Hukrim

Pemprov Dipersilakan Gugat Lahan Bawaslu NTB dan Gedung Wanita

Mataram (NTBSatu) – Ida Made Singarsa mempersilakan Pemprov NTB melakukan gugatan, untuk lahan Gedung Bawaslu NTB dan Gedung Wanita.

“Iya, silakan lapor. Kita akan hadapi,” kata Kuasa Hukum Ida Made Singarsa, I Made Suartha, Kamis, 19 Juni 2025.

Menurutnya, siapapun memiliki hak untuk melakukan pelaporan. Namun ia memastikan, lahan yang bertempat di Jalan Udayana, Kota Mataram merupakan milik kliennya. Hal itu dibuktikan dengan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Mataram Nomor:429/Pid.B/2024/PN Mtr.

“Indonesia kan negara hukum. Jadi siapapun bisa melapor silakan. Kami tidak mempersalahkan,” jelas Made Suartha.

IKLAN

Kabiro Hukum Setda NTB, Lalu Rudy Gunawan sebelumnya menyebut, gugatan baru tersebut untuk menyelamatkan Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita. Menyusul terdakwa Ida Made Singarsa dibebaskan oleh Hakim MA terkait kasus pemalsuan surat lahan.

Pemprov NTB kini tengah melakukan pengkajian sekaligus persiapan dokumen untuk gugatan baru tersebut. Dalam proses ini, pemerintah berencana melibatkan kejaksaan, kepolisian hingga akademisi.

“Intinya, tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. InsyaAllah dalam waktu dekat kita akan ajukan gugatan baru,” jelasnya kepada NTBSatu, Selasa, 17 Juni 2025.

IKLAN

Alasan Pemprov “ngotot” melakukan gugatan karena berdasarkan kesaksian Ahli Bahasa, ada dua jenis ejaan dalam surat tersebut. Menurut mereka tidak mungkin ada dalam satu surat.

“Pada tahun dibuatnya surat tersebut, ejaan yang berlaku adalah Ejaan Suwandi. Tapi nyatanya ada juga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dalam surat tersebut, padahal Ejaan EYD belum berlaku,” ungkapnya.

Kemudian, pada saat proses penyidikan masih berjalan di Polda NTB, terdakwa atas inisiatif dan kesadaran sendiri, telah membuat pernyataan dihadapan notaris yaitu pengakuan bahwa benar tanah Bawaslu dan Gedung Wanita bukan milik terdakwa.

IKLAN

Berdasarkan pertimbangan hukumnya, sambung Rudy, adanya akta pernyataan di hadapan notaris yang dibuat dan ditandatangani terdakwa Ida Made Singarsa. Menurutnya, hal itu sah dan dapat menjadi sebagai dasar hukum Pemprov NTB mengajukan gugatan perdata baru.

“Yaitu dengan dua opsi, pertama gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Dasar hukumnya Pasal 1365 KUHP atau gugatan pengembalian hak milik atas tanah (Revindikasi), dasar hukumnya Pasal 1991 KUHP,” jelasnya.

Riwayat Kasus

Persoalan ini bermula ketika Ida Made Singarsa menggugat Pemprov NTB, Ketua Bawaslu NTB, dan Pemkab Lombok Barat. Ia menggugat karena merasa lahan di atas bangunan Bawaslu dan Gedung Wanita merupakan miliknya dari warisan ayahnya, Alm. Ida Made Meregeg.

Made Singarsa pun memenangkan gugatan tersebut berdasarkan putusan banding kasasi. Walaupun sebelumnya di pengadilan tingkat pertama kalah.

Pemprov NTB kemudian mengajukan PK. Namun, Pemprov terpaksa gigit jari karena Mahkamah Agung (MA) menolak PK tersebut.

Dalam sidang dakwaan Made Singarsa terungkap bahwa Pemprov NTB melalui proses pinjam pakai tanah antara almarhum orangtuanya dengan Bupati Lombok Barat. Hal itu sebagaimana surat pinjam pakai tanah antara Ida Made Meregeg dengan Bupati Lombok Barat, Lalu Anggrat tahun 1964.

Pinjam pakai tanah tersebut berlangsung selama 20 tahun, sejak tahun 1964 hingga tahun 1984. Hingaa saat ini Pemprov NTB belum mengembalikan obyek bidang tanah tersebut.

Pemprov NTB kemudian merasa ragu dengan keaslian surat tersebut. Karena di dalam pemerintahan tidak ada istilah pinjam pakai. Yang ada adalah sewa dan jual beli.

Hal itu berdasarkan Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1996 tentang HGU,HGB dan hak Pakai atas Tanah dan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pengelolaan BMD, Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2006 Tentang Pengelolaan BMD, Permendagri No. 19 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan BMD.

Alasan lain, dalam surat keterangan tidak ada menyebutkan kewajiban-kewaiban peminjam selama proses pinjam pakai tersebut. Kemudian, dalam surat keterangan hanya ada tanda tangan satu pihak.

Terakhir, bukti surat keterangan penggugat dengan bukti surat tergugat dengan tanda tangan Bupati Lombok barat Lalau Anggrat berbeda. Karena itu Pemprov NTB meragukan keterangan keaslian surat.

Pemerintah selanjutnya melaporkan surat palsu itu ke Dit Reskrimum Polda NTB. Hasilnya, polisi menetapkan Made Singarsa dan satu orang lainnya menjadi tersangka. (*)

Berita Terkait

Back to top button