Daerah NTBPemerintahan

NTB Krisis Perlindungan Perempuan dan Anak, Aliansi Tolak Kebijakan Peleburan DP3AP2KB

Mataram (NTBSatu) – Puluhan aktivis perempuan dan anak yang tergabung dalam Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak NTB menggelar hearing di Kantor Gubernur NTB pada Jumat, 21 Maret 2025.

Mereka menolak rencana peleburuan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) ke dalam Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan.

Mereka menilai langkah ini sebagai langkah mundur dalam upaya melindungi perempuan dan anak di NTB. Perwakilan Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak NTB, Nur Jannah mengatakan, peleburan ini adalah kesalahan besar.

“Perlindungan perempuan dan anak tidak bisa dicampuradukkan dengan urusan sosial dan kesehatan yang terlalu luas cakupannya,” tegas dalam pertemuan tersebut.

Peleburan Tanpa Kajian Mendalam, Perempuan dan Anak Berpotensi Terlantar

Menurut Aliansi, Pemprov NTB sama sekali tidak melakukan kajian mendalam terkait rencana peleburan ini. Nur Jannah menyebut bahwa masalah perempuan dan anak tidak bisa dipandang hanya sebagai persoalan sosial semata. Tetapi juga menyangkut hak asasi manusia (HAM) yang harus mendapatkan prioritas.

IKLAN

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa angka perkawinan anak di NTB meningkat drastis dari 16,23 persen pada tahun 2022 menjadi 17,32 persen pada tahun 2023, jauh di atas rata-rata nasional yang justru menurun menjadi 6,92 persen.

Selain itu, pada tahun 2022 tercatat 1.022 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan 672 kasus di antaranya melibatkan anak-anak.

“Angka-angka ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah. Kalau DP3AP2KB dilebur, siapa yang akan menangani persoalan ini secara khusus dan terkoordinasi?” tukasnya.

Peran Strategis DP3AP2KB Terancam Dihapuskan

Sementara Direktur LPSDM NTB, Ririn Hayudiani menyoroti peran strategis DP3AP2KB terancam terhapus akibat isu efesiensi anggaran.

DP3AP2KB merupakan dinas utama dalam Pengarusutamaan Gender (PUG) sesuai amanah Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000. DP3AP2KB menjadi penggerak utama dalam penyusunan Anggaran Responsif Gender (ARG) serta peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) di NTB.

“IPG dan IDG NTB masih berada di bawah rata-rata nasional. Jika DP3AP2KB dilebur, siapa yang akan mengawasi pencapaian ini? Peleburan ini jelas-jelas mengabaikan amanah dari Inpres No. 9 Tahun 2000,” kritiknya.

Saat ini, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) juga di bawah naungan DP3AP2KB menjadi tumpuan utama dalam menangani dan melindungi korban kekerasan. Namun, dengan peleburan ini, kinerja UPTD PPA akan semakin terganggu dan tidak efektif.

“Kasus kekerasan di NTB bukanlah angka kecil. Dengan peleburan ini, proses penanganan akan terhambat. Korban kekerasan akan semakin kesulitan mendapatkan perlindungan yang layak,” tegas Ririn.

Beban Berat Dinas Sosial Akan Semakin Tak Tertanggungkan

Ririn mengungkapkan, Dinas Sosial yang diharapkan mengakomodasi tugas-tugas DP3AP2KB sebenarnya sudah kewalahan dengan urusan penanganan bencana alam, konflik sosial, dan krisis ekonomi. Akan tetapi adanya intensi peleburan ini, beban kerja yang semakin berat justru membuat pelayanan bagi perempuan dan anak semakin terabaikan.

“Dinas Sosial selama ini menangani krisis besar seperti gempa bumi, banjir, dan masalah sosial lainnya. Mereka sudah kewalahan. Kalau urusan perempuan dan anak dilemparkan ke sana, yang akan terjadi adalah kekacauan. Kita bicara soal nyawa dan masa depan generasi. Apakah pemerintah tidak sadar akan hal itu?” ucapnya dengan penuh kekecewaan.

Peleburan artinya runtuhnya kepercayaan publik dan lembaga donor

Di sisi lain, tak hanya memperburuk pelayanan, rencana peleburan ini juga akan mengikis kepercayaan publik dan lembaga donor. Kerja -kerja organisasi masyarakat sipil yang selama ini berfokus pada isu perempuan dan anak akan semakin terhambat.

“Kalau pemerintah menganggap ini sekadar soal efisiensi birokrasi, mereka keliru besar. Peleburan ini akan mematikan banyak program yang sudah berjalan baik. Lembaga donor juga akan mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap isu perempuan dan anak,” terang Ririn.

Rekomendasi Aliansi: Perkuat, Bukan Hancurkan!

Sebagai bentuk penolakan tegas, Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak NTB mengusulkan beberapa rekomendasi:

  1. Memperkuat DP3AP2KB dengan menambah anggaran dan tenaga kerja yang lebih memadai, bukan justru melemahkannya.
  2. Jika ingin efisiensi, ubah menjadi DP3A (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dan alihkan Pengendalian Penduduk & KB ke dinas yang lebih relevan.
  3. Mengaktifkan focal point gender di semua OPD sebagai bentuk kepatuhan terhadap Inpres No. 9/2000.
  4. Meningkatkan kapasitas UPTD PPA agar dapat bekerja lebih optimal dengan dukungan anggaran dan kebijakan yang jelas.

“Pemerintah Provinsi NTB perlu mengkaji ulang rencana ini. Jika terus dipaksakan, bukan hanya hak-hak perempuan dan anak yang terabaikan. Tapi juga reputasi pemerintah sebagai pelindung mereka,” pungkas Nur Jannah. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button