NTB Siaga Krisis Air, DLHK Perketat Konservasi Mata Air dan Pengawasan Tata Ruang
Mataram (NTBSatu) – Upaya menjaga keberlanjutan sumber daya air di Nusa Tenggara Barat (NTB) mendapat perhatian serius dalam penyusunan arah pembangunan lima tahun ke depan.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB, mulai menguatkan strategi konservasi berbasis ekosistem dan tata ruang guna merespons ancaman ketersediaan air yang kian terasa di banyak wilayah.
Langkah ini sejalan dengan arah RPJMD NTB 2025–2029 yang menekankan pentingnya ketahanan air sebagai fondasi pembangunan daerah.
NTB memiliki karakter geografis yang unik. Pulau Lombok didominasi hutan pegunungan tropis. Sedangkan, Sumbawa memiliki bentang yang lebih kering dan luas. Dua karakter ini membuat pengelolaan air harus dilakukan secara presisi.
Data KLHS RPJMD menunjukkan lebih dari 55 persen wilayah NTB berada pada kategori penyediaan air rendah hingga sedang, sementara 41 persen wilayah lain masuk kategori rendah.
Kondisi tersebut memperlihatkan betapa rapuhnya sistem penyediaan air daerah, terutama ketika perubahan iklim memperburuk tekanan hidrologis.
Dalam banyak kasus, krisis air tidak hanya karena faktor alam, tetapi juga aktivitas manusia yang kurang memperhatikan fungsi ekologis. Penurunan tutupan lahan, alih fungsi kawasan resapan untuk perumahan maupun industri, serta pembangunan yang tidak mengikuti pola ruang menjadi faktor pemicu utama.
Peningkatan suhu yang telah tercatat mencapai hampir satu derajat dalam dua dekade terakhir turut mempercepat penguapan dan mengurangi cadangan air tanah.
DLHK NTB menempatkan konservasi mata air (KS71) sebagai fokus prioritas. Dengan mengarahkan unit teknis kehutanan dan lingkungan hidup untuk melakukan identifikasi, pemetaan kondisi mata air, serta menetapkan kawasan perlindungan air berbasis bentang alam.
Upaya ini ditopang oleh agenda pengendalian pemanfaatan ruang (KS81) yang bertujuan memastikan pembangunan. Baik oleh pemerintah maupun sektor swasta, mengikuti ketentuan RTRW Provinsi NTB 2024–2044.
PLT Kepala DLHK NTB, Ir. Ahmadi, menyampaikan urgensi penguatan konservasi air sebagai pilar pembangunan daerah.
“Air adalah urusan hidup mati. Tidak ada pembangunan berjalan tanpa ketersediaan air. Karena itu, konservasi mata air, perlindungan kawasan resapan, dan kepatuhan pada tata ruang tidak bisa kita tawar,” ujarnya, Jumat, 5 Desember 2025.
Perluas Intervensi DAS
DLHK juga memperluas intervensi pada tingkat daerah aliran sungai (DAS). Penataan ulang DAS prioritas melalui reboisasi, agroforestry, dan pemulihan lahan terbuka yang rawan erosi. Ekosistem mangrove ikut mendapat perhatian khusus karena fungsinya tidak hanya melindungi pesisir. Namun juga membantu menstabilkan siklus air dan mengurangi intrusi air laut ke daratan.
Selain langkah struktural, pemerintah mendorong terbangunnya kesadaran masyarakat mengenai penggunaan air yang hemat dan adaptif. Program edukasi lingkungan di sekolah, kampanye efisiensi air di desa, serta pendampingan komunitas menjadi bagian penting dari strategi pengelolaan jangka panjang.
Pembangunan sumur resapan, kolam retensi, dan peningkatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan perlu, untuk memperbaiki infiltrasi air tanah. Ahmadi menjelaskan, ketahanan air hanya akan tercapai bila berbagai komponen hutan, lahan, pesisir, dan tata ruang bisa terkelola secara terpadu.
“Keseluruhan langkah ini kita rancang memastikan NTB mampu menghadapi tantangan perubahan iklim dan mengurangi risiko kekeringan yang berulang. Pemerintah berkomitmen memperkuat konservasi mata air, menjaga kepatuhan tata ruang. Serta, memulihkan ekosistem sebagai investasi jangka panjang bagi generasi mendatang,” pungkasnya. (*)



