DPRD NTB Pertanyakan Saldo Dana BTT: Sebelumnya Rp161 Miliar, Tersisa Rp16 Miliar

Mataram (NTBSatu) – DPRD Provinsi NTB menyoroti penggunaan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT), dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2025.
Adapun Pemprov NTB mengalokasikan anggaran BTT dalam APBD murni tahun 2025 sebesar Rp500,970 miliar lebih.
Berdasarkan pemaparan Anggota DPRD NTB, Abdul Rahim dalam rapat paripurna kemarin, realisasinya telah mencapai Rp484,560 miliar, sehingga tersisa hanya sekitar Rp16,410 miliar.
Realisasi itu melalui pembebanan langsung maupun mekanisme pergeseran ke sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB, Muhammad Aminurlah menanyakan transparansi penggunaan anggaran BTT ratusan miliar tersebut.
Pasalnya, hasil pergeseran satu dan dua beberapa waktu lalu, menyisakan anggaran BTT kurang lebih Rp161 miliar. Namun, dalam nota APBD Perubahan tahun 2025 yang disahkan kemarin hanya tersisa Rp16 miliar.
“Sisanya (BTT) tinggal Rp16 miliar, tidak tahu itu kok bisa Rp16 miliar. Padahal, sisa dari pergeseran kemarin Rp161 miliar,” ujar Maman, sapaan Muhammad Aminurlah, Jumat, 26 September 2025.
Sebagai informasi, pada pergeseran pertama, anggaran BTT digeser sebesar Rp130 miliar. Selanjutnya, pada pergeseran kedua sebesar Rp210 miliar. Pergeseran ini setelah Peraturan Kepala Daerah (Perkada) ditetapkan pada 28 Mei 2025 lalu.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini kembali mempertanyakan peruntukan anggaran ratusan miliar tersebut. Sehingga, menyisakan hanya Rp16 miliar.
Pertanyaan Maman mendasar, sebab saat pembahasan nota keuangan dan Raperda tentang rancangan APBD Perubahan tahun 2025, tidak disinggung soal anggaran tersebut.
“Tidak ada yang dibahas itu. Tidak ada penjabaran dari eksekutif terhadap banggar, tidak ada laporan dari eksekutif ke legislatif, ke mana anggaran itu. Mereka hanya melaporkan (tersisa) Rp16 miliar anggaran BTT,“ ungkap Maman.
Jadi Sorotan PDIP
Transparansi penggunaan BTT juga menjadi sorotan empat legislator dari Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP). Mereka adalah Abdul Rahim, Raden Nuna Apriadi, Made Slamet, dan Suhaimi.
Oleh Abdul Rahim, menyampaikan itu saat Rapat Paripurna DPRD NTB di Ruang Rapat Rinjani Kantor DPRD NTB, Jumat, 26 September 2025.
Politisi PDIP ini mempertanyakan transparansi penggunaan anggaran tersebut. Terlebih, jawaban Gubernur NTB yang diwakili Pj Sekda dalam sidang paripurna sebelumnya dinilai tidak menyeluruh karena tidak disertai data realisasi dari seluruh OPD.
“Jawaban Gubernur NTB yang diwakili Pj Sekda sebelumnya terkesan tidak komprehensif. Tidak disampaikan data realisasi di semua OPD di Pemprov NTB,” ujarnya.
Menurutnya, penggunaan BTT harus sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan peraturan daerah, seperti Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Kepala Daerah (Perkada) di masing-masing daerah.
Dalam aturan tersebut, dana BTT hanya diperbolehkan untuk keadaan darurat yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Seperti bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, kejadian luar biasa. Lalu, pelaksanaan operasi pencarian, dan pertolongan, atau untuk mendanai keperluan mendesak yang tidak tersedia anggarannya.
“Selain itu, BTT juga hanya untuk bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya,” ujar Bram.
Namun, lanjut Bram, langkah Gubernur Lalu Muhamad Iqbal yang menerbitkan Pergub 06 tahun 2025 tentang Pergeseran Anggaran, patut menjadi perhatian.
Apalagi, sebanyak dua kali pergeseran anggaran yang di dalamnya terdapat komponen BTT dilakukan saat era kepemimpinan Iqbal-Dinda.
Padahal, syarat pencairan dana BTT harus memenuhi berbagai unsur, yakni penetapan status keadaan darurat
“Untuk hal ini, harus ada keputusan dari kepala daerah atau instansi terkait tentang status darurat yang diusulkan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” jelasnya.
Kemudian kedua, harus memenuhi unsur Perencanaan Kebutuhan Belanja (RKB). Bukti pengeluaran sah dan lengkap. Pelaporan dan pertanggungjawaban, di mana penggunaan dana BTT wajib dilaporkan dan dipertanggungjawabkan paling lambat satu bulan setelah pencairan dana, dengan rincian penggunaan dan bukti-bukti pertanggungjawaban.
“Sayangnya, hingga kini, rincian penggunaan dana BTT belum pernah dilaporkan Gubernur pada lembaga DPRD. Padahal, hal ini diperlukan dalam rangka pengawasan sebagai satu entitas pemerintahan yang setara. Apalagi, dana BTT yang tidak dilaporkan secara transparan akan rentan menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari,” ungkap Bram.
Tanggapan Pemprov NTB
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi NTB, Nursalim menjelaskan, BTT bukanlah sebuah program, melainkan bagian dari jenis belanja dalam struktur APBD.
Sehingga, dalam APBD Perubahan ini, apapun sumber dananya bisa disebarkan ke semua program prioritas daerah.
“BTT itu bukan hantu yang tidak bisa digeser dalam perubahan APBD ini,” ujarnya.
BTT, lanjut Nursalim, merupakan bagian jenis belanja. Sama halnya dengan belanja pegawai, belanja modal, dan belanja bagi hasil. Sehingga, sangat mungkin dilakukan pergeseran.
“Ketika ada belanja yang masih stand by cukup banyak, kemudian melihat sisa waktu tinggal 2-3 bulan, maka kita dapat melakukan restrukturisasi ulang belanja untuk mencapai target kinerja Pemda,” jelasnya.
Mantan Kepala Biro Organisasi Setda NTB ini menegaskan, penyusunan APBD Perubahan tahun 2025 sudah memedomani semua regulasi. Mulai dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Kemudian, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan. Lalu, UU 23 Tahun 2014 tentang Pemda. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, Permendagri Nomor 90 Tahun 2019, dan Permendagri Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2025
“Semua regulasi ini kita pedomani dan semua komponen belanja telah dibahas bersama dengan DPRD. Serta, telah disetujui secara kelembagaan oleh DPRD,” katanya.
Perihal rincian penggunaan BTT tersebut, Nursalim tidak membeberkannya secara spesifik. Mengingat, yang melakukan penganggaran Rencana Kerja Pemerintahan Daerah (RKPD) adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Hanya saja ia memastikan, anggaran tersebut dialokasikan pada semua OPD untuk membiayai target RPJMD.
“Untuk lebih jelas bisa tanya Bappeda, karena mereka melakukan budgeting (penganggaran, red) RKPD di Bappeda,” tutupnya. (*)