Ustaz Pelaku Kekerasan Seksual di Sekotong Divonis Ringan, Koalisi NTB: Langkah Mundur

Kasus Serupa di Lombok Tengah
Koalisi lalu membandingkan dengan kasus serupa di Pringgarata, Lombok Tengah. Dalam kasus itu, Majelis Hakim PN Praya berani menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada pendiri ponpes yang terbukti memperdaya anak untuk melakukan persetubuhan.
Yan menilai, meski korban dan saksi mencabut keterangan di persidangan, hakim tetap tajam membaca fakta dan menjatuhkan hukuman berat. Hal itu kontras dengan vonis ringan di kasus Sekotong.
Selain itu, Yan menyoroti relasi kuasa antara terdakwa sebagai tokoh ponpes dengan korban yang berasal dari kalangan masyarakat biasa.
Menurutnya, kondisi ini membuat korban rawan intimidasi dan manipulasi. Karena itu, ia menegaskan seharusnya hakim memberi vonis lebih berat, bukan sebaliknya.
Laporkan ke Kejagung dan Komisi Kejaksaan
Koalisi berencana melaporkan Kejari Mataram ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI serta Komisi Kejaksaan RI, agar evaluasi menyeluruh dilakukan.
Mereka juga menyiapkan laporan ke Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI, tentang dugaan pelanggaran etik selama persidangan. Sebab, pemeriksaan anak korban tetap menghadirkan terdakwa di ruang sidang.
“Kami pun akan laporkan ke Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI, karena kami sudah mendapatkan informasi awal pemeriksaan anak korban dan anak saksi dilakukan dengan tetap menghadirkan terdakwa dalam ruang sidang,” ungkapnya.
Yan kembali menegaskan, putusan ini seharusnya menjadi momentum untuk melindungi pesantren dari predator seksual.
“Ponpes aman dan nyaman bagi santri-santriwati, dan tidak boleh ada sedikit pun celah bagi para predator atau siapapun yang coba-coba yang ingin memanfaatkan situasi yang ada di Ponpes. Karena pasti akan diproses hukum secara tegas dan dipidana sangat berat,” tutup Yan. (*)