Mataram (NTB Satu) – Kenaikan harga beras dinilai tepat karena petani juga mulai menikmati hasil produksinya. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB, Dr. H. Fathul Gani, M.Si., mengatakan, sepanjang kenaikan harga yang terjadi dinikmati langsung oleh petani, menurutnya wajar saja.
“Yang penting petani yang menikmati kenaikan harga itu, ndak masalah,” katanya di ruang kerjanya, Rabu, 18 Januari 2023.
Kenaikan harga beras sebesar Rp500 atau Rp1.000 per kilo, menurutnya merupakan kenaikan yang sangat wajar. Kenaikan ini juga sudah menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Menurutnya, yang patut menjadi perhatian bila kenaikan terjadi hanya di tingkat akhir atau pedagang.
“Perlu kita cek penyebabnya. Tapi kalau kenaikannya dari tingkat petani, kita patut syukuri,” imbuhnya.
Dengan begitu, kenaikan harga beras bukan berarti terjadi karena ketiadaan stok. Apalagi NTB adalah lumbung pangan nasional.
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, luas panen padi pada tahun 2022 adalah 262.827,26 hektare, atau sebesar 1.456.923 ton padi dalam bentuk Gabah Kering Giling (GKG) atau setara dengan 921.212 ton setara beras. Sementara konsumsi lokal NTB selama setahun pada kisaran 500.000 ton sampai 600.000 ton, sudah termasuk di dalamnya konsumsi wisatawan.
“Masih ada surplus kita 300.000 ton, atau 400.000 ton. Itulah yang dibawa keluar daerah, dijual untuk memenuhi kebutuhan di daerah lain,” imbuhnya.
Karena melihat data produksi dan konsumsi, strategi yang digalakkan adalah menekan konsumsi beras masyarakat NTB yang saat ini rata-rata di kisaran 100 Kg/kapita/tahun/orang. Sementara rata-rata konsumsi beras nasional per orang/Kg/kapita/tahun adalah 100 Kg.
“Konsumsi beras kita masih tinggi, kita makannya pagi, siang, sore bahkan malam juga makan nasi. Tradisi ini kita harus sederhanakan, dan kita efisienkan. Caranya dengan melakukan penganekaragaman pangan. Kenyang tidak mesti harus dengan banyak makan nasi saja. Harus diimbangi dengan pangan lainnya,” saran Fathul Gani. (ABG)