Mataram (NTB Satu) – Penelitian Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) dari Lembaga Ecoton bersama Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTB menemukan, bahwa sejumlah sungai di Kota Mataram dan Lombok Barat telah terkontaminasi mikroplastik.
Tim peneliti mengambil sampel air pada 5 lokasi di Kali Ning, Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting, dan rata-rata terkandung 290 partikel mikroplastik dalam 100 liter air.
“Secara keseluruhan di Indonesia, persentase pencemaran mikroplastik di NTB memang tidak setinggi wilayah lain. Tapi kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk yang hanya 5 juta, maka persentase produksi mikroplastik sangat tinggi,” ujar Perwakilan ESN, Prigi Arisandi, Kamis, 5 Januari 2023.
Dijelaskan, secara nasional, cemaran tertinggi terjadi pada sungai-sungai di Jawa Timur dengan jumlah penduduk sekitar 40 juta orang, yaitu 6,36 partikel mikroplastik per satu liter air. Sedangkan di NTB, sekitar 2 partikel mikroplastik per liter air.
Bahayanya, mikroplastik dengan ukuran kurang dari 5 milimeter atau tidak kasat mata itu, apabila masuk ke dalam air, dapat menyerap logam berat dan polutan di air, seperti Klorin, Fosfat, Mangan, dan Kromium.
Akibatnya, ekosistem air akan terganggu. Apabila mikroplastik tertelan oleh ikan, maka sistem reproduksi dan pertumbuhan ikan menjadi rusak. Terlebih bisa mengganggu hormon manusia apabila mengkonsumsi ikan tersebut.
“Mikroplastik adalah serpihan atau remahan plastik dengan ukuran lebih kecil dari 5 milimeter yang berasal dari pecahan plastik ukuran besar seperti tas kresek, plastik bening, sampah pakaian, botol plastik, styrofoam dan sachet yang terfragmen karena arus air dan paparan matahari,” jelas Prigi.
Terdapat 4 jenis mikroplastik yang ditemukan, yaitu fiber sebanyak 57,2 persen, sumbernya dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga pencucian kain, laundry dan juga limbah industri tekstil. Kemudian filamen sebanyak 23,8 persen , berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai seperti kresek, botol plastik, kemasan plastik satu lapis dan jaring nelayan.
Lalu fragmen sebanyak 14,7 persen yang berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai dari jenis kemasan sachet multilayer, tutup botol, botol shampo dan sabun. Terakhir granula dengan jumlah 4,3 persen, berasal dari microbeads atau bahan sintetis scrub yang ada dalam sabun, pemutih kulit, shampoo, pasta gigi dan kosmetik.
Adapun pengujian itu dilakukan dengan metode Uji Mikroplastik Rapid Test menggunakan mikroskop stereo yang disambungkan dengan monitor, sehingga dengan pembesaran 100 hingga 400 kali bisa mendeteksi secara fisik mikroplastik di dalam air.
Pihaknya mengungkapkan, bahwa kontaminasi mikroplastik bisa disebabkan oleh berubahnya fungsi sungai menjadi tempat sampah dan tidak adanya infrastruktur pengolahan sampah yang baik di Kota Mataran dan Kabupaten Lombok Barat.
“Pemerintah harus aksi real dalam mempeluas layanan tata kelola sampah hingga pelosok desa atau kelurahan yang dilewati sungai, lalu menyelesaikan tumpang tindih kewenangan pengelolaan sungai, memfokuskan anggran APBD dan APBN untuk pengelolaan sampah,” tutur Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadi.
Ia juga meminta, agar pemerintah membuat terobosan sistem pengaduan pencemaran yang mudah, efisien dan sistematis. Kemudian memaksimalkan penegakan hukum lingkungan agar timbul efek jera, dan mendorong perusahaan atau industri untuk patuh terhadap regulasi lingkungan. (RZK)