Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTB juga punya rekam jejak positif, di luar dari sederet kasus pelancong ilegal dan tragedi kematian para pendatang “haram”. Banyak yang memilih jalan legal atau prosedural. Meminjam kalimat Shiratal Mustaqim dalam Surat Al Fatihah Ayat 6, jalan lurus mereka ambil demi keselamatan dan kenyamanan di dunia kerja.
———————–
Jadi buruh kasar dan nelayan, bukan pekerjaan yang diimpikan Lalu Arjunika Hendra. Penghasilan tak sebanding dengan beban biaya hidupnya dan dua adik kandungnya. Hendra – sapaannya mengambil alih tanggung jawab tulang punggung karena ayah dan ibunya bercerai.
Sampai akhirnya tahun 2021 lalu, seorang kawannya mengajak hijrah ke Malaysia. Tawaran tak ditolak. Sponsor berhasil meyakinkan Hendra, tempatnya bekerja adalah perusahaan bonafide.
Tiga tahun berlalu, Hendra kini jadi salah satu PMI sukses jika ukurannya penghasilan sebelumnya. Ia bekerja di Ladang Tuan Mee SG Buloh Selangor, Kuala Lumpur Kepong Berhad Malaysia. Salah satu perusahaan besar kilang Sawit di Malaysia.
“Alhamdulillah, saya bisa biaya adik saya yang SMP dan SMA. Kalau lancar kerja di sini, saya mau biayai mereka sampai tamat,” ceritanya kepada NTBSatu di kantor Ladang Tuan Mee, Senin 9 Desember 2024.
Pendapatan Hendra melebihi gaji basic 1.500 Ringgit Malaysia (RM). Jika dirata-ratakan per bulan, ia mendapatkan penghasilan 2.500 RM. Jika dikonversi dengan kurs rupiah Rp3.500 per RM, maka pendapatan Hendra mencapai 8.750.000.
Dalam rantai panen sawit, posisi Hendra sebagai tolak buah. Ia mengambil buah sawit yang diturunkan dari truk ke motor roda tiga. Sesederhana itu, tapi capeknya bukan kepalang. Satu bongkol sawit bisa seberat 10 – 25 kilogram.
Jadi Kadus di Kebun Sawit
Cerita manisnya hasil panen sawit dari Ladang Tuan Mee juga dirasakan Syamsudin (41), asal Desa Kebon Ayu Kecamatan Lembar, Lombok Barat. Laki laki 41 tahun ini sudah 13 tahun di Ladang Tuan Mee. Tergolong sangat senior untuk usia kerja. Walau berat, ia cukup menikmati pekerjaannya. Syamsudin cukup dihormati, sampai sampai ia mendapat julukan sebagai Pak Kadus di ladang Sawit ribuan hektare itu.
Syam menceritakan kesannya sejak berangkat sampai bekerja melalui jalur PMI prosedural. “Saya merasakan ketenangan bekerja di sini. Bukan saja soal gaji, tapi keamanan karena berangkat secara legal. Keluarga saya di kampung juga tenang,” ungkap dia.
Syam belum terpikirkan untuk kembali ke kampung asalnya. Ia merasa hidupnya masih memperoleh garansi dari penghasilan jadi pekerja kebun sawit. “Saya pulang kalau sudah merasa tajir,” ujarnya dalam bahasa Sasak.
Nawi, pekerja senior lainnya menitip pesan soal jalur keberangkatan. Sama dengan Syamsudin, menurut Nawi, bekerja sebagai PMI prosedural menjamin keamanan. “Yang kita pikirkan keselamatan dulu. Kalau jalur ilegal, ada saja masalahnya. Kan ini bikin gak tenang. Kalau jalur resmi, terjamin semuanya, dari kesehatan dan keselamatan,” tegas Nawi.
Jadi Tajir dalam Sebulan
Suhu udara di jalan tol menuju Sungai Buloh, kawasan pinggir Kuala Lumpur terasa lembab. Mendung dan hujan silih berganti mengiringi rombongan Forun Wartawan Parlemen bersama Dinas Tenaga Kerja Provinsi NTB. Suhu udara saat itu 24 derajat selsius. Bus yang membawa kami tiba Pukul 14.40 Wita.
Dalam suasana dingin, rombongan disambut hangat Senior Manager KLK Ladang Tuan Mee, Chin Yik Loon. Di hadapan rombongan wartawan dan Disnakertrans NTB, ia memaparkan profil perusahaan dan kondisi terkini para pekerja, khususnya asal Indonesia. Mereka juga menampilkan penampakan kompleks pemukiman pekerja yang layak huni dengan semua fasilitas di dalamnya.
Kawasan perkebunan sawit Ladang Tuan Mee mencakup 2.013 hektare. Dari semua alur plantation, perusahaan mempekerjakan 202 orang. Dari jumlah itu, 43 persen berasal dari Indonesia. “Dari 43 persen ini, pekerja asal Lombok 86 orang,” sebut Chin Yik Loon. Selebihnya dari Bangladesh 38 persen, India 17 persen dan hanya 5 persen dari Malaysia.
Chin Yik Loon lebih banyak memuji kinerja pekerja asal Lombok dalam presentasinya. Mental pekerja mereka terkenal sangat tangguh dan ulet. Dedikasi PMI asal NTB ini diapresiasi perusahaan dengan memberikan perhatian lebih.
“Dengan kerelaan hati, kita akan jaga dan berikan perhatian kepada para pekerja (Lombok) ini. Sebab mereka sanggup mengorbankan diri untuk mencari nafkah,” kata Chin dengan aksen kental Melayu.
Kerja keras mereka sebanding dengan hasil yang diraih. Rata-rata penghasilan PMI asal Lombok, sebut Chin, mencapai 2.000 RM atau setara Rp7.000.000. Bahkan paling tinggi bisa mencapai 4.000 sampai 7.000 RM.
“Bagi yang rajin biasa memperoleh sampai 7000 RM,” kata Chin. Mendengar itu, wartawan berdecak. Ada di antaranya yang iseng menghitung. Setelah dikonversi menjadi rupiah, tembus Rp24.500.000. Sampai di kampungnya di Lombok, penghasilan Rp7 juta hingga Rp24 Juta bagi Nawi dan Syamsudin, sudah tergolong tajir.
Begitulah gambaran penghasilan para pekerja di sana. Tapi tentu ada saja suka dukanya. Kalau ada yang kurang produktif, itu hal biasa menurut Chin, tapi hanya pada momen tertentu saja. Selebihnya mereka rajin.
Chin dan manajemen Ladang Tuan Mee memberi kesempatan para pekerja mengungkap setiap persoalan yang di hadapi, baik lingkungan kerja maupun perusahaan.
Md Jamribon Kasan, selaku Penolong Pengurus Kanan di Ladang Tuan Mee mengungkapkan pendekatan kemanusiaan yang ia lakukan pada pekerja jika muncul masalah pribadi. “Kita dengar apa dia punya masalah dulu. Kita cari solusi sama-sama. Begitu sebaiknya, agar masalah hanya di dalam perumahan kita lah. Jadi masalah tak sampai berminggu-minggu,” ujar pria keturunan Jawa ini.
Prinsip dia sama, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. “Begitu hari ini dia report, hari ini kita cari solusinya,” kata Jamribon.
Soal kesehatan, perusahaan juga sudah menyediakan berbagai jaminan. Chin juga menampilkan penanganan medis para pekerja. Baik yang luka ringan maupun luka berat. “Semua percuma, tak ada biaya,” ujarnya.
Perusahaan juga memberikan jaminan asuransi bagi kecelakaan kerja. Tentu dengan memprioritaskan keselamatan pekerja dalam aktivitas. Ia kemudian memaparkan beberapa tools yang digunakan untuk keselamatan pekerja.
Mendengar paparan itu, Kadisnakertrans NTB, I Gede Putu Aryadi memberikan apresiasi dan terima kasih, karena perusahaan telah memperlakukan PMI asal Indonesia, khususnya asal Lombok dengan baik.
Kabar tentang Ladang Tuan Mee tak asing baginya, terutama soal perlindungan dan gaji para pekerja. “Sudah lama kami ketahui perlindungan pekerjanya sangat jelas,” ujar Gede.
Mendengar paparan dari perusahaan sekaligus dari para pekerja, jadi dasar pihaknya melakukan pemetaan hak pekerja dan kewajiban perusahaan. Langkah kunjungan itu sebagai salah satu upaya kolaborasi dengan perusahaan Sawit di Malaysia.
“Manajemen di Kepong ini baik. Setiap masalah bisa tereduksi. Inilah solusi mengatasi PMI Ilegal. Kenapa ilegal itu terjadi? Karena tidak cocokan antara PMI dengan perusahaan,” ujarnya.
Sementara di Kepong Berhard, ia melihat ada interaksi antara manajemen dengan pekerja. Sehingga mereka yang sakit, pekerja yang alami masalah dalam keluarga, termasuk dengan perusahaan, diberikan ruang untuk konsultasi. “Sehingga pekerja itu nyaman. Inilah pentingnya berkomunikasi,” tandas Gede.
Setelah menuntaskan kunjungan ke Kepong Berhard, keesokan harinya, rombongan melanjutkan agenda kunjungan ke FGV Plantation di kawasan Perak. Di badan usaha milik kerajaan Malaysia ini, sejumlah PMI curhat soal penghasilan dan perlindungan pekerja (bersambung). (*)