ADVERTORIALKota Mataram

Belajar dari Champion Cabai, TPID Mataram Boyong Lurah dan Camat ke Lombok Timur

Mataram (NTBSatu) – Keberhasilan petani Desa Kerongkong, Kecamatan Suralaga, Kabupaten Lombok Timur, menjadi perhatian publik.

Desa yang terkenal sebagai kampung cabai ini melahirkan Champion Cabai Nasional dan kini menjadi destinasi belajar bagi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Mataram.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Mataram, H. Lalu Alwan Basri memimpin langsung rombongan TPID bersama enam camat, 50 lurah, serta anggota Kelompok Wanita Tani (KWT), datang langsung ke Desa Kerongkong pada Kamis, 16 Oktober 2025.

Tujuan mereka meniru jejak sukses Kelompok Tani Orong Balak dalam menjaga ketersediaan cabai, sekaligus menekan laju inflasi di daerah.

“Kami tidak menyangka teknologi budidaya cabai di Lombok Timur sudah secanggih ini. Inovasi para petani Kerongkong sangat luar biasa dan bisa menjadi contoh bagi Kota Mataram,” ujar Lalu Alwan Basri di sela-sela kunjungan.

Menurut Alwan, sistem budidaya di Kerongkong sangat cocok untuk Mataram, terutama karena kota ini memiliki keterbatasan lahan pertanian.

“Kami sudah menawarkan kerja sama. Dinas Pertanian Kota Mataram akan menindaklanjuti agar sistem seperti di Orong Balak bisa diterapkan di wilayah kami,” tambahnya.

Champion Cabai yang Ubah Wajah Pertanian Desa

Nama H. Suban, Ketua Kelompok Tani Orong Balak, sudah tak asing di kalangan petani NTB. Ia menyabet gelar Champion Cabai Nasional berkat keberhasilannya mengembangkan teknologi pertanian sederhana namun efektif.

Melalui sistem greenhouse dan teknik tanam modern, ia mampu menjaga produksi cabai tetap stabil sepanjang tahun bahkan saat musim paceklik.

“Kami mulai dari kecil, dari pekarangan rumah. Tidak mesti punya lahan luas. Dengan polibag, hidroponik, dan ketekunan, hasilnya bisa luar biasa,” kata H. Suban bangga.

Ia menekankan, mental petani dan disiplin perawatan menjadi kunci utama keberhasilan.

“Kami belajar dari Jawa. Di sana tanah berpasir bisa ditanami cabai, apalagi tanah Lombok yang subur. Tidak ada alasan tidak bisa,” tegasnya.

Keberhasilan itu bukan hanya membawa Desa Kerongkong terkenal di nasional, tetapi juga membantu menjaga stabilitas harga cabai di tingkat lokal. Saat harga cabai melonjak di pasar, stok dari Kerongkong tetap tersedia, menjadikannya contoh konkret bagaimana produksi lokal bisa jadi tameng inflasi.

Ketua Kelompok Tani Orong Balak
Ketua Kelompok Tani Orong Balak, H. Suban. Foto: Sita Saraswati

Solusi Greenhouse Cabai: Aman Inflasi, Panen Setiap Pekan

Dalam kesempatan itu, H. Suban mengungkap perhitungan ekonomis dari sistem greenhouse cabai.

Satu unit greenhouse berukuran 20 are mampu menghasilkan 350 kilogram cabai setiap enam hari sekali. Harga jual rata-rata Rp150 ribu per kilogram, keuntungan yang sangat menjanjikan.

“Kalau Mataram menyiapkan 10 greenhouse, maka produksinya bisa mencapai 3,5 ton per enam hari. Itu cukup untuk menjaga kebutuhan cabai di kota,” jelasnya.

Menurutnya, untuk membangun satu unit greenhouse membutuhkan anggaran sekitar Rp500 juta, atau sekitar Rp3 miliar untuk enam unit.

“Nilai itu kecil dibanding manfaatnya. Dengan sistem ini, harga cabai bisa stabil dan inflasi bisa dikendalikan,” katanya.

Suban juga menegaskan, kelompoknya siap membantu dari sisi pelatihan dan pendampingan teknis.

“Kami siap membimbing Kota Mataram. Apa pun kebutuhannya, kami siap fasilitasi. Sama seperti kerja sama kami dengan Dompu dan Bima,” tambahnya.

Kolaborasi Desa-Kota untuk Ketahanan Pangan NTB

Langkah TPID Kota Mataram menggandeng petani Desa Kerongkong sebagai strategi cerdas dalam memperkuat ketahanan pangan.

Lewat studi tiru keberhasilan Champion Cabai, harapannya Kota Mataram bisa menjaga pasokan cabai lokal tanpa terlalu bergantung pada distribusi dari luar daerah.

“Kami ingin meniru semangat petani Kerongkong. Dengan kolaborasi desa dan kota, kita bisa mengatasi inflasi dari akar masalahnya,” kata Sekda.

Ke depan, TPID Mataram berencana membentuk pilot project budidaya cabai perkotaan berbasis greenhouse di beberapa kelurahan.

Proyek ini juga akan melibatkan Kelompok Wanita Tani (KWT) untuk memperkuat ekonomi keluarga, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasokan pasar besar. (*)

Berita Terkait

Back to top button