Empat Blok WPR di NTB Masuk Kawasan Hutan

Mataram (NTBSatu) – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB mencatat, sebanyak empat blok Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di NTB yang sudah mendapat izin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), masuk dalam kawasan hutan.
Keempat blok tersebut tersebar masing-masing dua di Sekotong, Lombok Barat, yaitu blok Simba dan Lemer. Kemudian, dua Kabupaten Dompu, yaitu blok Ranggo dan Natawera.
“Dari 16 WPR, ada empat blok yang masuk dalam kawasan hutan,” kata Kepala Bidang Planologi dan Produksi Hutan Dinas LHK Provinsi NTB, Burhan ditemui di Kantor Gubernur NTB, Senin, 15 September 2025.
Daftar Blok WPR di Lombok Barat dan Dompu
Berdasarkan data NTBSatu, ada tiga blok yang ditetapkan di Dompu, yaitu blok Lepadi, Ranggo, dan Natawera. Ketiga blok tersebut terletak di Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu.
Dari tiga blok ini, pengelolaannya oleh lima koperasi, yaitu Koperasi Bhara Satonda Prima, Koperasi Bhara Satonda Perkasa, Koperasi Tambang Rakyat Putra Pajo, Koperasi Qaswa, dan Koperasi Nuadom Dompu.
Sementara di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, terdapat lima blok WPR. Rinciannya, tiga blok di Lemer dan dua blok di Simba.
Pengelolaan kelima blok ini akan oleh sepuluh koperasi, yaitu Koperasi Beriuk Maju Bersama, Gema Sarlina Buana, Maju Sejahtera Abadi, Mulya Jaya Mandiri, Maju Damai Sejahtera, Mega Surya Kusuma, Pelangan Maju Bersama, Taro Karya Sejahtera, Kayu Putih Bangkit, dan Koperasi Tong Keramat Sejahtera.
Burhan menjelaskan, blok yang masuk dalam kawasan hutan harus memenuhi izin tambahan sebelum beroperasi. Yaitu, Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
“Itu harus dipenuhi, meski sudah terbit Izin Pertambangan Rakyat (IPR), tetap harus melengkapi PPKH,” ujarnya.
Burhan tidak mengetahui koperasi mana yang kelola blok yang masuk kawasan hutan ini. Namun ia memastikan, belum ada koperasi yang mengajukan dokumen untuk izin PPKH ini.
“Kalau kita kan ada persyaratannya nanti dia harus punya ada IPR dulu, baru bisa mengajukan PPKH,” ungkapnya.
Pada intinya, lanjut Burhan, koperasi yang akan mengelola WPR dalam kawasan hutan, tetap belum bisa beroperasi meski IPR sudah terbit.
“Intinya belum bisa beroperasi sebelum izin kelola keluar untuk yang masuk kawasan hutan. Karena nanti akan berlaku peraturan kehutanan,” tegasnya.
Gubernur Iqbal Terbitkan IPR untuk 12 Koperasi
Sebelumnya, beredar surat Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal mengeluarkan izin prinsip pertambangan rakyat untuk 12 koperasi yang tersebar di Pulau Sumbawa dan Lombok.
Surat tersebut keluar pada 29 Agustus 2025, persis setelah demo dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Laskar NTB. Salah satu tuntutan aksi tersebut meminta Gubernur Iqbal mempercepat Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Surat dengan nomor: 800/673/DESDM/2025 itu keluar langsung dengan tanda tangan Gubernur Iqbal. Tembusannya kepada Menteri ESDM, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Koperasi, dan Menteri Investasi dan Hilirisasi.
Dalam surat tersebut menyebutkan, pada prinsipnya, Gubernur Iqbal menyetujui permohonan IPR untuk 12 koperasi. Hal ini sebagai bentuk tindaklanjut surat permohonan dari pihak koperasi.
Sekretaris Dinas ESDM Provinsi NTB, Niken Arumdati mengatakan, izin yang dimaksud dalam surat tersebut hanya izin prinsip. “Itu cuman izin prinsip,” ujarnya, kemarin. (*)