BERITA LOKALPendidikan

Cerita Eks Presma UMMAT tentang Pahit Manis Kuliah di Jakarta

Mataram (NTBSatu) – Pemuda asal Desa Wadu Kopa, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima, bernama Kur’an Manjaya, mengisahkan perjuangannya dalam melanjutkan pendidikan di Jakarta.

Eks Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT) periode 2016-2017 itu mengatakan, melanjutkan kuliah S2 di Jakarta merupakan mimpinya sejak dulu.

“Menurut saya Jakarta ini Kota Inspirasi. Sehingga saya punya tekad untuk menjadi petarung di Jakarta,” ujar Kur’an kepada NTBSatu, Kamis, 24 Oktober 2024.

Menurutnya, untuk bisa menginjakan kaki di Jakarta tidak semudah yang dipikirkan. Kur’an sapaan akrabnya, harus mengumpulkan rupiah demi rupiah sebagai modal keberangkatan dan biaya kuliahnya.

“Nah, pada tahun 2022 saya memutuskan untuk ke Jakarta. Tapi, sebelum ke Jakarta, saya mampir dulu selama tiga bulan di Kota Mataram untuk mencari cara mendapatkan biaya tiket perjalanan dan biaya pendidikan,” jelasnya.

Adapun biaya tiket dan biaya kuliah ia berhasil peroleh dari relasi yang ia miliki sewaktu menjadi aktivis mahasiswa di Kota Mataram. “Saya sangat bersyukur punya banyak senior dan kerabat yang membantu banyak ongkos perjalanan dan perkuliahan saya,“ papar Kur’an.

Singkatnya, pemuda yang juga alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) itu akhirnya diterima sebagai Mahasiswa Magister Pendidikan Dasar Universitas Prof. Dr. Hamka pada tahun 2022. Ia merasa senang karena mimpinya untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Jakarta akhirnya bisa terwujud.

Jual untuk Bertahan Hidup

Namun, di balik kegembiraannya, Kur’an harus menelan kenyataan bahwa kehidupan di kota besar sangat menantangnya. Bahkan, ia seringkali menjual madu hanya untuk bertahan dan menyambung hidup di perkotaan.

“Kalau boleh saya bilang lebih banyak pahit ketimbang manis di sini. Saya hidup numpang di kontrakan keluarga di Tanggerang. Sementara tempat saya kuliah di Jakarta Selatan. Sehingga jarak pulang pergi saya cukup jauh. Apalagi biaya kuliah saya bukan dari beasiswa, melainkan biaya sendiri,“ tuturnya.

Hal tersebut sudah menjadi pilihan hidupnya. Jadi, menurutnya tidak ada rumus untuk mundur dalam medan perjuangan. “Pahitnya kehidupan kita telan, kalaupun ada manisnya kita ludahi,“ katanya.

Di akhir, Kur’an berharap pada momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, khsusunya Pilkada NTB, dan Pilkada Kabupaten Bima, mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang peduli terhadap masa depan generasi muda.

“Pemuda adalah jembatan masa depan bagi sebuah bangsa, lebih-lebih di daerah. Semoga ada pemimpin di daerah saya yang tidak hanya bisa menyiapkan beasiswa pendidikan. Tetapi juga harus menyiapkan lapangan kerja yang memadai. Karena, percuma punya gelar tinggi-tinggi kalau tidak punya pekerjaan,” tegas Kur’an.

Sebagai inforamsi, kedua orang tua Kur’an merupakan petani yang tidak seberapa penghasilannya. Ia harus membayar biaya perkuliahan per semester sekitar Rp6,7 juta. Belum lagi untuk ongkos hidup di Jakarta yang serba tinggi. Saat ini, ia adalah mahasiswa magister semester 3 yang sedang menyiapkan proposal tesisnya. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button