Daerah NTBHEADLINE NEWSISU SENTRAL

Tantangan Mengungkap dan Menghapus Sisi Gelap Pondok Pesantren

Mataram (NTBSatu) Stigma Pondok Pesantren sebagai kawah candradimuka pendidikan agama tercoreng dengan ulah segelintir Santri, Pengurus dan Pimpinan di dalamnya. Tantangan tak ringan mengembalikan stigma. Sisi lain, ada fenomena gunung es yang sulit terungkap. Kasus kekerasan fisik, pelecehan seksual, penyimpangan seksual, hanya terungkap lewat insiden.

————————————-

Kesedihan tak terbendung dari raut wajah Raodah (50) asal Ende, Nusa Tenggara Timur setelah kehilangan anak semata wayangnya, Nurul Izati (13). Santriwati Pondok pesantren (Ponpes) itu meninggal dunia pada Sabtu, 29 Juni 2024 pagi.

Santriwati Ponpes Al Aziziyah, Gunungsari, Lombok Barat itu menghembuskan nafas terakhirnya di RSUD Soedjono Selong, Lombok Timur. Dia meninggal dunia setelah mendapatkan perawatan medis selama 16 hari.

Penyebab utama korban meninggal belum pasti. Namun pihak keluarga menduga kuat bahwa santriwati 13 tahun itu wafat karena menjadi korban penganiayaan.

Raodah mengenang cerita putri semata wayangnya. Pengakuan korbandipukul tiga orang. Namun, Nurul tak menjelaskan siapa dan di mana dia mengalami penganiayaan.

“Anaknya bicara sebelum koma ngaku pernah dipukul tiga orang,” kenang Raodah, Sabtu, 29 Juni 2024. Kabar itu sesuai cerita yang didapat dari suaminya.

Nurul telah tiada. Jenazah Nurul sudah di antar ke peristirahatan terakhir di Ende. Sebuah daerah di Pulau Flores Nusa Tenggara Timur. Kasus dugaan penganiayaan ini pun telah naik di tahap penyidikan oleh Polresta Mataram.

Kuasa kuasa hukum Ponpes Al Aziziyah, Herman Sorenggana mengaku, siap membantu apa yang pihak kepolisian butuhkan, termasuk kebutuhan keluarga.

Tidak hanya itu, Herman juga menyebut jika pihaknya akan membantu apa saja yang Lembaga Perlindungan Anak Mataram dan Polresta Mataram butuhkan untuk mengungkap misteri di balik meninggal dunianya Nurul.

“Kita menyiapkan apa yang dibutuhkan supaya ini jelas,” jawab Herman.

Ponpes
Gedung Ponpes Al Aziziyah di Gunungsari, Lombok Barat. Foto: Zulhaq Armansyah

Dugaan Penyimpangan Seksual

Selain dugaan penganiayaan yang Nurul alami, ada juga ‘sisi gelap’ ponpes di NTB. Seperti dugaan pelecehan-kekerasan seksual dan kasus Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram atau LPA, Joko Jumadi menyebut, dua tahun terakhir pihaknya menerima laporan dugaan LGBT di lingkungan Ponpes. “Di wilayah Lombok Barat dan Kota Mataram,” katanya kepada NTBSatu, Senin, 1 Juli 2024.

Perkiraan Joko, korban tidak sedikit. Bahkan dari kasus tersebut, sudah ada yang mendapat vonis dari pengadilan. Ada juga yang masih berjalan di Polresta Mataram. “Korbannya kami perkirakan cukup banyak. Tidak bisa kami tracing, karena rata-rata tertutup,” kata dosen Fakultas Hukum Universtas Mataram tersebut.

Modus kasusnya temuannya membuat tercengang. Praktik penyimpangan seksual layaknya LGBT. Perbuatan dilakukan sesama santri laki laki, ditemukan juga kasus santriwati dengan santriwati. Bahkan ada kejadian ustaz atau pengasuh asrama ke santrinya.

Namun kasus ini sangat sulit terungkap di permukaan. Pihak Ponpes menutup rapat rapat kasus ini. Alasannya, demi menjaga nama baik sebagai lembaga pendidikan agama.

Tuding Jin Pelakunya

Terbaru yang muncul ke permukaan, terjadi di salah satu pondok pesantren wilayah Sekotong, Lombok Barat. Setidaknya lima santriwati menjadi korban tindakan bejat oknum pimpinan ponpes inisial MA.

Anehnya, MA menyebut jika melecehkan hingga melakukan kekerasan terhadap santriwati tersebut adalah makhluk halus atau jin. Para korban sebagian besar berusia di bawah umur.

Kemudian, kasus serupa juga terjadi di ponpes Kecamatan Sikur, Lombok Timur. Pelakunya pun sama, pimpinan ponpes inisial HSN (50). Korbannya terhitung 41 santriwati, terjadi sejak tahun 2016 hingga 2023.

Modusnya, pimpinan ponpes yang menjadi tersangka itu memberikan doktrin kepada para santriwati, dengan mengatakan bahwa apa yang dia lakukan kepada korban adalah pemberian cahaya. HSN mengaku sebagai sebagai wali Allah.

Hanya saja, sampai saat ini LPA dan lembaga lainnya belum mengungkap data kasus selama beberapa tahun terakhir.

Maraknya muncul ‘sisi gelap’ ponpes membuat sejumlah pihak naik pitam. Salah satunya datang dari Salah satunya datang dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB.

Kepala Dinas P3AP2KB NTB, Nunung Triningsih menyebut Ponpes yang notabenenya sebagai sekolah keagamaan. Tapi tercoreng akibat perbuatan para oknum di ponpes, dampaknya menyeluruh pada pondok yang menjunjung tinggi nilai moral. Selain maraknya kekerasan seksual, sekarang ada juga tindakan penganiayaan. Menurut Nunung, jika terus begini akan menimbulkan kekhawatiran bagi orang tua. Dan ujungnya menurunkan kepercayaan masyarakat.

“Padahal, kita tahu bahwa tujuan orang tua menyekolahkan anaknya di Ponpes adalah selain mendapatkan pelajaran umum, anak-anak juga mendapat pelajaran agama yang lebih mendalam,” ucap Nunung.

Kepala Dinas P2KBP3A, Nunung Triningsih. Foto: Dokumen NTBSatu

Desak Ponpes Bentuk Satgas

Nunung meminta, ponpes di NTB, khususnya Al Aziziyah lebih memaksimalkan pemberian rasa aman dan nyaman bagi seluruh penghuninya. Tidak saja kepada santri, tapi seluruh warga di lingkungan pondok pesantren. Ke depannya, jangan sampai ada NI lain menjadi korban tindakan tak terpuji tersebut.

“Lebih-lebih terhadap anak di bawah umur,” katanya mengingatkan.

Salah satu cara meminimalisir terjadinya kejadian serupa adalah membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan atau Satgas PPKS di Ponpes. Menurut kepala dinas, cara itu bisa memaksimalkan pengamanan santri dari peristiwa kekerasan seksual dan penganiayaan.

Saran lain, pengurus bisa membentuk sistem pondok ramah anak dengan melakukan sosialisasi secara massif untuk kekerasan di lingkungan ponpes. “Serta memasang CCTV di setiap sudut,” ujarnya.

Senada diungkapkan Joko Jumadi. Melihat banyaknya ‘sisi gelap’, dia memberi beberapa masukan. Salah satunya, meminta pihak pengurus dan pengelola berkomitmen menjadikan pondok pesantren sebagai tempat ramah anak.

Selain itu, Joko juga meminta pengurus pondok pesantren menerapkan sistem pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pondok. Tujuannya, agar santri santriwati memiliki tempat melapor ketika mendapat tindakan tidak menyenangkan di lingkungan pondok.

“Membangun sistem pencegahan dan pengananan kekerasan di pondok,” saran Ketua LPA Mataram ini.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram, Joko Jumadi. Foto: Zulhaq Armansyah

Kemenag Siap Proses Ponpes Bermasalah

Sementara Kepala Kemenag Lombok Barat Haryadi Iskandar menyebut, pihaknya siap menindak tegas ponpes yang tidak menjaga kenyamanan dan menyimpang aturan.

Mekanismenya, Kemenag akan menegur pondok pesantren bermasalah tersebut sebanyak 2-3 kali. Jika teguran tersebut tidak mengubah apapun dan ponpes bermasalah tidak berubah, maka pihaknya akan melakukan investigasi. Hasilnya, Kemenag akan mempertimbangkan izin pondok tersebut.

“Jika tindakan karena perseorangan maka lain lagi. Tapi tindakan dilakukan secara kelembagaan, maka yang bertanggungjawab adalah lembaga,” kata Haryadi Iskandar.

Kaitannya dengan kasus santriwati Ponpes Al Aziziyah, Haryadi mengaku, pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan evaluasi bersama forum komunikasi pondok pesantren.

Kepala Kemenag juga mengkalim bahwa pihaknya selalu melakukan pembinaan, salah satu programnya adalah sambang pondok. Sehingga program kementerian bagaimana menjaga supaya pondok pesantren, tetap pada ruhnya yakni menjaga anak-anak.

“Itu lah yang kami sampaikan dalam setiap kegiatan di lokasi pondok,” akunya.

Dia juga mengingatkan jika pondok tidak boleh menerima santriwati melebihi dari kapasitasnya. Ketersediaan dan kapasitas ruangan tidak boleh kurang dari jumlah murid. Haryadi pun menjelaskan, persoalan sanitasi khususnya yang berakaitan kebutuhan pokok santri seperti air, menjadi atensinya.

“Aspek itu yang akan kami sampaikan ke forum pondok pesantren, kita akan kumpulkan pimpinan pondok dalam rangka menjaga itu,” tutupnya.

Kepala Kemenag Lombok Barat, Haryadi Iskandar. Foto: Istimewa

Ponpes Tetap jadi Solusi Zaman

Pondok akhir akhir ini diakui atau tidak, sedang diterpa isu miring.

pesantren diyakini tetap jadi kawah candradimuka ilmu pengetahuan agama. Khususnya Islam.

“Hanya ponpes yang bisa menjadi solusi di akhir zaman ini,” kata Mudir Ponpes Hidayatullah Mataram, Sulhanudin lepas NTBSatu Senin 1 Juli 2024 malam.

Menurutnya, yang menjelekkan nama baik pondok pesantren selama ini hanyalah oknum. Sulhanudin yakin, di antara ribuan Ponpes di Indonesia banyak yang masih memegang nilai-nilai Islam dengan teguh.

Tidak etis jika hanya karena segelintir orang, lalu nama baik pondok pesantren lain ikut terdampak. Apalagi jika pondok pesantren bermasalah tersebut merupakan lembaga yang sudah hadir bertahun tahun. Pondok yang banyak mencetak ahli Qur’an dan ulama.

Ia meminta agar hal hal buruk atau negatif di ponpes lainnya jangan jadi tolok ukur.

“Baik Ponpes atau pengurus yang kurang (baik), itu hanya oknum saja. Seharusnya bisa terselesaikan dengan tayabun.” tegasnya.

Kaitannya dengan kekerasan seksual dan penganiayaan, sambung Sulhanudin, tidak hanya terjadi di lingkungan pondok saja. Toh, di sekolah lain juga ada kejadian serupa. Hanya saja, publik jarang mengetahuinya.

“Di tempat lain juga oknum, tidak semua sekolah begitu. Jangan hanya karena beberapa ponpes saja, ponpes lain ikut terdampak,” tegas Ketua Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kepesantrenan DPW Hidayatullah NTB.

Sulhanudin berharap, masyarakat khususnya kaum muslimin tetap semangat dan termotivasi menyekolahkan anaknya di Ponpes. Masyarakat jangan sampai takut.

“InsyaAllah banyak, sangat banyak Ponpes yang baik,” katanya.

Pun pondok yang saat ini bermasalah. Masyarakat jangan sampai takut menyekolahkannya. Perlu kerja sama antara keluarga dengan pihak pondok pesantren.

“Orang tua harus yakin, muslimin harus yakin. Pengurus punya hati yang baik. Dan masih banyak,” tandasnya. (KHN)

Show More

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button