Pemkot Mataram Tunggu Arahan dari Pusat Kenaikan UMK 2026

Mataram (NTBSatu) – Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram, mulai mempersiapkan langkah menjelang penetapan Upah Minimum Kota (UMK) 2026.
Namun, hingga kini pemerintah daerah masih menunggu arahan resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengenal formula baru penyesuaian upah minimum.
Asisten II Setda Kota Mataram, Miftahurrahman mengatakan, pihaknya belum menerima surat edaran atau petunjuk teknis dari Kemenaker sebagai dasar perhitungan UMK 2026. Idealnya, agenda rapat dewan pengupahan yang akan berlangsung akhir Oktober ini.
“Begitu instruksi pusat turun, kami langsung jalan. dewan pengupahan akan menampung aspirasi dari pengusaha, pekerja, dan akademisi untuk menentukan besaran kenaikan UMK yang paling realistis,” ujar Miftahurrahman, Senin, 20 Oktober 2025.
Forum Dewan Pengupahan menjadi wadah penting untuk mencari keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan kemampuan dunia usaha. Hasil pembahasan nantinya akan disampaikan ke Pemerintah Provinsi NTB untuk diteruskan ke Kemenaker, sebelum penetapan resmi pada November mendatang.
Menurut Miftahurrahman, penentuan kebijakan UMK tidak hanya oleh inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan kondisi riil di lapangan, termasuk daya saing tenaga kerja dan kemampuan industri lokal.
“Kami ingin keputusan nanti berpihak pada pekerja tanpa membebani pengusaha. Prinsipnya harus adil bagi semua,” tegasnya.
Sebagai informasi, UMK Kota Mataram terus mengalami kenaikan dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2023, UMK ditetapkan sebesar Rp2.598.079, naik menjadi Rp2.685.089 di 2024 dan kembali meningkat menjadi Rp2.859.620 pada 2025.
Tren ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kesejahteraan pekerja di tengah dinamika ekonomi yang terus berubah.
Miftah menambahkan, komunikasi dengan pelaku usaha dan serikat pekerja akan terus Pemkot jaga agar pembahasan UMK 2026 berjalan lancar dan hasilnya bisa semua pihak terima.
“Kita berharap kebijakan pusat nanti tetap memberi ruang bagi daerah untuk menyesuaikan kondisi riil ekonomi. Prinsipnya, kenaikan upah harus adil bagi pekerja, tapi juga tidak memberatkan pengusaha,” tambahnya. (*)