DLHK NTB Pacu Rehabilitasi Mata Air, Target 300 Titik Pulih pada 2025–2029
Mataram (NTBSatu) – Upaya pemulihan sumber air di Nusa Tenggara Barat (NTB) diperkuat melalui target rehabilitasi 300 titik mata air selama periode 2025–2029.
Program ini tercantum dalam Renstra Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB. Dengan indikator kinerja khusus melalui KS71: Konservasi Mata Air. Menekankan perlindungan kawasan hulu, peningkatan infiltrasi, serta pemulihan vegetasi penyangga air.
Tekanan terhadap mata air makin terasa setelah KLHS RPJMD mencatat 55,46 persen wilayah NTB berada pada kategori penyediaan air rendah–sedang. Sementara 41,47 persen wilayah lainnya berada pada kategori rendah.
Penurunan tersebut berhubungan erat dengan degradasi tutupan lahan. Kemudian, perubahan fungsi kawasan lindung, dan kian tingginya kebutuhan air untuk industri, pertanian, dan permukiman.
Renstra DLHK merinci, rehabilitasi tidak hanya berhenti pada penanaman pohon. Program akan memuat pembangunan 2.500 unit biopori per tahun, 150 sumur resapan, proteksi radius 200 meter di area tangkapan air. Serta, penataan ulang vegetasi menggunakan jenis endemik seperti beringin, mahoni, nyamplung, dan sono keling yang memiliki daya ikat tanah tinggi. Seluruh titik prioritas akan dimonitor dengan sistem pemetaan debit berbasis GIS.
Pentingnya Penguatan Konservasi Air
Plt Kepala DLHK NTB, Ir. Ahmadi, menegaskan urgensi penguatan konservasi air.
“Jika mata air hilang, seluruh aktivitas berhenti. Kita membutuhkan perlindungan kawasan hulu dan tata ruang yang lebih disiplin. Konservasi mata air bukan sekadar program, tetapi urusan keberlanjutan hidup,” ujarnya.
Adapun Program rehabilitasi melibatkan desa adat, KTH, LPHD, dan kelompok pemuda lingkungan sebagai garda lapangan. Ahmadi mengatakan, setiap desa akan memiliki Tim Penjaga Mata Air yang bertugas melakukan patroli vegetasi, pencatatan debit, dan menjaga kawasan dari aktivitas ilegal. DLHK juga akan mengintegrasikan program mata air dengan peningkatan ruang terbuka hijau (RTH) di daerah perkotaan serta pemulihan lahan kritis melalui agroforestry.
“Pemerintah menargetkan minimal 60 titik mata air pulih setiap tahun. Termasuk, mata air prioritas di Lombok Utara, Lombok Tengah bagian selatan, serta sejumlah sumber air rentan di Sumbawa dan Dompu. Harapannya, upaya ini menjadi fondasi ketahanan air NTB di tengah tekanan iklim dan pertumbuhan penduduk,” pungkasnya. (*)



