Penguatan Hidrologi di Sumbawa Jadi Prioritas Strategis RPJMD NTB 2025–2029
Mataram (NTBSatu) – Pemerintah Provinsi NTB menetapkan, Pulau Sumbawa sebagai lokasi penguatan hidrologi. Penetapan ini sebagai salah satu prioritas strategis dalam RPJMD NTB 2025-2029.
Prioritas ini muncul sebagai respons terhadap tingginya kebutuhan air di masa depan, meningkatnya tekanan lingkungan. Serta, potensi hidrologi Sumbawa yang jauh lebih besar daripada Lombok.
Kepala Bappeda Provinsi NTB, Iswandi menjelaskan, kedua pulau besar di NTB memiliki karakteristik hidrologi yang sangat berbeda. Pulau Lombok memiliki sistem hidrologi dengan dominasi pengaruh Gunung Rinjani yang menciptakan pola aliran sungai radial menuju pesisir.
Beberapa sungai besar, seperti Sungai Meninting dan Sungai Jangkok berperan penting dalam penyediaan air permukaan. Potensi ketersediaan air di Wilayah Sungai (WS) Lombok mencapai 2.819,94 juta meter kubik per tahun.
Sementara itu, kebutuhan air pada 2015 sebesar 2.060,71 juta meter kubik per tahun diproyeksikan meningkat menjadi 2.553,47 juta meter kubik per tahun pada 2034. Namun, Pulau Sumbawa menjadi perhatian utama karena memiliki potensi air lebih besar sekaligus kerentanan yang lebih tinggi akibat topografinya yang kompleks.
Sungai-sungai di Sumbawa cenderung lebih pendek dengan debit yang fluktuatif, terutama pada musim hujan. “Sumbawa memiliki potensi air yang luar biasa besar, tetapi juga paling rentan jika tidak dikelola dengan baik. Karena itu, RPJMD 2025–2029 menempatkan Sumbawa sebagai prioritas penguatan hidrologi,” kata Iswandi, Senin, 17 November 2025.
Antisipasi Ancaman Defisit Air
Pada 2015, potensi ketersediaan air WS Sumbawa tercatat 153,59 meter kubik/detik, dengan kebutuhan air sebesar 49,53 meter kubi/detik. Angka kebutuhan ini diproyeksikan naik menjadi 70,95 meter kubik/detik pada 2035, sejalan dengan pertumbuhan populasi, ekspansi lahan pertanian, dan peningkatan aktivitas industri di berbagai wilayah Sumbawa.
Iswandi menambahkan, ancaman defisit air perlu antisipasi sejak dini. “Jika pertumbuhan ekonomi tidak berimbang dengan strategi konservasi dan pengelolaan sumber daya air yang terpadu, baik Lombok maupun Sumbawa dapat mengalami krisis air dalam jangka panjang,” ungkapnya.
Selain peningkatan kebutuhan, faktor eksternal seperti perubahan iklim, deforestasi, dan alih fungsi lahan turut memperburuk kondisi hidrologi. NTB semakin sering mengalami banjir dan tanah longsor pada musim hujan, sementara ancaman kekeringan terus meningkat pada musim kemarau.
Karena itu, RPJMD NTB 2025–2029 menekankan pentingnya modernisasi sistem hidrologi, penguatan konservasi daerah tangkapan air. Kemudian, rehabilitasi jaringan irigasi, serta peningkatan kapasitas masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber air.
“Penguatan hidrologi di Pulau Sumbawa ini menjadi pilar penting untuk memastikan ketahanan air NTB dalam lima tahun mendatang,” tambah Iswandi. (*)



