan itu sudah sejak lama sebagai kawasan wisata. Ini tentu menjadi ancaman besar terhadap investasi dan juga ketertiban administrasi pertanahan,” tegas Rifqi.
Merugikan Negara
Masalah ini, lanjutnya, tidak hanya berdampak pada pelaku usaha, tetapi juga merugikan negara dari sisi penerimaan pajak.
“Jika pemegang manfaat atas lahan memiliki alas hak yang sempurna, maka mereka wajib membayar pajak. Tapi sekarang, karena status hukum tidak jelas, negara justru kehilangan potensi pemasukan yang besar,” ungkap Rifqi.
Komisi II DPR RI, kata Rifqi, akan segera menindaklanjuti persoalan Gili Trawangan dengan memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Pemerintah Provinsi NTB, Menteri ATR/BPN, dan Menteri KLHK.
Ia menyebutkan bahwa pihaknya menunggu surat resmi dari Gubernur NTB sebagai dasar fasilitasi tersebut.
Komisi II, kini juga tengah mendorong reformasi pengawasan terhadap BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dan BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) di daerah. Termasuk pengawasan kinerja dan keuangan.
“Kami mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk bekerja sama dengan KemenPANRB. Agar Dirjen Pembinaan dan Pengawasan BUMD-BLUD bisa dibentuk dan berfungsi optimal,” kata Politisi Fraksi Partai NasDem itu.
Berangkat dari upaya-upaya ini, ia menekankan, DPR RI melalui Komisi II siap menyesuaikan regulasi terkait sebagai bagian dari fungsi legislasi.
“Agar pengelolaan pertanahan, tata ruang, serta entitas bisnis milik daerah menjadi lebih akuntabel dan mendukung pembangunan daerah,” pungkasnya. (*)