Ustaz Pelaku Kekerasan Seksual di Sekotong Divonis Ringan, Koalisi NTB: Langkah Mundur

Mataram (NTBSatu) – Putusan ringan kasus kekerasan seksual di pondok pesantren (ponpes) Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, mendapat reaksi keras Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB.
Perwakilan Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB, Yan Mangandar Putra menyebut, langkah Kejari Mataram dan Pengadilan Negeri Mataram sebagai kemunduran serius. Terutama, dalam upaya melindungi anak dan memberantas predator seksual di lingkungan pesantren.
Yan menyoroti tuntutan jaksa yang hanya meminta hukuman 8 tahun penjara bagi dua terdakwa, WM selaku ustaz dan AM sebagai pimpinan ponpes. Tuntutan itu dibacakan pada awal Agustus dan September 2025.
Lebih mengecewakan lagi, hakim kemudian menjatuhkan vonis lebih ringan, yaitu 6 tahun untuk terdakwa AM pada 11 September 2025.
Yan menegaskan, situasi tersebut menandakan sikap tidak konsisten yang justru mengarah pada kemunduran.
“Tuntutan dan putusan ringan dari Kejari Mataram dan Majelis Hakim PN Mataram ini adalah sikap tidak konsisten. Bahkan, merupakan langkah mundur terhadap upaya serius pemerintah dan masyarakat untuk memberantas terjadinya tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan ponpes, yang makin hari makin mengkhawatirkan,” tegas Yan, Rabu, 17 September 2025.
Koalisi menilai, bukannya memperkuat perlindungan anak, keputusan itu justru membuka celah bagi pelaku untuk mendapatkan keringanan.
Koalisi juga menekankan, adanya pelanggaran hukum dalam dasar tuntutan jaksa. Mereka menilai, jaksa seharusnya menggunakan perubahan kedua UU Perlindungan Anak, yakni UU 17/2016.
Aturan itu, memberi ancaman hukuman antara 10 hingga 20 tahun bagi pendidik yang melakukan kejahatan seksual terhadap lebih dari satu korban.
“Seharusnya jaksa memakai dasar hukum yang terbaru, menggunakan Perubahan II (UU 17/2016),” ungkap Yan.